Kamis, 11 Maret 2010

sedikit pendewasaan bagi saya

akhirnya!! setelah sudah hampir 3 bulan tidak posting apa-apa.. *malu* akhirnya menulis lagi. sebenarnya buka karena malas, hehe. atau karena tidak ada bahan (banyak skalii!!). tapi karena ga ada laptop. yep. si HP lagi diajak nginap ke luar kota sama ipar saya.. dan sekarang saat dia kembali. saya malah nyeleweng dengan laptop pribumi kakak saya si Zyrex. heheh.. mudah-mudahan si HP ga ngambeg.

well, hari ini ceritanya saya lagi banyak uneg-uneg jadi mungkin postingannya tidak sistematis (halah!). maklum...lagi emosi.. hahah. langsung saja ke isi... jreng jreng jreeeeng <----- ceritanya backsound. saya mulai dengan satu cerita. waktu saya masih SD kelas 5 dan belum mengenal cinta (HALAH!!). waktu itu guru bahasa indonesia saya (yang baik dan rajin bercerita) mulai menceritakan satu situasi. katanya seperti ini: "kalian memiliki seorang teman. suatu hari dia datang dengan membawa banyak permen. permen tersebut kemudian dia bagi-bagikan kepada teman sekelas. tiap orang mendapatkan permen yang sama banyaknya. yang ingin ibu tanyakan, kalau kamu satu-satunya orang yang tidak diberi permen, bagaimana perasaan kamu??"

lalu ibu guru menunjuk saya
"bagaimana perasaan kamu?"

saya jawab
"saya akan biasa-biasa saja."

"kamu tidak sakit hati?"

"tidak. mungkin memng dia tidak mau membagi permennya ke saya"

lalu ibu guru saya berkata:
"sombong kamu!"

saya kaget. saya tidak berharap untuk di-judge secepat itu atas dasar jawaban yang belum saya jelaskan.

saya belum menjelaskan mengapa saya memilih untuk "biasa-biasa saja". menurut saya pada saat itu, saya memilih untuk tidak sakit hati karena saya tidak boleh marah -atau sakit hati- atas kemurahan hati seseorang. saya bukan pemilih permen tersebut. saya tidak tahu apa pertimbangan teman saya tidak memberikan permen kepada saya. intinya, saya tidak boleh semudah itu untuk sakit hati hanya karena masalah kecil. dan satu hal yang sangat saya yakini sejak kecil : saya tidak suka dikasihani.

Itu pemikiran saya jaman SD. hari ini saya kembali berpikir. "oke, mungkin jika hal tersebut benar-benar terjadi, saya akan sedikit sakit hati. dan saya menyangkalnya. bukankah dengan begitu lebih baik jika saya dikatai PEMBOHONG ?? karena saya benar-benar tidak mengerti hingga saat ini mengap saya disebut SOMBONG."

hari ini kejadian itu teringat lagi. sebenarnya poinnya bukan pada judge kilat bahwa saya anak yang sombong -walaupun sedikit banyak hal itu memang mengganggu-, poinnya adalah dimana saya divonis tepat di depan seluruh teman-teman kelas saya. anda dapat membayangkan betapa saya ingin menangis. saya masih kelas lima SD, hal tersebut bukn hanya sebuah "kata pedas", hal itu sangat melukai saya.
tepat setelah kata "sombong" tersebut saya menjadi gugup berlebihan. saya malu bukan kepalang. saya tidak berani meliha wajah teman-teman saya, takut melihat reaksi mereka saat saya dipermalukan. dan yang terjadi, kebetulan hari itu sejak pagi geraham saya goyang. sangking gugupnya di pelajaran itu, saya terus menerus menggoyangkan geraham saya dengan lidah hingga geraham itu copot. penderitaan itu berakhir ketika saya meminta izin keluar dengan alasan "gigi saya copot" dan dengan barang bukti geraham saya di telapak tangan kanan.

bisa dibilang harga diri anak kelas 5 SD saya benar-benar terluka. besoknya saya memilih untuk tidak ke sekolah. saya beralasan sakit perut. ibu saya yang tidak pernah memaksa anaknya ke sekolah akhirnya menelepon pihak sekolah dan memintakan izin untuk saya absen hari itu.

itu hanya sedikit cerita sedih yang tersisa dari masa SD yang sebenarnya sangat menyenangkan.
kenapa tiba-tiba memori ini terbuka lagi? tak lain dan tak bukan kaena kejadian hari ini. hari ini saya dikatai "malas" oleh dosen saya. well, saya sudah tidak terlalu malu dan sakit hati. prinsip saya "saya pernah melalui hal yang lebih berat dari ini di usia yang lebih muda". hahah

namun yang saya sesalkan, saya dikatai malas hanya karena saya belum mengisi absen saat dosen telah di ruangan. ironisnya lagi, yang dosen yang berkata demikian masuk ke kelas 15 meni sebelum kelas berakhir. 15 menit itu diisi dengan quiz tiba-tiba yang soalnya didikte, yang tidak ada jeda di antara soal. yang artinya, tidak ada waktu untuk menulis jawaban.

saya hanya bisa tersenyum dan sedikit mengeluh.

kata bapak saya, banyak orang-orang yang melakukan hal yang menyakiti kita, tetapi lebih pantas untuk dikasihani. saya tidak perlu membuang energi untuk marah.

intinya seperti ini:
saat sekolah-universitas atau lembaga pendidikan laiinnya dilengkapi dengan kurikulum untuk mengatur mengenai pengembangan potensi manusia secara akademik, guru-dosen adalah tonggak utama pengembang potensi manusia secara karakter. karena tidak ada kurikulum -atau sebuah rancangan terulis serupa- yang mengatur tentang metode pengembangan potensi manusia, maka dosen/guru memiliki standar ajar "dirinya sendiri" sebagai acuan dalam membentuk manusia yang mereka ajar. maka sedikit-banyak, pembentukan karakter seseorang bergantung pada bagaimana pendidik itu sendiri memperlakukannya. anda mungkin berpikir bahwa rumah lebih dominan membentuk karakter, namun jangan lupa bahwa sekolah/kampus memiliki sesuatu yang tidak ada di rumah. yaitu "komunitas" siswa/mahasiswa yang saya yakini sebagai masyarakat sklala kecil yang menjadi pengontrol sikap seseorang. riilnya seperti ini. saat saya ditegur di rumah, saya hanya dikelilingi oleh orang-orang yang telah saya kenal seumur hidup. sedangkan saat saya ditegur di sekolah, saya dikelilingi oleh orang-orang yang memiliki standar penilaian berbeda-beda dan memungkinkan saya untuk mendapat nilai minus di mata mereka. padahal, komunitas ini adalah komunitas dimana saya hidup +- 6 jam perhari, 5 hari seminggu, dan 20 har sebulan.

sounds bad for me.

PS: saya ditegur di mata kuliah yang mengajarkan tentang etika. hahahah :))