Selasa, 06 Desember 2011

Saya dan Kota Itu. Dulu...

Saya dulu senang menonton hujan. Duduk-duduk di tangga rumah, hanya memandang gamang ke tengah hujan. Memandang dengan tatapan kosong namun dengan kepala penuh pikiran. Pikiran berloncatan dari satu hal ke yang lain. Hidup, perasaan, keluarga, Tuhan, teman, negara, apa saja yang bisa terpikirkan. Tidak peduli air hujan mulai bertemperasan membasahi pakaian. Saya siap duduk diam berjam-jam. Tidak perlu ditemani kopi. Cukup hujan. Dan saat hujan mulai reda. Saya merasa lebih bijak beberapa saat. 2 menit mungkin.

Saya dulu senang keluar rumah saat malam cerah. Hanya untuk memandangi bintang. Entah itu di tepi aspal depan rumah saya. Atau atap rumah jika sedang bersama teman saya. Hanya memandang dalam diam. Tidak menghitung, tidak pula mencari-cari satu dari mereka yang tiba-tiba jatuh. Hanya memandang dan lagi-lagi berfikir. Bukan flashback. Hanya berandai andai. Saya akan berhenti jika saya mulai takut. Takut menjadi titik kecil di jagad raya. Pengamatan bintang saya selalu berakhir dengan bergidik memikirkan betapa saya hanya debu kecil alam semesta. Di hari-hari ketika saya lebih pemberani, saya akan berhenti saat bus pengantar karyawan tambang yang shift malam akan melintas. Saya selalu benci diganggu suara kendaraan.

Saya dulu senang berjalan telanjang kaki di pagi hari. Bukan di rumput. Tapi di aspal yang basah karena embun. Siapa bilang embun hanya milik rerumputan? Saya akan berjalan pelan-pelan. Hingga jalan berujung pada tikungan ke kanan. Lalu berbalik. Memandang lama ke arah bukit yang perlahan-lahan ditinggalkan oleh kabutnya. Berpisah diam-diam. Putih, kemudian hijau. Kali ini saya memandang dengan sungguh-sungguh. Tidak berpikir. Membiarkan mata memegang kendali. Saya akan berjalan pulang kembali ke rumah saat bukit tersebut disinari matahari. Perlahan oranye, sedikit keemasan. Saya pulang, saatnya mandi dan ke sekolah.

Saya dulu sering ke tepi danau di subuh yang telah disepakati. Bersama dua orang sahabat. Setelah semalaman menyusun rencana. Bawa kopi, bawa cangkir, bawa air panas. Kami akan berangkat sebelum matahari terbit. Duduk bersila di semacam dermaga. Memandang ke tengah danau, dan berbagi impian. Saya ingin jadi ini, saya ingin jadi itu. Kadang berbaring jika kayu dermaga tidak terlalu basah. Tertawa-tawa bersama. Melihat desa kecil di seberang danau. Melihat lampu-lampu mereka yang perlahan padam. Saat sinar matahari pertama mulai muncul, jika air danau tidak terlalu dingin, kami akan berenang sebentar sebelum pulang. 3 orang berjalan pulang dengan basah kuyup membawa cangkir dan termos.

Saya dulu akan ke halaman rumah di siang yang cerah. Mengangkat sebuah kursi rotan kecil. Mencari tempat yang teduh di bawah bayangan pohon jambu putih, lalu duduk. Memandang ke langit yang biru cerah. Kadang-kadang ada awan yang lewat, berupa-rupa bentuk. Saya hanya akan memandang. Sesekali tersenyum. Saya lupa disaat-saat tersebut memikirkan apa. Mungkin hanya bermimpi bisa terbang. Mungkin hanya mereka-reka bentuk awan. Sesekali ditemani buku. Sesekali memungut bunga jambu putih yang gugur. Warnanya pink cerah. Saat bayangan pohon jambu mulai memanjang dan warna langit semakin memuda, itu tandanya saya harus berhenti. Masuk ke rumah dan mandi.

Saya dulu akan berjalan ke belakang rumah saya di sore hari. Sore yang mending, cerah, tidak masalah. Lagi-lagi bersama dua orang sahabat. Duduk menghadap ke sawah dan danau. Duduk di atas drum yang ditidurkan di atas batang-batang padi tua. Dinaungi entah pohon apa yang jika dilihat dari kejauhan bentuknya menyerupai bebek. Dan pohon bebeklah namanya bagi kami. Bercanda-canda. Memandangi ketinting-ketinting saling silang mengantar petani dari dan ke kebun. Sesekali sampan membelah air danau. Kami bersenang-senang dengan sederhana. Hanya tertawa-tawa lepas mengingat kebodohan diri sendiri atau membangun imajinasi yang sama lucunya.

Saya dulu mudah mendapatkan waktu untuk diri sendiri. Merasa sendiri. Hari ini tidak. Saya tidak tahu harus kemana jika ingin merasa sendiri. Semua tempat terasa ramai. Saya sedikit terhibur oleh angkutan umum. Sesekali saya bisa merasakan benar-benar sendiri di angkutan umum. Cukup duduk, menengok ke luar jendela, dan mengamati. Kadang rasanya saya benar-benar sendiri. Walaupun rasanya masih salah.

Saya hanya bisa merasa sendiri di kota itu. Kota kecil yang indah luar biasa itu. Kota dengan danau yang sangat jernih itu. Kota dengan tempat-tempat ajaib. Kota yang saat saya akan ke sana saya selalu menggunakan kata "pulang". Padahal saya tidak lagi punya rumah di sana. Karena pulang artinya kembali ke tempat yang kau inginkan.

Ini bukan melankoli dan romantisme terhadap seseorang di kota itu. Ini melankoli dan romantisme terhadap "kota itu" itu sendiri. Hari ini saya terpikir untuk membagi kota ini dengan dia. Dia yang mulai menularkan melankoli dan romantisme yang hampir sama walaupun masih kalah. Mungkin suatu hari saya dan dia akan kesana. Menemukan diri masing masing baru kemudian menemukan satu sama lain. Kota itu dan dia harus bersekutu terlebih dahulu. Seperti saya yang telah menjatuhkan cinta pada kota itu. Pada hujannya, pada bukitnya, pada danaunya, pada bintangnya. Mungkin suatu hari.

Saya rindu tempat ini...
Foto ini diambil dari penataanruang.net

Minggu, 04 Desember 2011

Saya lagi Galau. Lalu?

Hari ini saya terserang sesuatu yang kata anak jaman sekarang GALAU. padahal, perasaan galau ini udah dari jaman kapan hinggap di manusia. kenapa baru booming sekarang? saya juga tidak tahu. intinya, rasanya kata galau ini lebih akrab di telinga kita akhir akhir ini. tapi, rasa galau udah berakar di hati kita dari jaman SMP. hahaha

kemarin saya sempat ngutak ngatik FB yang sudah lama tidak saya acuhkan. dan tiba-tiba, ketemulah tulisan berupa notes saya. yang kurang lebih, sangat.......galau. hahaha

simak aja dulu, nanti akan saya bahas sedikit. ini dia:

cerita orang2 yang pergi..


by Radillah Khaerany Tanca on Monday, September 21, 2009



walaupun tulisan ini sama sekali tidak penting.
stidaknya saya akhirnya dapat memulai kebiasaan lama yang dengan "sengaja" dulu saya tinggalkan.

cerita tentang orang2 yang pergi..

pernah merasa ditinggalkan seseorang?
mungkin 'pernah'. 'pasti pernah'.atau tidak ingin mengaku 'pernah'.
yang jelas saya pernah. saya pernah merasa ditinggalkan seseorang. atau beberapa orang.

mengapa hanya merasa? bukankah orang itu memang "pergi"

iya. benar orang itu "pergi". tapi sebenarnya (setidaknya menurut saya) tidak.
orang2 yang saya anggap meninggalkan saya tidak pernah pergi.
mereka masih ada.

mereka hanya memilih untuk tidak memandang ke arah kita,
kita tidak bisa memandang ke arah mereka,
atau pandangan kita dan mereka tidak lagi tertuju ke hal yang sama.

mungkin sedikit absurd (bahkan untuk saya yang notabene penulis note ini).
tapi, saya sering mencermati..pergi atau ketiadakpergian, meninggalkan atau ditinggalkan, semua hanya masalah pandangan.

pandangan ini meniadakan kita dari mereka.
saat kita masih memandang mereka dan mereka memilih untuk tidak memandang kita.
saat itulah kita merasa ditinggalkan.

jadi...saat beberapa teman mengatakan "dia meninggalkan saya"
menurut saya tidak.

dia, orang2 yang kita anggap pergi, hanya melakukan hal kecil.

"mereka memilih untuk tidak lagi memandang ke arah kita..."


setelah saya baca lagi. entah kenapa rasanya lucu bercampur aneh. tulisan ini saya buat di tahun 2009. saya mulai flashback, emang saya ditinggalin sama siapa ya waktu itu? saya tidak berhasil mengingat apapun. hahaha..


selain itu, hal yang lucu buat saya adalah note ini sok filosofis. sok dramatis. padahal waktu saya baca ulang, saya malah ga terlalu bisa menangkap maksudnya. yah... begitulah anak muda yang lagi galau kayaknya. banyakan ngelanturnya daripada mikirnya.


tapi dibalik semua hal-hal kritikal yang nyangkut di kepala saya, tiba-tiba saya tersadar dengan 1 hal. dulu, waktu istilah galau belum se-populer ini, saya rasanya lebih gampang mengungkapkan sesuatu. mau itu melankolis, menye, atau apapun itu, saya merasa dulu saya lebih mudah mengungkapkannya. sekarang? ck, karena adanya istilah galau, sedikit demi sedikit saya mulai menarik diri dari menulis seuatu yang bersifat perasaan. kenapa? takut dikatain galau. ironis. ironis kenapa saya juga ga tau.


karena note ini akhirnya saya sadar. saya bebas mau nulis apa saja selama itu tidak mengganggu orang lain. mau galau, melankolis, dramatis, apapun itu. itu hak saya. hak kalian juga. saya tidak boleh berhenti hanya karena asumsi dan cap orang lain. agak-agak nyambung dengan quotes nya Bill Chosby:

"I dont know what the secret of being success, but i know the secret to not success is trying to pleased everyone."



Kamis, 01 Desember 2011

Belajar dari Transportasi Umum

sebenarnya ngantuk banget, tapi mumpung lagi ada ide di kepala, yah... baiknya ditulis aja dulu deh kayanya. soalnya saya orangnya gampang lupa sih.. *padahal ga ada yang nanya*

nah, hari ini saya mau nulis dikit tentang transportasi umum. sejak kecil sampai sekarang, bisa dikatakan saya cukup familier dengan transportasi umum. maklum, keluarga saya bukan keluarga kaya yang punya kendaraan pribadi. waktu saya kecil, kelarga saya hanya punya motor vespa, baru kemudian saat bapak saya pensiun, beliau memutuskan untuk membeli mobil bekas.

buat orang yang sering menggunakan transportasi umum, pasti banyak suka dukanya deh. ya mulai panas-panasan, desak-desakan, bau yang ga enak, dll. tapi bukan itu yang mau saya ceritakan.

jadi gini, minggu lalu, saya berkesempatan mengikuti kegiatan yang diadakan di Jakarta. lazimnya, kalo ikut kegiatan demikian, panitia akan menyediakan transportasi buat pesertanya, mau itu bus atau mobil. tapi kali ini berbeda. kita harus naik transportasi umum. yep, transportasi umum. hahahaha

masalahnya, transportasi umum di makassar itu simple banget. nyetop pete-pete (angkot), tanya apa jalurnya udah bener, naik, minta diturunin di tempat tujuan, ato tempat yang ada becaknya, beres deh. tapi ini jakarta, transportasi umumnya macam-macam dan membingungkan. dan kadang....menyesatkan.

tapi ada pelajaran besar yang saya ambil dari pengalaman saya ber-busway dan ber-kopaja dan ber-bus beberapa hari ini di Jakarta. waktu itu, saya lagi naik bus yang super padat, yang mengharuskan saya berdiri sepanjang perjalanan. saya tersadar, naik transportasi umum itu membantu saya untuk mengerti rasanya hidup susah. bagaimana panas-panasan, sempit-sempitan, dorong-dorongan. banyak orang yang berbicara tentang penderitaan rakyat, tapi tidak merasakan penderitaan itu sepenuhnya. bukan hanya anggota DPR loh ya. tapi siapa saja. coba deh, yang sehari-hari naik kendaraan pribadi, semiggu aja naik kendaraan umum. pasti bakal dapat pengalaman baru. bukan hanya perasaan yang sifatnya personal tapi juga pengalaman mendengarkan dan menaksikan cerita-cerita sehari-hari orang lain.

saya paling senang kalo lagi di kendaraan umum, trus ketemu ibu-ibu bersama anaknya yang masih balita. entah kenapa, kadang saya rasanya terharu sekali melihat betapa si ibu berusaha membuat anaknya nyaman di dalam angkutan umum. biasanya si anak dikasi snack-snack ber-msg yang banyak dijual di toko-toko. di hari-hari biasanya, si ibu melarang anaknya makan cemilan seperti itu. bukan karena tau msg memiliki pengaruh buruk untuk si anak, tapi karena pengalaman buruk cemilan ber-msg biasanya bikin si anak mudah bisul. tipikal penyakit kalangan bawah. tapi untuk sekali ini, si anak boleh makan semaunya, biar si anak nyaman, tidak merasa terganggu dengan lingkungan penuh orang asing berupa transportasi umum.

pernah juga saya bertemu segerombolan ibu-ibu yang lagi bercerita tentang pendaftaran anaknya di SD tertentu. salah satu ibu dengan menggebu-gebu bercerita kalau anaknya tidak bisa daftar SD tahun itu karena usia si anak belum cukup 7 tahun. padahal, kata dia pendaftar lain banyak yang curang. sama-sama belum cukup 7 tahun, tapi boleh mendaftar karena kebetulan punya kehidupan ekonomi yang lebih baik. si ibu menyesal kenapa kemarin-kemarin dia tidak lebih dulu memajukan bulan kelahiran di akta kelahiran anaknya biar umurnya bisa pas buat daftar sekolah. curi umur lah istilahnya. saya cuma bisa diam. sedikit mengumpati sistem yang diskriminan dan menuntut para orang tua berbuat curang. curang biar anaknya bisa cepat sekolah. cepat pintar.

setelah sedikit flashback ke belakang saya tiba-tiba sadar kalo transportasi umum sudah mengajari saya lebih bayak dari mobil bapak saya. saya ga tau bagaimana dengan orng lain. niat saya menulis ini hanya untukberbagi bahwa transportasi umum bukan hanya sumber kemacetan. transportasi umum juga sumber pelajaran kehidupan.

Senin, 21 November 2011

Nasionalisme = Indonesia + Sepakbola

Sebenarnya mau nulis dari tadi malam, tapi setelah sinyal modem terlihat awut-awutan, ya sudahlah nulisnya ditunda sampe pagi ini. saya rasa hampir semua blogger pasti gregetan buat nulis setelah apa yang terjadi tadi malam. hahaha.

memang berat sekali harus melihat kekalahan Timnas U-23 kita tadi malam. bagaimana tidak, setelah perjuangan pemain, ekspektasi penonton, ulasan para ahli, dan prediksi para gamblers, sayangnya Tuhan masih berkehendak lain. *sedikit dramatis*. tapi intinya saya super bangga dengan timnas u-23. memang klise, memang semua orang akan berkata demikian, memang kedengarannya sedikit menghibur diri, tapi berbeda dari kekalahan-kekalahan Indonesia di kesempatan yang lalu-lalu, kekalahan kali ini rasanya benar-benar melekat. bukan kekalahannya yang melekat, tapi perasaan bangga, semangat, dan yang paling penting adalah harapan. harapan besar terhadap bangsa sendiri.

Indonesia bukan negara dengan kondisi yang dapat membangun nasionalisme bangsanya secara otomatis. menjadi orang Indonesia berarti menjadi bagian dari bangsa yang berkembang dengan segala masalahnya. masalah-masalah yang sedikit demi sedikit menggerus nasionalisme, menumpulkan semangat kebangsaan, dan penurunan rasa persatuan. tapi, menjadi supporter Tim Nasional Sepakbola Indonesia, berarti sebaliknya.

menjadi supporter Timnas berarti menjadi bagian dari permainan membela bangsa yang harus dilakukan hingga titik darah penghabisan. untuk beberapa saat masalah indonesia hanya menjadi hal nomor ke sekian untuk dipusingkan. secara cepat nasionalisme menggetarkan tiap-tiap hati manusia negara ini. tiba-tiba tidak ada masalah rasisme, tidak ada diskriminasi geografis, tidak ada saling cemooh, tidak ada rasa saling memusuhi, tidak ada pesimisme, hanya ada satu: INDONESIA.

Indonesia yang harus dibela. saya yakin, baik pemain di dalam lapangan maupun para supporter di luar lapangan, seketika memiliki rasa cinta tanah air yang sama. rasa cinta tanah air sama meluap-luapnya. dan saat lagu indonesia raya dikumandangkan, kita merasakan perasaan magis yang sama, perasaan magis bernama: NASIONALISME. suatu perasaan yang mungkin dengan tiba-tiba pula akan kita lupakan beberapa saat lagi, sayangnya.

Saya senang kita masih bisa merasakan nasionalisme yang sama walupun hanya dalam sepak bola. katakanlah, daripada tidak sama sekali. saya kemudian mendapati diri saya memaknai kekalahan Timnas semalam tidak lagi sebaai hal yang harus disesali. karena menurut saya kita tidak kalah sama sekali. saya bukan pengamat sepakbola profesional, tapi saya sudah cukup lama menjadi penonton sepakbola untuk tahu bahwa permaian Timnas kita semalam sangat luar biasa. terlepas dari apa yang terjadi di lapangan, kita untuk sesaat telah memenangkan nasionalisme kita kembali. walau itu instan, walau itu hanya untuk sepak bola. setidaknya kita mulai belajar untuk mencintai negara ini kembali. dan cinta seharusnya membawa kepedulian, kepedulian mendorng pengorbanan, dan pengorbanan, entah sekecil apapun, sedikit demi sedikit akan membantu bangsa ini. jika kita memang mencintai bangsa ini, maka berkorbanlah untuk tidak merusaknya. berkorbanlah untuk tidak korupsi, berkorbanlah untuk tidak rasis, berkorbanlah untuk tidak menebang hutan secara illegal, berkorbanlah untuk tidak tawuran.

saya sadar apa yang saya kemukakan sedikit terlalu muluk-muluk, tapi saya juga yakin, tidak ada yang tidak mungkin. mungin suatu saat bangsa ini akan berubah, mungkin suatu saat kita akan mencintai Indonesia setiap harinya sebesar kita mencintai Indonesia di pertandingan sepak bola. mungkin suatu saat Timnas kita akan berlaga di Piala Dunia. mungkin suatu saat petinggi sepak bola kita akan mencintai Indonesia untuk kemudian mulai memperbaiki sepak bola nasional. mungkin suatu saat supporter kita akan cukup mencintai indonesia untuk tidak melakukan pengrusakan. mungkin sekarang adalah waktu yang tepat untuk kita memulai belajar mencintai Indonesia di luar pertandingan sepak bola.

hari ini, saya sampai pada titik dimana saya bangga menjadi orang Indonesia. saya bangga memiliki Timnas yang bermain sangat baik. saya berharap suatu saat saya juga akan bangga memiliki pemerintahan yang bersih. atau suatu saat saya akan bangga hidup di negara yang orang miskinnya terpelihara dengan baik. atau suatu saat saya akan bangga menjadi bagian dari negara yang tidak terpecah belah. dan suatu saat saya akan bangga karena mahasiswa di negara saya tidak berkelahi dengan sesamanya. yah, cukuplah hari ini saya bersyukur karena masih bisa bangga terhadap Timnas dulu.

terakhir, saya hanya ingin mengirimkan doa untuk supporter yang meninggal semalam. saya hanya bisa berharap mereka diterima di pangkuan Tuhan yang Maha Baik.

Jumat, 11 November 2011

Ayo Membuat Resolusi

yang paling menjengkelkan dari memulai tulisan di blog ini adalah kolom judul yang letaknya di atas. begitu melihat kolom ini, biasanya, sesegar apapun ide di kepala saya, saya langsung nge-blank. nge-blank karena pop-up pertanyaan "tulisan saya harus dikasih judul apa ya?" yang kemudian membuat saya berfikir keras, dan ketika telah menemukan judul yang tepat, isi tulisan saya malah jauh melenceng dari judul. hahaha. entah sudah berapa banyak tulisan yang saya buang karena masalah ini. sayangnya.

kali ini saya sedang berfikir tetang tahun baru. wow, benar-benar tidak terasa tidak cukup 2 bulan lagi kita sudah sampai di tahun 2012. saya pribadi selalu semangat menghadapi tahun baru. bagi saya, dan beberapa orang lain saya yakin, tahun baru adalah permulaan baru, harapan baru, cita-cita baru, dll. setiap awal tahun saya selalu membuat catatan mengenai hal-hal yang ingin saya capai di tahun tersebut. contohnya di awal tahun ini, saya menulis beberapa resolusi pencapaian seperti "good toefl score" atau "bisa menyetir dengan lebih baik" *hehe, atau "bisa keluar negeri" dll. intinya segala hal yang menurut saya harus menjadi bagian dari diri saya doi tahun tersebut. dan terbukti, dengan adanya resolusi-resolusi tersebut, saya lebih terpacu, lebih fokus, lebih semangat mencapai mimpi saya.

akhir tahun ini rencananya saya akan membuat resolusi-resolusi baru lagi. beberapa resolusi mulai terpikirkan. seperti memulai usaha handycraft dengan kakak saya, yang saat ini sedang dalam proses berpikir. hehehe. atau resolusi untuk mulai menulis buku, yang akhir-akhir ini sering sekali saya pikirkan sebelum tidur. memang kadang beberapa resolusi terdengar terlalu "ngimpi", tapi, kalo untuk mimpi saja kita takut, lantas kapan kita bisa mencapai hal-hal yang besar?

hal lain yang lebih menarik bagi saya adalah melihat resolusi yang saya buat tahun lalu untuk dicapai tahun ini. berapa resolusi yang terealisasi dan berapa yang tidak. dengan kembali melihat resolusi tahun lalu, saya merasa leih mudah mensyukuri apa yang diberikan oleh Tuhan. kadang saya memang menyesali beberapa resolusi yang tidak tercapai, tetapi selalu ada yang dapat menghibur saya. BONUS. yap, setiap tahun, saya selalu mendapatkan bonus. yang saya maksud bukan uang pastinya. bonus yang saya maksud adalah hal-hal yang tidak tertulis di resolusi saya namun berhasil saya capai. bonus ini bahkan biasanya lebih besar dari resolusi saya. inilah bukti betapa Tuhan menyayangi makhluk ciptaanNya. dan dari sinilah saya belajar, bahwa selalu ada hal yang dapat disyukuri dalam hidup ini.

sekarang saya sedang mengambil ancang-ancang untuk menyusun daftar resolusi tahun 2012 saya. saya sedang membangun mimpi saya yang lebih besar. jadi, kenapa anda tidak mencobanya juga? saya menjamin tidak akan ada ruginya. kalaupun nantinya tidak ada yang terealisasi, setidaknya, daftar tersebut akan membantu kita untuk melakukan satu hal. evaluasi. :)

Jumat, 07 Oktober 2011

Saya Benci Stereotip

mengutip dari wikipedia, stereotip adalah

"pendapat atau prasangka mengenai orang-orang dari kelompok tertentu, dimana pendapat tersebut hanya didasarkan bahwa orang-orang tersebut termasuk dalam kelompok tertentu tersebut".

dengan adanya definisi mungkin secara tidak langsung kebencian saya mulai dapat terbaca asal-muasalnya. Yep, saya benci prasangka generalisasi yang sering kali dilontarkan orang orang tanpa sengja kepada saya atau orang orang disekotar saya. Contoh yang paling standard adalah:
saat saya tidak sengaja bertemu teman di mall,
"halo, kamu sama siapa?"
"sendirian"
"ya ampun, kasian banget..."
atau
"serius sendirian?"
atau
"ngapain ke mall sendirian?"
atau yang lebih parah
"hahahaha"-diketawain -_-"
saya yang awalnya hanya jengkel biasa lalu bertanya ke teman saya, emang apa salahnya ke mall sendirian? kata teman saya itu karena kita cewek, kemana-mana harus bareng seseorang, plus kalo ke mall sendirian kesannya single banget, cenderung menyedihkan.
APA??!!
jengkel saya langsung berkalikali lipat.

menurut saya, ga ada hubungannya sama sekali ke mall sendirian dengan fakta bahwa saya perempuan. kalo dikaitkan dengan status single atau taken, malah lebih aneh lagi. emang pacar semacam ransel yang harus ngikut di punggung kemana mana?

saya benci stereotip karena tiba tiba saya sadar betapa banyaknya hal-hal yang tidak kita lakukan karena terhambat stereotip yang hidup di masyarakat.
  • cewek tidak mahir mengemudi, akhirnya bikin cewek-cewek down dan mengemudi dengan tidak pede yang berakhir mengemudi dengan tidak mahir (beneran).
  • cowok tidak pandai memasak, akhirnya cowok cowok jadi malas masuk dapur dan akhirnya emang beneran ga bisa masak apa-apa.
  • cowok berantakan, akhirnya cowok-cowok yang sebenarnya rajin beres-beres jadi malas karena takut dikatain banci.
  • cewek ga bisa manjat kelapa, akhirnya cewek-cewek jadi takut manjat kelapa karena nanti disangka beruk.
  • nenek-nenek ga bisa kayang, akhirnya nenek-nenek jadi malas senam lantai.
hahaha... intinya sebenarnya tidak se-persis contoh contoh di atas, hanya saja coba deh, berapa banyak hal-hal yang tidak kita lakukan karena terhalang stereotip yang muncul dan hidup di masyarakat. karena stereotip adalah anggapan bagi suatu kelompok, maka dengan melakukan sesuatu yang bertolak belakang dengan sterotip kita takut dianggap bukan bagian dari kelompok tersebut. iya kalo stereotipnya positif, kalo negatif gimana? misalnya, anak geng pasti seneng berantem, trus kalo geng nya ternyata geng kerja kelompok ato geng ngerjain tugas bareng, emang mau berantem gimana? "pokoknya soal ini pake rumus phytagoras!!" "nggak, itu pake Rumus Newton!" trus brantem aja gitu biar dikatain anak geng. halah, jadi melenceng -_-".

intinya sebenarnya, saya benci dianggap sama dengan orang kebanyakan. kalo ke mall harus sama teman, atau pacar (yang saya ga punya), kalo mau gaul harus dengan lagu-lagu yang lagi in (hamil duluan, alamat palsu), kalo mau keren harus nge-fans sama MU atau Barcelona (padahal offside aja ga tau artinya apa), atau kalo mahasiswa harus ikut demo (padahal yang ikut demo banyak yang malah foto-foto sambil pura pura orasi biar nantinya profpict-nya keren).

akhir-akhir ini saya jadi sering berfikir, memangnya ga bisa saya cukup jadi "saya" tanpa label lain yang mengikuti, ga bisa teman saya yang etnis tionghoa cukup jadi "dia" saja tanpa embel-embel cina, atau teman saya yang suku papua cukup jadi "dia" saja tanpa embel-embel hitam atau papua dibelakangnya?

karena, sebuah label pada seseorang akan diikuti stereotip di belakangnya dan pada dasarnya pada detik itu juga kita telah menghakimi orang tersebut dengan hal-hal yang tidak relevan hanya karena satu generalisasi prematur yang pada akhirnya menghasilkan diskriminasi... indonesia sekali..

Minggu, 11 September 2011

My Bad

Seriously. Salah satu kebiasaan buruk saya adalah sulit menyelesaikan sesuatu yang sudah saya mulai. Misalnya, ga usah jauh jauh, artikel saya di blog ini, ada beberapa yang seharusnya bersambung, but guess what? Ga ada sambungannya. hahahah.. contoh lain, saya selalu memulai proyek-proyek kecil, bikin album foto buat seseorang, atau buat notes yang rencananya bakal jadi buku catatan saya selama semester ini, pasti ujung ujungnya terbengkalai. hehehe..

akhirnya saya sadar yang salah sebenarnya apa. saya selalu bermasalah dengan hal hal yang tidak ada batas waktunya. yang ga ada deadlinenya. kalo tugas yang ada deadlinya, saya sampe bela-belain ga tidur sampe tugas saya selesai. tapi coba kalo ga ada deadlinenya. ujung-ujungnya pasti ga selesai. aneh deh. memang ini kebiasaan buruk, dan saya sadar-sesadar sadarnya kalo saya harus lebih rajin, tapiiiii..... yah setidaknya saya sudah mengidentifikasi masalahnya. hehe

jadi.... doakan saja saya bisa cepat berubah. biar blog saya banyak isinya.. hehe