Kamis, 12 Desember 2013

Another random untitled writing

Halo! Selamat hari Jumat. Selagi saya sedang dalam mood ingin bercerita, maka menulislah saya.

Baru-baru ini saya tersadar dengan kekuatan the almighty google. Bukannya saya baru menggunakan mesin pencari ini akhir-akhir ini, tapi saya baru benar-benar memaksimalkan kerja google di hidup saya. #tssaaaahhh

Saya baru-baru ini tersadar kalau saya bisa mencari apa saja di google. Apa saja. Seperti waktu saya melihat twit teman saya tentang Susan Boyle yang didiagnosa terkena syndrome asperger. Sebenarnya mudah saja kalau saya mau tahu syndrome asperger itu apa dengan bertanya ke teman saya yang ngetwit tadi. Tapi kok malah merepotkan orang lain? Lebih baik saya meluncur ke google. Saya bisa membaca banyak artikel tentang sindrom ini, mulai dari gejalanya hingga treatmentnya. Easy peasy.

Pernah suatu hari saya penasaran dengan kerja hormon manusia saat jatuh cinta. Hormon apa saja yang bekerja yang bisa membuat sesorang gembira terus-terusan, susah tidur, dan malas makan. Saya ingin tahu penjelasan ilmiah dibalik semua silly symptoms tersebut. Dan semua bisa ditemukan melalui mesin pencari. Voila!

Pernah pula saya mencari segala sesuatu tentang mimpi. Kenapa kita bisa bermimpi? Kenapa kita bisa bermimpi tentang seseorang yang bahkan tidak muncul di pikiran kita sebulan belakangan? Kenapa ada malam yang dilewati tanpa mimpi? Semua pertanyaan-pertanyaan itu sangat mengganggu bagi saya. Jadi jalan keluarnya adalah dengan mencari jawaban. Jawaban yang logis. Saya sudah bosan dengan twit macam "if you cant sleep at night, that's because you're awake in someone else's dream". Blah!

Ngomong-ngomong soal mimpi, beberapa minggu belakangan hampir tiap malam saya bermimpi. Mimpi-mimpi yang sangat jelas. Maksudnya ceritanya jelas, seperti menonton film. Tapi tentu saja, tipikal mimpi, alur dan setting nya seakan meloncat-loncat. Tapi ada satu hal yang hampir selalu terulang di mimpi saya. Settingnya. Hampir selalu berlokasi di kota kelahiran saya. Tempat saya dibesarkan. Setelah beberapa lama saya baru menyadari hal ini. Saya biasanya terbangun dan menemukan bahwa saya bisa mengingat salah satu tempat di kota itu yang nyangkut di mimpi saya. Meresahkan sekali.

Kenapa alam bawah sadar saya terus menampilkan kota itu mungkin ada hubungannya dengan kedekatan saya dengan kota itu. Di tahun 2013 ini, dari 12 bulan, sekita 4-5 bulan saya habiskan di kota itu. Untuk magang dan liburan. Dan saya betah. Saya senang hidup di kota terpencil yang tidak memiliki mall dan bioskop itu. Selama di sana saya bahkan tidak merindukan mall dan bioskop. Saya senang menghabiskan waktu dengan berenang, bersepeda atau berjalan kaki sejauh kaki saya mampu. Satu-satunya yang saya rindukan dari kota adalah "being anonymous". Hal baik yang ditawarkan kota besar, selain event-event seni, adalah menjadi "bukan siapa-siapa". Saya bisa ke tempat ramai tanpa bertemu orang yang saya kenal. Atau duduk membaca di kafe tanpa ada yang mempedulikan. Bukannya saya antisosial, hanya saja kadang saya malas berbasa-basi dengan orang lain dan lebih memilih tenggelam dalam pikiran saya sendiri. Di kota kecil, seperti kota itu, saya hampir setiap hari bertemu orang yang saya kenal yang harus saya ajak berbasa-basi.

Kembali ke mimpi-mimpi. Mungkinkah alam bawah sadar saya mengirim sinyal bahwa sebenarnya saya ingin tinggal menetap di kota itu? Atau saya secara tidak sadar masih terlalu sering memikirkan kota itu hingga terbawa mimpi? Saya ingat kata seseorang tentang Bath, kota kecil di Inggris tempat ia tinggal sekarang. Ia seorang mahasiswa Vietnam yang berkewarganegaraan Bulgaria dan sekarang sedang kuliah di Inggris. Katanya, "Bath is a lovely place. It feels like i already found a place on earth where I belong." Kalimat itu membuat saya berpikir. Is that town is a place where I belong?Sejauh ini kota itu memang tempat favorit saya. But, is that a place on earth where I belong? Saya tidak yakin. Saya belum berjalan cukup jauh untuk mencari tahu. Satu-satunya jalan untuk mencari tahu adalah berjalan lebih jauh. Saya harus melihat banyak tempat yang lain sebelum bisa memutuskan.

Mungkin juga mimpi itu adalah sinyal. Karena ternyata beberapa hari yang lalu saya mendapat tawaran untuk bekerja di kota itu. Menggiurkan? Jelas. Tapi saya juga ada tawaran bekerja di tempat lain. Tempat yang tidak saya ketahui akan di mana. Bisa saja di kota ini, bisa pula di kota lain. Saya memilih melepaskan tawaran di kota itu. Saya ingat prinsip "life begins at the end of your comfort zone". Bagi saya kota itu adalah comfort zone saya, maka sekarang bukan saatnya kembali ke sana. Sekarang waktunya saya mulai berjalan jauh. Lagipula sekarang saya sedang merencanakan sesuatu. Dan menetap di kota itu sedikit banyak cukup menghambat rencana saya.

Agak aneh juga tulisan ini dimulai dengan cerita tentang google lalu berakhir di curhatan saya tentang hal-hal yang tak begitu penting. Tapi dengan menulis ini agak lega juga rasanya. Sepertinya untuk pertama kali di hidup saya, saya sedang -mulai membuat rencana jangka panjang untuk hidup saya. Saya rasa 2014 akan jadi tahun yang menyenangkan.

Selamat berkontemplasi tentang 2013 dan merencanakan 2014! Selamat menikmati Desember! :)

Kamis, 12 September 2013

Random Thoughts about Random Creature

Hey la! Tadi siang saya baru saja nonton City of Bones di bioskop. Setelah nonton tiba-tiba saja saya ingin menulis sesuatu. Bukan review film, hanya hasil loncatan- loncatan pikiran saya sore ini.

Jadi pada dasarnya saya bukan tipe orang yang diam saat nonton film. Saya tidak tahan untuk tidak mengkritik detil- detil yang mengganggu atau menertawakan hal-hal yang saya anggap lucu yang mungkin tidak lucu bagi orang lain. Saya juga sering mengumpat pada adegan-adegan tertentu. Intinya saya tidak tahan nonton tanpa memberi komentar. Bagi orang-orang yang senang nonton dalam keadaan tenang pasti saya menjengkelkan sekali. Hahahha. Bukan teman nonton yang menyenangkan. Tapi saya tau diri, kok. Saya seringnya tidak berbicara keras- keras. Sejauh ini sih belum ada yang protes. Hehe.

Tapi memang detail yang salah pada sebuah film cukup menjengkelkan. Misalnya di film 5cm waktu adegan Genta mengejar kereta. Kenapa juga dia harus lari sampai ke pintu gerbong tempat teman-temannya menunggu. Kenapa dia tidak lompat ke pintu gerbong terdekat lalu jalan lenggang kangkung ke gerbong teman-temannya? Ah saya lupa. Tentunya agar dramatis.

Nah, jadi melantur ke 5cm. Kembali ke City of Bones. Tidak, di film ini saya tidak menemukan detail yang mengganggu. Entah karena memang filmnya "bersih" atau karena saya yang kurang fokus. Saya hanya ingin cerita kalau jenis film fantasi seperti ini adalah favorit saya. Saya senang cerita tentang Demon, Werewolf, Witch, Warlock, Vampire, Troll, dan makhluk-makhluk legenda lainnya.

Ya, Twiligt Saga memang lumayan norak karena dibumbui cinta segitiga penuh frustrasi antara tiga makhluk berbeda. Tapi keseluruhan cerita tentang permusuhan antara Vampir dan Werewolf juga antara vampir vegan dan normal, sebenarnya tidak terlalu buruk. Saya lebih memilih membaca bukunya daripada nonton filmnya. Hal yang bagus dari filmnya hanya soundtrack nya. Muse, Bon Iver, Thom Yorke, Band of Horses, st Vincent, Lykke Li, Anya Marina, dll. Eargasm!

Saya suka membandingkan antara, misalnya, Troll di film yang satu dengan Troll di film yang lain. Troll di Harry Potter tinggi, gendut, dan bawa pentungan. Di film Snow White and the Huntsman menyamar jadi jembatan. Badannya ramping dan mirip batu. Troll di film Hansel and Gratel, yang namanya Edward, malah mirip frankenstain tidak proporsional dengan kepala besar dan kaki pendek. Di film The Hobbit juga sepertinya ada Troll tapi saya tidak tahu wujudnya karena hanya membaca bukunya. Seingat saya Troll adalah mahluk penjaga jembatan. Troll akan memberi teka-teki bagi orang yang mau melintas. Jika menjawab benar boleh lewat, jika salah akan dimakan atau dibunuh.

Werewolf adalah salah satu makhluk favorit saya. Bukan, bukan karena Taylor Lautner dengan six pack nya di film Twilight. Hehe. Tapi karena cerita tentang Warewolf biasa bagus-bagus. Alasan macam apa ini. Hahahha. Seperti Werewolf di film Red Riding Hood, Harry Potter, dan Van Helsing. Werewolf makhluk yang menyedihkan menurut saya, karena pada dasarnya mereka tidak ingin menjadi Werewolf. Di film City of Bones, Werewolf nya adalah sekumpulan bapak-bapak montir yang brewokan. Keren.

Kalau Demon, biasanya selalu jadi pihak yang jahat. Seperti di film seri Supernatural, Dean dan Sam Winchester keliling Amerika Serikat untuk mengejar si Yellow Eye Demon. Demon di City of Bones bisa merubah bentuk jadi apa saja. Favorit saya, Demon di buku Bartimaeus Trilogy. Di buku itu diklasifikasikan demon dari tingkat paling rendah (imp) sampai yang paling tinggi (marid).

Saya malas membahas Vampir. Terlalu banyak jenis. Mulai dari vampir cina yang mendeteksi manusia dari napasnya, Count Dracula dari Transylvania, Blade si setengah vampir yang jadi pembasmi vampir, vampir-vampir jelek di film Priest, vampir-vampir cakep di film Twilight, dan lain-lain. Saya tidak terlalu suka sama vampir, sih.

Kekurangan saya sebagai orang yang hobi baca buku adalah saya cepat lupa dengan buku yang saya baca. Saya membaca buku To Kill a Mockingbird empat tahun lalu dan sekarang saya sudah lupa sama sekali ceritanya. Saya sudah pernah membaca God in Small Things saat SMA, tapi saat saya membaca kembali tahun lalu saya seperti membaca buku baru. Ingatan saya hanya membaik sedikit jika membaca buku-buku fantasi seperti Harry Potter, Bartimaeus Trilogy, Series of Unfortunate Event, Percy Jackson, Golden Compass, dll. Tapi saya belum baca buku City of Bones. Nantilah saya cari di tempat rental.

Duh, sepertinya saya sudah melantur kejauhan. Sampai ketemu di tulisan berikutnya! :)

Kamis, 18 Juli 2013

melantur tentang kebalikan dan teman hidup

Pada akhirnya saya menulis ini dibawah selimut yang dipakai terbalik. Bagian luar menjadi dalam, dalam menjadi luar. Seperti pikiran. Saya sedang ingin membalik pikiran.

Kau tau setiap kali melihat orang "gila" saya menghindar. Banyak yang berkata itu fobia. Tidak, saya tidak setakut itu dengan mereka. Saya hanya memperkecil kemungkinan mengganggu atau diganggu mereka dengan mereduksi tanda-tabda kehadiran saya. Misalnya dengan mengambil jalan memutar. Baiklah, saya memang takut. Tapi yang selalu ada di pikiran saya, apa yang mereka, orang yang kita labeli "gila" ini, pikirkan? Pasti ada hal-hal yang sangat besar di pikiranmu hingga kau merasa melindungi kakimu dari aspal panas adalah perkara nomor sekian. Apa perkara nomor satu? Politik kah? Ilmu pengetahuan? Tuhan? Atau cinta? Pasti si "perkara nomor satu" ini benar-benar pelik. Sampai-sampai berpakaian atau tidak, seperti alas kaki tadi, jadi perkara nomor sekian. Si "perkara nomor satu" pastilah benar-benar menyita pikiran. Lalu datanglah kita memasang label "gila". Ada pula saya yang takut dengan orang-orang yang terlalu pemikir itu. Bukankah masing-masing kita "gila" dalam standar-standar tertentu?

Oh iya. Kemarin saya berpikir membuat tulisan tentang apa saja yang ingin saya lakukan bersama dengan pasangan saya nanti. Akhirnya urung saya tulis. Kenapa? Karena sepertinya bagian itu masih terselimuti kabut. Saya sudah sempat menulis "menikmati hujan bersama, saya dengan buku yang tak kunjung ditamatkan, kau dengan tugas dari kantor yang kau bawa pulang". Sampai di situ saya berfikir, bagaimana kalau ternyata nantinya "dia" tidak bekerja di kantor. Bisa saja ia bekerja di lapangan, sebagai pilot misalnya. Tugas apa yang harus buru-buru ia kerjakan sampai harus dibawa pulang ke rumah? Ah, romansa tanpa detail memang menyulitkan.

Padahal daftar saya sudah lumayan banyak. Seperti "nonton pertandingan Chelsea bersama di hari Sabtu". Bagaimana kalau dia tidak suka nonton sepak bola? Lebih senang menonton tinju seperti bapak saya. Akhirnya saya menyerah. Lebih baik memikirkan partner in crime nya dahulu sebelum tindak kriminalnya.

Ah iya, berbicara tentang bapak saya. Akhir-akhir ini saya sering teringat dengan sebuah hipotesa yang menyatakan bahwa parempuan biasanya akan mencari pasangan yang sedikit-banyak memiliki kesamaan sifat dengan bapaknya. Benarkah? Mungkin itu bagian dari keinginan untuk merasa "aman". Seperti saat kau tidur dengan rasa aman karena mengetahui bapakmu ada di rumah. Mungkin dengan mencari pasangan pemilik  kualitas mirip bapak rasa aman itu terpenuhi. Ada bagian-bagian dari bapak yang benar melekat denganmu dan membuatmu mencari pasangan yang mengingatkanmu tentang hal-hal itu. Kau melihat bagian-bagian itu di orang lain. Lalu jatuhlah dirimu. Dan saya rupanya sudah melantur jauh dengan hipotesa cengeng.

Tapi sepertinya begitu. Lelaki di rumah saya tak ada yang merokok. Bapak saya tak tahan dengan asap dan bau rokok. Tak ada kakak ipar saya yang merokok. Oke, pembuktian hipotesa saya memang tak meyakinkan. :D

Sekali lagi itu hanya hipotesa. Tak perlu lah diributkan lebih jauh.

Nah, cukuplah igauan saya malam ini. Di luar hujan. Saya sedang mendengarkan lagu-lagu Mr Sonjaya. Kurang apa lagi? Hehe. Selamat malam! :)

Sabtu, 06 Juli 2013

Weird Saturday

Hey la!
Beberapa hari belakangan ini hidup monoton saya rasanya sedikit berubah karena beberapa kejadian yg katakanlah menarik. Biasanya, di saat-saat seperti ini saya akan sulit berkonsentrasi karena terus memutar ulang, menganalisa, dan berspekulasi. Saya teringat kebuasaan lama, menulis. Seperti saat-saat kau merasa benar-benar kewalahan dengan pikiranmu sendiri, lalu kau mulai menceritakan ke orang lain. Bagi saya, menulis sama membantunya.

Hari ini cukup tidak biasa. Sejak dua bulan lalu, Sabtu adalah hari berenang saya. Biasanya pagi-pagi sekali saya akan mulai memasak. Saya dan keponakan saya lalu berenang di danau depan rumah dan makan masakan yang saya buat. Terkadang, ikan-ikan danau juga kebagian.

Hari ini Sabtu yang berbeda, tapi sama menariknya. Saya berenang sendiri, mengejar target 500 meter. Sayang hanya tercapai 400 meter karena tiba-tiba gelombang air danau membawa banyak serangga ke lintasan renang saya. Tapi renang pagi saya tetap menyenangkan. Sepertinya Tuhan mengabulkan doa saya pagi ini. Tak perlu lah saya ceritakan ada apa. :)

Hari ini berlanjut dengan hujan sepanjang hari. Tidak punya buku bacaan yang menarik akhirnya saya memilih tidur. Aneh sekali rasanya bisa tidur siang lagi. Semakin aneh ketika saya menyadari tidur saya tidak nyenyak. Padahal hari sedang hujan dan saya di balik selimut yang hangat. Scumbag mood. Sepertinya siang ini saya sedang tidak mood bermalas-malasan.

Sore menjadi lebih menarik. Atau aneh. Diawali dengan sahabat saya yang datang menjemput dengan motornya. Langit mendung, dan kami berdua berkendara dalam gerimis demi... entahlah demi apa. Kami hanya berpikir untuk mencari makan seperti kebiasaan kami saat masih di Makassar. Kami sedang menertawakan diri kami sendiri yg naik motor dengan pakaian lengkap jins, lengan panjang, dan jaket sedangkan anak-anak smp atau sma di samping kami dengan santainya berbaju tipis dan bercelana pendek. Are we that old? Atau mereka saja yang memang kebal dengan udara dingin. Dan kesialan kami pun dimulai.

Tiga remaja tanggung, laki laki, sepertinya masih SMP, berboncengan menggunakan 1 motor berkendara di samping kami. Saya yakin sekali setidaknya satu dari mereka pasti sedang mabuk. Ya, ini kota kecil. Tapi peredaran miras sepertinya gila-gilaan. Teman saya dulu banyak yang mulai minum saat kami masih SMP. Kembali ke ketiga remaja tadi, entah kenapa sepertinya mereka mulai mengganggu kami. Menyalip motor kami, lalu menunggu kami lewat, lalu menyalip kembali. Dengan jarak yang sangat dekat. Awalnya saya dan teman saya hanya tertawa. Tapi setelah dua kali, saya mulai naik darah dan sedikit takut. Jalanan basah dan banyak kerikil lepas, saya takut mereka lepas kendali dan menyenggol kami. Sialan sekali. Yang menjengkelkan adalah setelah saya tegur mereka malah tertawa-tawa. Gosh! Sepertinya saya menghabiskan jatah mengumpat harian saya dalam 2 menit. Di usia belasan, kejadian seperti itu mungkin akan terasa sedikit menyenangkan. Tapi saat ini, bukan berarti saya sudah tua dan membosankan, hal-hal seperti itu rasanya menjengkelkan sekali. Why they don't do their silly maneuver to those teenage girls with hotpants? Why us? Kami baru terbebas dari tiga testosteron berjalan itu setelah sampai di bagian kota yang lalu lintasnya sedikit ramai. Fiuh!

Tapi keanehan hari itu belum selesai. Saya dan teman saya lalu berhenti untuk makan bakso. Di warung bakso biasa. Lumayan sepi pelanggan karena di luar sedang hujan. Setelah makan, saya berniat membayar. Hari ini giliran saya yang membayar. Daaaan...ternyata makanan kami sudah ada yang membayarkan. Saya awalnya tidak percaya waktu mas dan mbak tukang bakso nya bilang kalau makanan saya sudah dibayar sama "mas" yang duduk di belakang kami. Seingat saya, tidak ada yang duduk di belakang saya. Teman saya juga tidak melihat ada pelanggan yang makan di belakang kami. Atau mungkin kami terlalu sibuk ngobrol sampai tidak memperhatikan pelanggan lain. Lagipula, mana ada orang yang mau membayarkan makanan orang yang tidak ia kenal. Kata mas yang jualan bakso, si lelaki misterius itu sempat bertanya kami berdua makan apa. Ia lalu membayar makanan kami. Saya dan teman saya kaget setengah mati. Ini pengalaman pertama bagi kami berdua. Makan dan dibayari oleh orang lain diam-diam. Teman saya berpikir kemungkinan kami dibayari oleh teman kantor saya, tapi saya tidak yakin. Siapapun dia, sudah seharusnya saya berterima kasih karena sudah ditraktir secara diam-diam. Lumayan lah.. Hehe

Sabtu malam, atau malam minggu, akhirnya saya habiskan dengan menatap televisi. Tidak benar-benar menonton karena saya masih mencerna kejadian-kejadian hari ini. Sampai akhirnya saya memutuskan untuk menulis lagi di blog ini. Jadi, bagaimana Sabtu kalian?

Happy weekend!! :D

Kamis, 09 Mei 2013

Belanda, Negara Ramah Seni dan Budaya.


Saya ingat seseorang pernah berkata, “Kalau kau mau mengerti romantis itu apa, coba kamu pandangi lukisan Starry Night karya Van Gogh.” Benar saja, tak perlu jiwa seni yang tinggi untuk “merasakan” lukisan itu. Bagi si pemberi saran, yang terasa adalah keromantisan. Bagi saya, lukisan itu memberi rasa magis.

Belanda bagi saya adalah Negara yang membuat seni dan budaya menjadi friendly. Bukan, bukan karena jumlah museum dan galeri di Belanda berjumlah ratusan. Jika dihitung jumlah museum kita dari sabang sampai merauke juga akan mencapai ratusan, tapi apakah kita ramah seni dan budaya? Belum tentu. Juga bukan karena seniman-seniman Belanda yang terkenal di seluruh dunia. Sebut saja Van Gogh, Rembrandt, dan Johannes Vermeer yang lukisannya dihargai jutaan dollar. Tetapi terkenalnya para seniman suatu Negara tidak lantas menjadikan Negara tersebut ramah seni dan budaya. Hal yang Belanda lakukan adalah, memberi penghargaan yang tinggi pada seni dan budaya nasionalnya.

Pada beberapa program Belanda secara aktif mengajak masyarakatnya untuk lebih dekat dengan seni dan budaya. National Museum Weekend misalnya. Mengratiskan atau memberi potongan harga untuk kunjungan ke museum-museum di seluruh penjuru Belanda pada akhir pekan pertama di bulan April. Kegiatan ini sukses menarik jutaan pengunjung untuk berakhir pekan di museum yang berjumlah ratusan. Seharusnya memang museum menjadi alternatif liburan bagi masyarakat, bukan semata-mata tujuan karya wisata siswa sekolah. Melalui National Museum Weekend, Belanda mengajak masyarakatnya untuk menikmati akhir pekan mereka di museum.

Selain itu ada pula Holland Art Cities. Di tahun 2009 dan 2010 museum-museum di empat kota besar di Belanda, yaitu Amsterdam, The Hague, Rotterdam, dan Utrecht melakukan pameran besar-besaran. Kagiatan ini diklaim sebagai the highest concentration of art per square in the world. Mengingat keempat kota tersebut yang letaknya berdekatan dn jumlah karya seni yang dipamerkan, rasanya klaim tersebut tidak dilebih-lebihkan. Dalam kegiatan ini penyelenggara memamerkan lukisan Starry Night karya Van Gogh yang dipinjam dari Museum of Modern Art di New York, yang menjadi rumah lukisan ini. “Kepulangan” sementara lukisan ini, selain dalam meramaikan kegiatan Holland Art Cities, dimaksudkan agar warga Belanda dapat melihat karya asli seniman mereka.

Menurut saya, kedua kegiatan ini adalah bentuk penghargaan Belanda terhadap seni dan budaya. Negara ini tidak hanya memamerkan seni dan budaya nasionalnya, tapi juga menjadikannya bagian dari masyarakat. Sehingga kesenian dan budaya lokal tidak hanya menjadi konsumsi turis.

Menulis artikel ini sambil mengingat museum di kota saya rasanya miris. Museum La Galigo yang terletak di kompleks Benteng Rotterdam di Makassar adalah salah satu tempat favorit saya. Sayang, bagi sebagian orang museum ini hanya jadi bagian landmark kota tanpa perlu dikunjungi. Belum lagi Museum Kota, yang jika kau melintas di depannya pukul sepuluh pagi maka kau hanya akan menemukan pintu yang masih terkunci rapat. Bercermin pada dua museum tersebut, jika ada hal yang saya sangat ingin Indonesia contoh dari Belanda, saya akan memilih keramahan belanda pada seni dan budaya.

Minggu, 31 Maret 2013

Hello March, Hello You!

Sudah berapa lama blog ini saya abaikan? Rasanya sudah berbulan bulan. Apa sebab? Sepertinya banyak faktor. Mulai dari rasa malas yang selalu jadi kambing hitam, kesibukan yang sebenarnya tak seberapa, hingga twitter yang menawarkan komunikasi yang lebih aktif. Lalu blog ini terlupakan. Tapi sepanjang bulan ini saya bertekad untuk tidak melewatkan Maret tanpa menulis sesuatu. Apapun itu, sedangkal apapun itu.

Akhirnya sampai pada tulisan ini yang, bahkan hingga ketikan kalimat ini, belum punya gambaran apa yang akan menjadi isinya. Apa kabar saya 5 bulan ini? Kalaupun itu penting, yang bisa saya kabarkan sejauh ini adalah: saya sudah menyelesaikan studi saya yang berarti nama saya sudah bertambah 2 huruf kapital di belakang walaupun sejauh ini dua huruf tersebut belum mengubah apa-apa selain penurunan drastis pada kegiatan sehari hari saya. Apa lagi? Rasanya tidak ada lagi. Kalaupun ada sepertinya tidak akan menarik untuk dibicarakan.

Sampai sini saya mulai pusing mau menulis apa lagi.

Oh iya. Akhir-akhir ini kalimat yang sering ditanyakan pada kami, para pengangguran pemula nan muda, adalah "apa rencana kamu ke depan"? Beberapa menjawab, melanjutkan sekolah, ada yang dengan mantap menjawab ingin bekerja, ada yang dengan malu-malu menjawab akan menikah, dan ada pula yang menjawab dengan berputar-putar berusaha untuk mengalihkan topik pembicaraan. Nah, saya adalah golongan yang terakhir ini.

Tiap kali ditanyai apa rencana saya ke depan, rasanya sulit bagi saya untuk menjawab. Bukan karena saya tidak punya rencana, bukan. Secuek-cueknya saya, saya juga punya rencana di hidup saya. Masalahnya adalah, tidak mudah menjelaskannya ke orang lain. Apa saya tidak ingin melanjutkan S2? Tentu saja mau, tapi tidak sekarang, tidak secepat ini. Apa saya tidak mau bekerja? Jelas mau, tapi saya ingin mengerjakan hal-hal yang memang saya senangi. Menikah? Umm... Untuk yang satu ini, aturan pertama dalam pernikahan adalah dilakukan oleh 2 orang. Well, jelas-jelas "orang kedua" itu masih sedang diusahakan. Selain itu mengenai pernikahan dan pasangan, saya punya catatan khusus. Siapapun nantinya pasangan saya, saya ingin kami sama-sama memandang pernikahan sebagai  hubungan yang setara antara laki-laki dan perempuan. Bukan hubungan subordinasi. Ck, akhirnya saya jadi membahas terlalu jauh tentang pernikahan ini.

Akhirnya saya menetapkan untuk saat ini sebaiknya saya magang dulu. Sedikit demi sedikit lepas dari keluarga. Yang berat bagi saya adalah lepas dari pertemanan. Pindah kota berarti saya harus rela berpisah dengan teman-teman dekat saya saat ini. Apalagi pindah ke kota tempat saya dibesarkan, rasanya sedikit mengkhawatirkan harus bertemu orang-orang yang seharusnya jadi bagian dari masa lalu. Tapi biasanya untuk melompat lebih jauh ke depan, dibutuhkan beberapa langkah ke belakang untuk mengambil ancang-ancang. Seharusnya inilah langkah ancang-ancang saya.

Jadi, sekian dulu untuk Maret yang sudah akan habis ini, sampai ketemu di bulan April! ;)