Jumat, 07 Oktober 2011

Saya Benci Stereotip

mengutip dari wikipedia, stereotip adalah

"pendapat atau prasangka mengenai orang-orang dari kelompok tertentu, dimana pendapat tersebut hanya didasarkan bahwa orang-orang tersebut termasuk dalam kelompok tertentu tersebut".

dengan adanya definisi mungkin secara tidak langsung kebencian saya mulai dapat terbaca asal-muasalnya. Yep, saya benci prasangka generalisasi yang sering kali dilontarkan orang orang tanpa sengja kepada saya atau orang orang disekotar saya. Contoh yang paling standard adalah:
saat saya tidak sengaja bertemu teman di mall,
"halo, kamu sama siapa?"
"sendirian"
"ya ampun, kasian banget..."
atau
"serius sendirian?"
atau
"ngapain ke mall sendirian?"
atau yang lebih parah
"hahahaha"-diketawain -_-"
saya yang awalnya hanya jengkel biasa lalu bertanya ke teman saya, emang apa salahnya ke mall sendirian? kata teman saya itu karena kita cewek, kemana-mana harus bareng seseorang, plus kalo ke mall sendirian kesannya single banget, cenderung menyedihkan.
APA??!!
jengkel saya langsung berkalikali lipat.

menurut saya, ga ada hubungannya sama sekali ke mall sendirian dengan fakta bahwa saya perempuan. kalo dikaitkan dengan status single atau taken, malah lebih aneh lagi. emang pacar semacam ransel yang harus ngikut di punggung kemana mana?

saya benci stereotip karena tiba tiba saya sadar betapa banyaknya hal-hal yang tidak kita lakukan karena terhambat stereotip yang hidup di masyarakat.
  • cewek tidak mahir mengemudi, akhirnya bikin cewek-cewek down dan mengemudi dengan tidak pede yang berakhir mengemudi dengan tidak mahir (beneran).
  • cowok tidak pandai memasak, akhirnya cowok cowok jadi malas masuk dapur dan akhirnya emang beneran ga bisa masak apa-apa.
  • cowok berantakan, akhirnya cowok-cowok yang sebenarnya rajin beres-beres jadi malas karena takut dikatain banci.
  • cewek ga bisa manjat kelapa, akhirnya cewek-cewek jadi takut manjat kelapa karena nanti disangka beruk.
  • nenek-nenek ga bisa kayang, akhirnya nenek-nenek jadi malas senam lantai.
hahaha... intinya sebenarnya tidak se-persis contoh contoh di atas, hanya saja coba deh, berapa banyak hal-hal yang tidak kita lakukan karena terhalang stereotip yang muncul dan hidup di masyarakat. karena stereotip adalah anggapan bagi suatu kelompok, maka dengan melakukan sesuatu yang bertolak belakang dengan sterotip kita takut dianggap bukan bagian dari kelompok tersebut. iya kalo stereotipnya positif, kalo negatif gimana? misalnya, anak geng pasti seneng berantem, trus kalo geng nya ternyata geng kerja kelompok ato geng ngerjain tugas bareng, emang mau berantem gimana? "pokoknya soal ini pake rumus phytagoras!!" "nggak, itu pake Rumus Newton!" trus brantem aja gitu biar dikatain anak geng. halah, jadi melenceng -_-".

intinya sebenarnya, saya benci dianggap sama dengan orang kebanyakan. kalo ke mall harus sama teman, atau pacar (yang saya ga punya), kalo mau gaul harus dengan lagu-lagu yang lagi in (hamil duluan, alamat palsu), kalo mau keren harus nge-fans sama MU atau Barcelona (padahal offside aja ga tau artinya apa), atau kalo mahasiswa harus ikut demo (padahal yang ikut demo banyak yang malah foto-foto sambil pura pura orasi biar nantinya profpict-nya keren).

akhir-akhir ini saya jadi sering berfikir, memangnya ga bisa saya cukup jadi "saya" tanpa label lain yang mengikuti, ga bisa teman saya yang etnis tionghoa cukup jadi "dia" saja tanpa embel-embel cina, atau teman saya yang suku papua cukup jadi "dia" saja tanpa embel-embel hitam atau papua dibelakangnya?

karena, sebuah label pada seseorang akan diikuti stereotip di belakangnya dan pada dasarnya pada detik itu juga kita telah menghakimi orang tersebut dengan hal-hal yang tidak relevan hanya karena satu generalisasi prematur yang pada akhirnya menghasilkan diskriminasi... indonesia sekali..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar