Senin, 21 Mei 2012

Bercerita Cita-Cita

It just a random post about some random memories. If you're looking for a meaningful-inspiring-deep post then you may read a wrong article. or blog :)


Saya masih ingat fase perubahan cita-cita saya. Untuk hal ini saya harus berterima kasih kepada keluraga saya yang menjadikan ini sebagai lelucon sehingga hal ini sulit dilupakan.

Umur 4,5 tahun..


Dila cita-citanya apa?
Jadi konglomomerat.

Baiklah, terima kasih yang pertama adalah kepada Susan dan Kak Ria Enes yang telah menyanyikan lagu "Cita-Cita" dengan melodi yang sangat mudah diingat oleh anak seusia saya saat itu. Di antara seluruh cita-cita ngawur Susan, jatuhlah pilihan saya kepada "konglomomerat". Kenapa bukan dokter? Padahal dokter bisa suntik orang lewat. Juga kenapa bukan insinyur? Saya juga tidak tahu. Hanya saja kata "konglomomerat" rasanya membius sekali. Sebuah kata panjang yang susah dilafalkan ternyata bisa saya lafalkan dengan baik. Maka itulah cita-cita saya.

Umur 5 tahun, setelah pulang bermain dari rumah teman yang baru pulang berlibur..


Dila cita-citanya apa?
Jadi Sempati Aerok

Yang pertama, Sempati Aerok bukanlah sebuah profesi. Bahkan bukan kata sama sekali. Itu hanya kata yang saya karang sendiri karena mendengar cerita teman saya dengan setengah-setengah. Teman saya bercerita tentang pramugari di pesawat yang ia tumpangi pulang berlibur. Saya curiga pesawat tersebut berasal dari maskapai Sempati Air. Dan dengan ingatan anak umur 5 tahun, saya memilih profesi tersebut sebagai cita-cita. Saya bahkan belum pernah naik pesawat untuk tau pekerjaan pramugari a.k.a. Sempati Aerok itu seperti apa. Ternyata saya sudah nekat sejak umur 5 tahun. Di umur 6 atau 7 tahun saya pertama kali naik peasawat. Pesawat kecil dengan jumlah penumpang mungkin tidak cukup 20 dan tanpa pramugari. Hanya seorang cabin crew yang merangkap teknisi yang merangkap paman saya. Saya akhirnya boleh mengantongi permen lebih banyak dari penumpang lain. Saya senang sekali, tapi cita-cita saya saat itu telah berubah.

Umur 6 tahun, setelah beberapa bulan pandai membaca. tapi tidak pernah dengan teliti.


Dila cita-citanya apa?
Jadi OSIS seks.

Inilah dia yang menjadi aib saya saat pembicaraan mengenai cita-cita muncul di tengah keluarga. Ini semacam cerita yang jika suatu hari saya mencalonkan diri sebagai Presiden Republik Indonesia, cerita ini akan menyerang saya dalam bentuk black campaign. Sungguh sial saya tidak pernah membaca dengan teliti dan bermulut besar di waktu yang bersamaan. Saat itu kakak saya yang SMP pulang ke rumah dan dengan senangnya memberi tahu orang tua saya kalau dia terpilih menjadi pengurus OSIS. Melekatlah kata OSIS ini di kepala saya. Ah, baiklah it must be something cool, seeing my sister's enthusiasm while talking bout it, it must be something really cool. Setelah mengingat-ingat kata keren itu saya lalu membaca struktur organisasi yang dibawa pulang kakak saya. Jadi ada ketua, wakil, sekertaris (bukan sekretaris), dan bendahara. Dan banyak kata "sek." yang diikuti kata-kata lain di belakangnya. Wow, saya mau menjadi salah satu dari "sek." itu. Dan jadilah cita-cita saya OSIS seks. Dari manakah "s" kedua dari kata "sek."?? Saya tidak tahu, mungkin karena ketidaktelitian saya membaca, mungkin juga karena kata "sek." mengingatkan saya pada kata "seksi".

Di tahun-tahun berikutnya cita-cita saya berubah sesuai dengan apa yang sedang getol saya nonton. Mulai dari Penjinak Hewan Liar (kelas 4 SD) karena sering menonton tayangan seorang laki-laki menangkap anaconda/ular berbisa/buaya dll. Lalu pernah pula ingin menjadi Pengamat Politik (Kelas 5-6 SD) karena sering menonton tayangan berita bersama bapak saya. Bapak saya mewanti-wanti jangan jadi politikus, sehingga saya berpikir untuk menjadi pengamat politik saja. Yang penting saya bisa berbicara politik. Pernah pula saya ingin menjadi mekanik, saya ingin membuka bengkel modifikasi mobil. Saya tidak ingat apa yang saya tonton hingga bercita-cita menjadi mekanik. Bapak saya seorang mekanik alat berat. Saya pernah bertanya "Pak, kalau mau jadi mekanik harus sekolah apa?" Seingat saya bapak tidak menjawab.

Cita-cita lain yang pernah saya impikan adalah Penulis Lagu, saya pernah mengarang sebuah lagu yang saya tuliskan di kertas binder. Lalu Penulis Cerpen, karena keseringan membaca cerpen di Majalah Bobo. Pernah pula saya ingin menjadi relawan. Yah, yang ini mungkin bukan cita-cita. Tapi saat gempa di Yogyakarta dan sekitarnya beberapa tahun lalu saya sempat minta izin ke bapak saya. "Pak, kalau saya ke Jogja untuk jadi relawan boleh tidak?" Seingat saya lagi-lagi Bapak tidak menjawab. Tapi kali ini saya tahu betul jawabannya. Tidak.

Kalau ditanya apa cita-cita saya sekarang, saya pusing. Mungkin lebih baik tanya saya besok :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar