Selasa, 13 Desember 2011

Sim Salabim Pemilu Raya :)

Hari ini saya ke kampus dengan perasaan biasa-biasa saja. Tidak ada firasat apapun, tidak ada hal istimewa. Sampai di kampus pun masih dengan perasaan biasa-biasa saja. Pas sampai di daerah gazebo, saya heran melihat banyaknya sampah kertas yang sepertinya bekas terbakar. Banyak kursi yang berserakan juga. Saya masih ga ngeh. Sampai di gazebo, ngobrol-ngobrol dengan teman-teman, dan seorang teman berkata. "ih, kyo kemarin tidak ikut Pemilu Raya..."

JDEEERRR!!! *backsound suara petir*

Ternyata kemarin, tanggal 12 Desember, adalah hari Pemilu Raya. Saya tidak tahu menahu. Tempe menempe.

Kenapa pemilu raya jadi se-penting itu buat saya? dan kenapa tidak tahu bahwa kemarin adalah hari pemilu raya se fenomenal itu buat saya? Bukan karena saya tidak mau ketinggalan antri nyoblos atau nyentang di bilik suara. Juga bukan karena saya mau jadi tim sukses salah satu kandidat (atau satu-satunya kandidat). Dan yang pasti bukan karena saya mau ngobyek pengadaan barang kelengkapan pemilu. hahaha

Saya hanya kaget kenapa tidak ada angin tidak ada hujan, tidak ada poster tidak ada pamflet, tidak ada tag-tag foto calon BEM dan DPM di fb, tidak ada desas-desus kubu-kubuan, dan tidak ada debat kandidat, tiba-tiba bim salabim ada pemilu? Ah...mungkin ada... saya saja yang jarang ngampus, pikir saya. Ah...pasti ada... hanya mata saya saja yang rabun dan tidak mampu beli kaca mata yang luput memperhatikan. Saya hanya ketawa miris.

Menurut laporan teman-teman saya, kandidat presiden BEM hanya 1 pasang. Jadi kalo mau ada debat kandidat pun, mau debat sama siapa, kata mereka. Sama rakyat, kata suara sok tahu di kepala saya. Tapi setidaknya harus ada pemaparan visi-misi dong. Saya tidak tahu ada atau tidak. Saya terakhir ke kampus Selasa minggu lalu, mungkin pemaparan visi misi dilakukan waktu saya ga ngampus, pikir saya. Tapi Selasa minggu lalu-pun saya tidak mendengar ada desas-desus mengenai pemilu raya, apalagi pengumuman resmi nama kandidat yang berhasil diluluskan oleh Panitia Pemilihan Umum (PPU). Jadi otomatis tidak ada kabar mengenai calon presiden BEM apalagi pemaparan visi misi, debat terbuka, masa kampanye, dan seterusnya, dan seterusnya. Umm....oke.

Seingat saya, dari yang diceritakan senior-senior jaman saya maba dulu, Pemilu Raya di Fakultas Hukum memang jarang berjalan aman sentosa damai sejahtera. Selalu saja ada se su a tu yang terjadi dalam praktik politik kecil-kecilan itu. Saya tidak mau mengambil contoh dari apa yang terjadi sebelum saya jadi mahasiswa Fakultas Hukum. Karena saya tidak bisa mempertanggungjawabkan kebenarannya. Bisa saja saya dikibulin senor saya. Jadi korban doktrin.

Tapi saya ingat dengan jelas, saya dikader oleh 2 pengurusan BEM. Pengkaderan tahap pertama saya dilakukan dalam kepengurusan BEM yang dipimpin oleh seorang Caretaker (jangan tanya saya kenapa bukan Presiden). Sedangkan pengkaderan tahap kedua dan ketiga saya dilakukan di bawah kepengurusan Periode BEM yang baru (kali ini dipimpin oleh seorang Presiden). Presiden BEM yang terpilih melalui Pemilu Raya di tahun pertama saya sebagai Mahasiswa. Saya tidak ikut memilih, saya memilih pergi liburan karena mengira saya, yang waktu itu masih berstatus Mahasiswa Baru yang belum lengkap pengkaderan, belum anggota KEMA belum boleh memilih. Seingat saya konstitusi Keluarga Mahasiswa (KEMA) mengatakan demikian. Ternyata ada yang lebih berkuasa dari Konstitusi. Maba boleh memilih. Sim salabim.

Pada Pemilu Raya di tahun kedua saya sebagai mahasiswa saya mulai ngeh permainan politik Pemilu Raya. Salah satu senior saya yang cukup saya kenal baik menjadi salah satu kandidat presiden BEM. Beberapa teman saya jadi tim sukses. Saya juga diajak untuk jadi tim sukses di angkatan saya. Saya diajak rapat beberapa kali. Saya hanya datang sekali. Selain saya kurang ngerti mereka ngomong apa (karena tidak datang rapat dari awal) saya juga tidak begitu ngeh kenapa kita penting sekali berstrategi ini itu. Ini hanya Pemilu Raya,
pemilu mahasiswa, toh tinggal ikut agenda PPU. Deklarasi pencalonan, paparkan visi-misi, debat kandidat, kampanye lewat media sosial, dan biarkan konstituen menentukan pilihannya. Saya memang orang yang bodoh ber-politik. heuheuheu.

Akhirnya di hari-H malah kacau. Kalo saya tidak salah ingat pemilu raya diadakan 2 hari. Hari kedua situasi panas. Untuk angkatan 2008, angkatan saya, terdapat perbedaan persepsi mengenai daftar pemilih tetap (dpt). Hal ini berawal dari status KEMA bagi angkatan 2008. Apakah hanya mahasiswa dengan pengkaderan yang lengkap yang menjadi anggota KEMA atau cukup mengikuti pengkaderan tahap 1 saja sudah dianggap anggota KEMA. Hal ini terkait dengan pasal dalam konstitusi KEMA yang (pada saat itu) mengatakan:
"anggota KEMA FH-UH adalah Mahasiswa FH-UH yang: (1) telah melulusi seluruh rangkaian Pengkaderan Mahasiswa Hukum (Tahap I, II, dan III); atau (2) Telah melulusi rangkaian pengkaderan dalam satu kepengurusan BEM." Seingat saya begitu bunyinya mengingat saya tidak punya naskah aslinya. hehe
Bagi angkatan saya yang dikader oleh 2 kepengurusan BEM, kami sangat diuntungkan oleh ayat (2) pasal ini. Dan pada akhirnya inilah yang menjadi masalah. Salah satu kubu memperbolehkan seluruh angkatan 2008 memilih, dengan dalil pasal tersebut, sedangkan kubu lain melarang dengan alasan sebaliknya. Sebaliknya yang seperti apa saya tidak tahu. Hahaha.

Intinya karena angkatan saya pemilu raya jadi kacau. Kertas yang berisi DPT dibakar oleh simpatisan salah satu kubu. Beberapa teman saya yang ingin memilih dihalang-halangi, motor-motor dibunyikan dengan gas digeber habis-habisan. Maksudnya apa saya juga ga tau. Mungkin kebawa suasana geng motor. DPT yang dibakar akhirnya diprint ulang. Saat akan diambil untuk dibakar lagi, salah satu dosen saya yang jago karate dengan kerennya menumpukan tangan pada kertas DPT dan berkata "siapa yang berani ambil sini maju." Yang awalnya mau merebut jadi takut kena jurus. Cewek-cewek terkesima dengan mata berbinar-binar. Sampai sekarang adegan itu masih saya ingat dengan jelas. Mirip film kungfu jaman nenek saya masih main lompat tali. hahaha. Hari itu benar-benar drama. Drama politik.

Akhirnya senior saya berhasil memenangkan Pemilu Raya. Tapi kandidat yang satunya juga merasa menang. Dan masa itu diceritakan sebagai masa dimana terdapat dualisme kepemimpinan BEM di FH-UH. Menurut saya penggunaan kata "dualisme" merugikan diri sendiri. Saat salah satu kubu menyatakan telah terjadi dualisme kepemimpinan, artinya secara tidak langsung ia mengakui bahwa ada kepemimpinan lain diluar kubunya. Jika ingin meng-klaim diri sebagai satu-satunya kubu yang menang, jangan pakai kata "dualisme" sekalian. Ah...tapi saya kan hanya orang sok tahu. hehehe. Dan pada akhirnya, BEM pemenang pemilu pun (di)turun(kan) seiring pergantian dekan. Sim salabim.

Pemilu raya tahun ketiga lebih tenang. Kedua calon berasal dari kubu yang sama. Aman.. Tenteram.. Gitu dong.. Damai. hahaha... Saya golput. Jangan protes, itu hak saya.

Dan akhirnya.. kemarin adalah Pemilu Raya tahun keempat. Sangat aman... Sangat tentram... Sangat tenang... Wah ada kemajuan dari tahun-tahun sebelumnya! :)

Akhir kata, di akhir tulisan panjang ini, saya hanya ingin mengucapkan selamat kepada Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih. Bersama anggota DPM yang juga terpilih. Selamat menjalankan amanat rakyat. Selamat berjuang demi rakyat.


dan akhinya, lagi-lagi, saya hanya orang sok tahu yang membahas hal-hal yang tidak penting dari perspektif saya. Saya fakir politik, sebagaimana salah seorang teman saya mengklaim dirinya fakir tv. Saya hanya warga biasa yang menganggap politik sebagai pentas tari anomali. Penari latar bergerak di panggung, penari yang sebenarnya menari di belakang panggung. :)

Dan saya hanya penonton yang sok ngerti. heheh

Karikatur Pemilihan Umum (Bukan Pemilu Raya) diambil dari politikana.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar