Minggu, 12 Agustus 2012

Aksi Solidaritas yang Menyerang Sesama Saudara

Beberapa waktu yang lalu, kalau tidak salah kemarin, saya menonton tayangan televisi berupa kilasan berita yang berjudul "Aksi Ormas". Saya sudak menebak-nebak, pasti berita ini tentang salah satu organisasi masyarakat (berlabel) Islam yang sedang melakukan razia-menurut mereka-, yang berakhir-atau memang dimaksudkan untuk- ricuh. Dugaan saya ternyata salah.

Ternyata berita tersebut berisi aksi ormas (berlabel) Islam yang sedang berdemo menentang diskriminasi terhadap kaum Rohingya di Myanmar. Saya pikir aksi tersebut dilakukan di depan kedutaan Myanmar di ibukota. Ternyata, saya lagi-lagi salah. Aksi tersebut dilakukan di depan Klenteng Xian Ma, salah satu Klenteng terbesar di kota Makassar. Wah, ternyata di kota ini ya aksinya. Wajah saya lalu memerah malu.

Cuplikan beritanya bisa dilihat di sini. Seketika rasanya saya malu bercampur marah. Kenapa harus ada kejadian seperti ini? Kenapa pemikiran orang-orang bisa sesempit itu? Kenapa masyarakat kita lebih pandai bereaksi daripada memberi solusi?

Klenteng Xian Ma terletak di Jalan Sulawesi kalau saya tidak salah. Salah satu jalan favorit saya. Akhir-akhir ini hampir setiap hari saya melintas di jalan ini selepas mengantar kakak saya ke tempat praktiknya. Saya selaluu melambatkan kendaraan jika melintas di jalan ini. Kenapa? Saya senang mengamati aktivitas masyarakat di daerah sini. Di kiri kanan jalan terdapat setidaknya 3 Klenteng kalau saya tidak salah. Ditambah banyaknya ruko-ruko milik warga keturunan Tionghoa yang menjual aneka barang. Bau dupa, warna merah, dan ornamen khas Tionghoa rasanya selalu menarik bagi saya. Tiap Imlek jalan ini akan dipadati oleh masyarakat yang tertarik melihat rangkaian upacara yang dilaksanakan oleh Klenteng. Mulai dari upacara memandikan benda-benda pusaka milik kelenteng, atraksi barongsai yang ditujukan untuk menghibur warga, hingga pawai budaya Sulawesi Selatan yang diorganisir oleh organisasi masyarakat bergama Budha.

Demonstrasi yang berujung pada pelemparan Klenteng oleh anggota ormas menurut saya benar-benar salah sasaran. Bukannya kita ingin memprotes perakuan pemerintah Myanmar terhadap kaum Rohingya? Lalu mengapa rumah ibadah agama Budha yang menjadi sasaran? Apakah karena mayoritas penduduk Myanmar beragama Budha? Murahan sekali jika argumen tersebutlah yang menjadi dasar. Kenapa pula harus melempari rumah ibadah orang lain? Benarkah tidak ada rasa hormat setitikpun dalam diri mereka terhadap keyakinan orang lain? Ah, kenapa pula saya harus mempertanyakan. Bukannya sudah jelas jika memang hormat dan toleransi itu benar ada maka kejadian ini tidak akan terjadi?

Saya jadi sedih sendiri. Membayangkan bagaimana jika rumah ibadah saya yang dilempari padahal tidak ada dari kami yang beribadah di tempat itu yang pernah menyakiti si pelempar Saya jadi ingat tweet dari Goenawan Mohamad yang sempat saya retweet: "Yang marah bila didzalimi harusnya tidak tinggal diam jika kaumnya mendzalimi." Itu benar. Bukannya yang sedang diprotes adalah perilaku dzalim terhadap suatu kaum? Tetapi mengapa protes dilakukan dengan mendalimi kaum lain? Saya tidak mengerti logikanya. Bah, mungkin memang tidak ada logika sama sekali. Hanya keyakinan sempit yang diusung dengan menggebu-gebu. Saya takut benar hal ini akan merusak kehidupan beragama kota ini. Apalagi, jika melihat sejarah, dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat kota kita masih mudah tersulut emosinya.

Saya ingat masyarakat kita pernah terpicu, untungnya tidak sampai betindak bodoh, saat ada isu seorang pembantu rumah tangga pribumi yang dibunuh, atau diperkosa, saya tidak ingat, oleh majikannya yang keturunan tionghoa. Ada pula peristiwa saat seorang warga pendatang dari Flores menikam beberapa orang di tepi jalan Perintis Kemerdekaan. Masyarakat kita cukup tersulut, yang menyebabkan banyak warga Flores yang harus mengamankan diri di kantor-kantor polisi. Jauh ke belakang lagi saat saya masih SD pernah pula masyarakat kita menjarah toko-toko milik masyarakat keturunan Tionghoa. Saya ingat salah satu kenalan orang tua saya memasak besar-besaran di rumahnya lalu mengirimkan makanan ke rumah-rumah teman Tionghoa nya yang tidak bisa kemana-mana karena takut dirazia.

Kurang apalagi pelajaran dari sejarah kita. Bahwa masyarakat kita pernah-atau jangan jangan masih-bersumbu pendek dan mudah tepicu. Saya bertanya-tanya kapan kita mulai mengidentifikasi diri sebagai Indonesia. Dan agama, suku, ras, bisa setidaknya sedikit dikesampingkan untuk menjadi Indonesia, bersaudara dalam Indonesia. Aksi solidaritas tidak menyerang sesama saudara.

Jumat, 10 Agustus 2012

What's up, Life?

You know, life cannot serves all you want.

Aneh sekali saat kau sadari betapa hidupmu tidak akan pernah normal. Karena hidup yang normal adalah hidup yang sama sekali tidak normal. Hidup mu baru bisa dikatakan normal jika yang terjadi adalah hal-hal diluar kehendakmu, kendalimu, inginmu. Setidaknya itu menurut saya.

Turning 22. Bulan lalu saya tepat 22 tahun. Tidak ada special wish. Karena saya menghitung bukan dari hari saya berubah usia, tetapi hari bumi berubah usia. Tidak ada bedanya sebenarnya, tetapi saya memang jarang bermohon di hari ulang tahun. Tidak pula ber-resolusi atas usia baru saya. Menjadi 22 pun sebenarnya saya tidak mengerti bagaimana harus memaknainya. Kata orang, berharaplah agar bisa menjadi baik. Saya memilih berharap menjadi lebih baik setiap hari. Jika tidak sedang lupa.

Sebenarnya beberapa waktu belakangan ini banyak sekali masalah yang datang. Di dalam dan di luar rumah rasanya sama saja. Tapi saya tidak senang membahas masalah. Rasanya terlalu-kurang-beryukur jika terus menerus mengeluh karena merasa berat karena sebuah, atau beberapa buah, masalah. Saya memilih menyemangati diri. Mensugesti diri dengan kata-kata "what doesn't kill you makes you stronger" yang selalu menjadi kata-kata pamungkas saya jauh sebelum Kelly Clarkson mulai menyanyikan lagu dengan judul sama. Hal lain yang selalu saya percaya adalah "bukan orang yang lemah yang diberi cobaan yang berat". Jadi mulailah saya menghibur diri dengan menganggap diri saya sedikit lebih kuat dengan masalah-masalah yang datang. I should sit and share a cup of tea with problem. Sit like an old friends. Berdamai dengan masalah.

Akhirnya di hari-hari luang ini saya habiskan dengan membaca. Berlompat-lompat dari buku satu ke buku yang lain. Membaca hingga mata saya lelah. Menelusuri jejak seseorang melalui buku. Ini lucu, tapi memang seperti itu. Saya sedang berusaha menelusuri jejak seseorang melalui buku. Membaca buku-buku yang mengingatkan saya kepada orang tersebut. Tentu saja mereka-reka, mengingat kami tidak berkomunikasi secara intens. Well, sebenarnya bahkan tidak ada "kami" sama sekali. Hanya "saya" dan "dia", dua subjek dalam dua kalimat berbeda.

Ada hal bagus yang bisa dipelajari dari cuaca. Bahwa kau selalu bisa berharap akan ada hari yang lebih baik. Setiap badai akan memiliki akhir. Karena keadaan, biasanya, tidak akan bisa lebih buruk lagi saat sudah mencapai titik terburuknya. Maka seperti kata film dengan soundtrack favorit saya Badai Pasti Berlalu. Saya tidak mengatakan bahwa hari yang cerah adalah hari yang lebih baik. Menurut saya bagus tidaknya cuaca adalah milik subjektivitas manusia. Hujan menyenangkan hati para penggemarnya setara dengan cerah yang disambut ceria para pengikutnya. Badaipun bisa dinikmati, saat kita tahu cara mengurung diri dalam rumah dengan tepat. Tarik selimutmu rapat-rapat dan buka buku favoritmu. Atau saksikan petir yang menyambar dan bersiagalah menutup telinga. Besok pasti bisa lebih baik :)

Rabu, 25 Juli 2012

Mengapa Saya Tidak Boleh Jadi Pengacara?

Ini entah kali keberapa saya berniat untuk menulis tentang hal ini. Sayangnya, tulisan saya selalu berhenti di tengah jalan Entah karena kurang sreg dengan apa yang "akhirnya" saya tulis, atau karena kehilangan mood untuk menulis saat saya baru setengah jalan.

Kali ini saya mau sedikit bercerita sesuai bidang saya, hukum, yang empat tahun belakangan saya pelajari. Empat tahun sebagai mahasiswa hukum tentu menambah pengetahuan saya tentang hukum. Tapi diluar itu, empat tahun belajar hukum juga membawa pengalaman tersendiri buat saya. Satu hal yang paling sering saya alami adalah sebuah percakapan seperti ini:

"Kamu kuliah jurusan apa?"
"Saya kuliah hukum."
"Hukum? Hmm.. jangan jadi pengacara yah!"

Percakapan macam ini selalu saya jumpai saat bertemu dengan keluarga jauh, teman-teman orang tua saya, atau orang-orang yang baru saya kenal. Percakapan itu lalu saya lanjutkan:

"Memangnya kenapa?"
"Itu profesi banyak dosanya, orang sudah jelas salah malah dibela."

Sudah saya duga akhirnya pasti seperti itu. Menurut orang-orang yang saya temui tersebut (dan mungkin kebanyakan orang lainnya) profesi pengacara adalah profesi tercela. Membela orang yang salah. Membela pencuri, membela koruptor, membela pemerkosa, membela pelaku penabrakan, membela orang-orang yang jelas menjadi musuh masyarakat.

Jika sedang malas mendebat saya hanya tersenyum lalu beringsut meninggalkan lawan bicara saya. Tapi kadang kala, rasanya saya berkewajiban untuk menjelaskan "masalah pengacara" ini. Lalu mulailah saya menjelaskan panjang lebar.

Dalam hukum Indonesia, dianut asas presumption of innocence atau asas "praduga tidak bersalah". Artinya, tidak ada orang yang dapat dikatakan bersalah jika pengadilan, dengan segala proses pembuktiannya, belum menyatakan demikian. Jadi, sebelum pengadilan benar-benar menjatuhkan vonis "bersalah" kepada seseorang, ia masih dianggap "tidak bersalah".

Lalu, kenapa pengacara harus membela tersangka pelaku tindak kejahatan? Agar persidangan berjalan dengan seimbang. Dalam suatu persidangan, terdapat Hakim, Jaksa Penuntut Umum, dan Pengacara (jika Terdakwa menginginkan). Hakim dalam hal persidangan bertugas untuk memimpin, secara garis besar mendengarkan pembelaan kedua belah pihak, mempertimbangkan pembuktian yang terjadi dalam persidangan, lalu kemudian memutuskan hukuman yang akan dijatuhkan. Jaksa penuntut umum (JPU) bertugas untuk membuktikan bahwa terdakwa benar telah melakukan tindak pidana. Agar persidangan berjalan seimbang, maka terdakwa sebaiknya didampingi dengan pengacara. Pengacara bertugas untuk membela hak-hak terdakwa. Agar hak-hak terdakwa dapat terpenuhi. Agar terdakwa dapat menyampaikan suaranya dalam persidangan, membela dirinya.

Perihal bersalah-tidak bersalah juga bukan perkara sederhana. Kenapa? Karena dibalik perbuatan ada niat. Misalnya, seseorang ditangkap karena mencuri pisang. Apakah dia serta merta dapat dikatakan bersalah melakukan pencurian dan harus dihukum seberat-beratnya? Bagaimana jika ia mencuri untuk memberi makan keluarganya? Haruskah ia dihukum sama beratnya dengan orang kecukupan ekonomi yang melakukan pencurian sebagai profesi? Silahkan anda jawab sendiri. Hal ini lah yang harus diungkap dalam persidangan, oleh Jaksa Penuntut Umum yang bertugas untuk membuktikan kesalahan pelaku dan Pengacara  yang bertugas untuk membuktikan jika ada hal-hal yang dapat meringankan hukuman pelaku.

Lucunya, pendapat masyarakat mengenai pengacara ini sering berubah-ubah. Kasuistis, atau tergantung kasus. Jika yang menjadi terdakwa adalah orang miskin yang mencuri sendal atau nenek-nenek yang mencuri kakao, maka pengacara akan dielu-elukan. Dikatakan membela rakyat miskin. Jika hakim memutus bebas, pengacara kasus tersebut akan menjadi pahlawan baru. Lain halnya jika yang menjadi terdakwa adalah orang kaya yang korupsi, pengacaranya akan dianggap hina, tidak bermoral, karena membela pelaku korupsi. Padahal, pada dasarnya kerja pengacara pada dua kasus tersebut kurang lebih sama. Pada teorinya.

Contoh di atas memang terasa sedikit naif. Apa iya pengacara pada kasus korupsi melakukan hal yang sama dengan pengacara kasus remeh temeh? Tapi poin yang ingin saya sampaikan adalah, profesi pengacara pada dasarnya bukan hal tercela. Apa iya jika pada suatu hari saat keluarga kita berurusan dengan hukum kita memilih untuk tidak dibela dengan pengacara? Dengan berpegang pada asumsi "pengacara membela orang yang salah".

Mengenai "profesi tercela", menurut saya harus dikembalikan pada masing-masing orang. Profesi apapun dapat mendatangkan dosa jika dijalankan secara menyimpang. Bukankah guru mengaji pun masih ada yang mencabuli muridnya?

Akhir-akhir ini jika saya kembali terjebak dalam pembicaraan jangan-jadi-pengacara saya hanya menjawab dengan senyum. Rasanya malas terus menerus menjelaskan. Tapi juga salah jika dibiarkan. Mungkin dengan tulisan ini beberapa orang akan sedikit mengerti dan tidak perlu bertanya.

Sabtu, 21 Juli 2012

Cinta Segitiga: Saya, Skripsi dan Sims!

Melihat blog ini beberapa waktu ke belakang, sepertinya tidak banyak hal yang baru. Padahal saya masih ngutang cerita part 2 dari perjalanan singkat saya di bulan Mei kemarin. Draft postingan saya juga lumayan banyak, tapi sayang tidak pernah *belum* berhasil saya selesaikan. Aduh, ini tanda-tanda penyakit malas. Postingan terakhir saya buat secara kilat di sela-sela liburan saya yang sebenarnya bukan liburan.

Oh iya, good news nya skripsi saya sudah selesai. Setelah menunda-nunda berminggu-minggu setelah penelitian saya selesai, akhirnya ada "daya paksa" yang membuat saya siang malam ngetik skripsi. Teman saya, Nia, memberi kabar bahwa untuk lulus bulan September, berkas calon wisudawan harus dikumpulkan paling lambat 30 Juli. Wah, sial. Waktu mendengar kabar ini saya sedang tidak di Makassar, laptop saya lagi sakit parah dan saya baru saja menghapus back-up file bab 1 sampai 3. Celaka dua belas. Saya lalu menginstal antivirus baru dan menyembuhkan laptop saya dan buru-buru kembali ke Makassar. Intinya skripsi sudah kelar, tapi sepertinya niat saya lulus bulan September tidak akan kesampaian. Yah, tiap orang punya ceritanya masing masing dengan fase ini.

Setelah skripsi beres akhirnya saya menganggur lagi. Seperti biasanya, teman menganggur kedua setelah buku buat saya adalah game The Sims. Saya mulai main The sims sepertinya beberapa tahun lalu. Tidak seperti Simmer lain yang memulai dengan Sims 1 saya memulai dengan Sims 3. Baru belakangan setelah laptop kakak saya ngadat karena Sims 3 yang terlalu berat buat laptop, akhirnya saya berpindah ke Sims 2 dengan Expansion Pack Nightlife. Yah, lumayan lah.

Kalau disuruh memilih jelas saya memilih Sims 3. Kenapa? Graphic nya lebih bagus, pindah lot tidak perlu loading, bisa memilih sifat apa yang akan jadi traits sims ciptaan kita, bisa bikin keluarga gelandangan. Hahaha. Beberapa teman saya yang juga main Sims rupanya punya cerita yang sama dengan saya. Di awal-awal bermain sims, kami menciptakan sims yang sempurna. Sifatnya baik-baik, hidupnya normal, cinta keluarga, tidak punya musuh. Tapi lama kelamaan, sims macam ini membosankan. Akhirnya sims yang diciptakan mulai beragam, tidak lagi sims baik-baik. Favorit traits (sifat) saya di sims 3 adalah Kleptomaniac. Hahaha. Kenapa? Karena dengan menjadi Kleptomaniac sims saya tidak perlu susah-susah bekerja, cukup bertamu ke rumah orang kaya dan ngutil sesuatu. Setelah itu bisa dijual. hehehe.

Di Sims 2 yang tidak dilengkapi dengan fitur "traits" penyimpangan yang saya buat adalah menciptakan sims playboy. Jadi sims super playboy ini punya anak dimana-mana. Heheh. Tapi hal yang paling saya suka dari game ini adalah, saya bisa mendesain rumah semau saya. Saya lebih banyak menghabiskan waktu mendesai rumah bagi sims dibandingkan memainkan sims-sims saya. Main game The Sims memang tidak pernah membosankan. Di awal-awal permainan saya hanya akan berhenti setelah mata saya super berat kelamaan di depan monitor.


Sebelum memulai proses mengerjakan tugas akhir dan segala tetek bengeknya, saya meng-uninstall game the sims saya. Maksudnya supaya saya fokus dengan tugas akhir. Jadi masa vakum saya tidak bermain The Sims lumayan lama, sekitar 7 bulan. 



Anyway, saya tidak sedang menyarankan anda untuk bermain The Sims sepanjang hari di bulan ramadhan ini loh. Mendingan diisi dengan ibadah kaaaan.. :)

Kamis, 05 Juli 2012

Browny, The Slum-Cat Millionaire #eh

Hey La! Greetings from my hometown.. :)

Karena lagi sumpek dengan rutinitas sehari-hari di Makassar, akhirnya saya memutuskan bergabung dengan sepupu saya untuk liburan (baca: menemani mereka liburan) ke Sorowako. Horeee.. seperti biasanya saya selalu bersemangat balik ke kota ini. I love it's weather, i love the lake, i love the places, i love all of things about this town!

Hari ini saya tidak berenang dan kemana-mana, hanya di rumah karena hampir seharian hujan turun. dan tebak saya bertemu siapa? Kucing mantan tetangga saya! Ini dia penampakannya:

  
terimalah gambar ini apa adanya, saya lagi malas rotate me rotate. :p




Kucing ini dulunya *sepertinya* punya tetangga saya loh. Saya gak ingat namanya siapa. Seingat saya tetangga saya juga tidak memberi nama. Jadi panggil saja di Browny ya. Kalo dari jenis kucingnya, menurut ke sotoyan saya, kucing ini adalah kucing siam. Setelah ber google ria, inilah penampakan "siamese cat" atau kucing siam:

Siamese cat versi lebih terawat dari Browny. Huhuu..

Benarlah dugaan saya bahwa si Browny ini adalah kucing siam yang pastinya bernilai ekonomis. Saya lalu meng-google harga seekor kucing siam *mental money oriented*. Dari situs www.pets4homes.co.uk ternyata harga kucing siam berkisar pada angka 300-400 poundsterling atau jika dirupiahkan mencapai 4,8 sampai 6,4 Juta ! Wuooooow..

Tapi, sayang sekali si Browny ini sudah dikebiri dan lebih sayangnya lagi, di kota ini tidak ada kucing siam betina. Sampai tulisan ini diterbitkan pun saya tidak tahu si Browny ada di mana. Sejak tetangga saya meninggal, Browny memilih hidup sebagai kucing liar.

Kucing liar seharga jutaan rupiah. *fliptable*

Senin, 04 Juni 2012

If He Was Here Today, It's His 30th Birthday! :')

As I promised before, in June 4th, I'll explain about this photo

It's me and my brother in our father's overall, pretending that we're a kangaroo.

Hari ini tanggal 4 Juni 2012, hari ulang tahun kakak laki-laki saya di foto. Di hari ini seharusnya dia genap berusia 30 Tahun. But you now what? He didn't make it. Ulang tahunnya berhenti di tahun 2007. Dia tidak pernah sampai ke ulang tahunnya yang ke 25. He didn't make it. 

He's a good brother, you know. Kind of brother who says "you mess with my sister and I'll break your leg!" Once I was home with a bruise in my cheek. My friend kicked the basket ball to the wall and it bounced back and hit my face. He asked me who did it to me. I explained that it was an accident, that the boy who did it didn't mean it. He just said okay. But tomorrow, in the same gymnasium where I usually play basketball with my friends, he suddenly comes up. Asked me which boy who kick the basket ball yesterday. I told him that it's not necessary for him to know. I remember what he said: "I just wanna tell this boy, that basketball is to throw not to kick. Once I know that he did it again to you, I swear he will pay it." Yeah, he was that kind of brother. :')

Seingat saya dia pribadi yang kreatif, tapi pembosan. Seandainya di masa dia remaja grafiti sudah hype, mungkin dia biasa bikin grafiti yang bagus sekali. Dia juga selalu kreatif dalam memasak. Dia tidak pernah membuat mi instan sesuai instruksi standar, dia selalu punya cara untuk memodifikasi mi instan dan hasilnya enak. Biasanya sebelum masak mi instan dia akan bertanya dulu, "dila, mauko juga?" kalau saya mau, dia akan masak buat saya juga.

I missed him sometimes. My mother still cried on him sometimes. My father still cried in silent while he read Al-Quran. It's not because we didn't let him go. Not because we haven't let him go. It just so sad that we, somehow, almost forgot how is it feels when he was here.

If he were here today, saya mungkin sedang bersama keluarga saya, makan kue ulang tahunnya atau sekedar memberi ucapan selamat. The first or the second birthday after he's gone, we bought a birthday cake in his birthday, cut it, and ate it together. Wishing him a better place somewhere. We didn't do it today. Maybe because we've been let him go. Peacefully. :)

Sabtu, 02 Juni 2012

Hey Daddy, I Love You! :)

I made a post about my Mom in Mother's Day. And there is no Father's Day. No, not in Indonesia. And I didn't post anything about my father in his birthday. It suddenly came up in my mind that I have to write about him. So, here we go:


It's my father who help me fix my bike.
It's my father who teach me how to swim.
It's my father who accompany me watching MotoGP race since junior high school.
It's my father who accompany me watching football for years.
It's my father who always ask me about my day at school.
It's my father who made me a tumbler full of coffee when i should go to the airport in the midnight.
It's my father who always ask me if i still have enough money in my pocket.
It's my father who cover me with blanket at night.
It's my father who create a "crazy Sunday" when we have to clean the mosque near my house.
It's my father who teach me how to plant corn. And we nurse it until we can harvest it and share it to the neighbors.
It's my father who ask me to stop reading Harry Potter at night cuz it must hurt my eyes. Then i go to my room, turn the light off, and keep reading the book with flashlight in my blanket.
It's my father who made me some herbal medicine when i was sick. That's why i never tell him that i'm sick.
It's my father who brought me a lost turtle that he found at the drain. He named it Turles. Hehe
It's my father who made me a windmill from bamboo.
It's my father who tell me bedtime story.
It's my father who tell a speech when he asked to sing. hehe


and It's me who never realize all of that fact about him. :'(


I write this to remind me that every time I mad of him, I should remember that he has been very understanding, caring, loving, patient, wisely in raising me this recent 21 years. Now, It's my turn.