Rabu, 28 Maret 2012

Malu Dong Sama TNI!!

a same environment
could be ends different because of people's decision.
This pic is taken from here
Kemarin, untuk pertama kalinya sejak entah berapa tahun belakangan ini, saya pulang ke rumah dengan berjalan kaki. Tidak seperti biasanya, karena seringnya (bahkan selalu) saya menggunakan sarana becak dengan ongkos sekitar 4000-5000 rupiah. Rute jika menggunakan becak dan jalan kaki tentu beda. Menggunakan becak maka saya akan lewat jalan raya, sedangkan jika berjalan kaki, saya akan lewat pinggiran kanal yang memang lebih dekat. Lewat tepi kanal berkonsekuensi saya harus tahan dengan aroma tidak sedap dan pemandangan yang tidak indah karena kotornya kanal tersebut. Daerah tempat tinggal saya memang tergolong daerah kelas menengah ke bawah. Padahal daerah kami ini terletak tidak jauh dari pusat kota, tapi jika melihat kondisinya, rasa-rasanya mirip tinggal di daerah pinggiran Jakarta.

Sebagaimana daerah kumuh lainnya, hal yang cukup menjadi masalah daerah kami adalah sanitasi. Mengingat sebagian besar rumah yang dibangun adalah bangunan liar yang semi permanen, tentu saja sanitasi menjadi hal terakhir untuk dipertimbangkan. Akhirnya kanal menajdi jalan keluar. Aliran limbah MCK masyarakat akhirnya dimuarakan ke selokan-selokan yang berujung ke kanal. Hal ini diperburuk dengan tidak adanya mobil pengangkut sampah yang mau melintasi daerah kami yang berjalan sempit. Lagi-lagi kanal menjadi solusi pembuangan sampah bagi masyarakat sekitar. Dengan kanal sebagai muara segala pembuangan masyarakat, jadilah kanal dekat rumah saya kotor bukan kepalang, dengan air yang berwarna hitam dan sampah yang lama-kelamaan mendangkalkan kanal tersebut.

Kanal ini emudian menjadi sumber masalah masyarakat kembali. Macam lingkaran setan, akibat perbuatan masyarakat yg membuang sampah di kanal, di musim penghujan masyarakat pula-lah yang akhirnya menderita. Kanal yg mendangkal akhirnya meluap dan membawa banjir ke rumah-rumah. Untunglah beberapa tahun belakangan ini, banjir sudah tidak se-parah dulu lagi. Jika dulu banjir dapat mencapai tinggi paha orang dewasa, kini hanya sepantaran betis. Yah, memang tidak jauh lebih baik, tapi setidaknya ada perubahan. heheh.

Perubahan kecil namun berarti itu bukan dikarenakan kesadaran masyarakat yang bertamabah loh. Tapi karena kali ini setiap sebelum musim hujan datang, puluhan personil TNI ikut membantu warga membersihkan kanal dan selokan sekitarnya. Saya teringat tentang hal ini setelah membaca artikel di situs VOA yang berjudul Puluhan Personil Kopassus Bersihkan Sampah Bengawan Solo. Menurut berita tersebut, para personel Komando Pasukan Khusus tersebut merasa memiliki kewajiban untuk ikut menjaga kebersihan dan kelestarian Sungai Bengawan Solo yang telah terkenal hingga manca negara. Berita tersebut turut dilengkapi dengan keterangan dari Wakil Walikota Solo, Hady Rudyatmo, yang membenarkan bahwa kerusakan dan pencemaran sekitar Sungai Bengawan Solo memang telah sangat parah. Padahal jika mengingat-ngingat lagu Bengawan Solo ciptaan almarhum Gesang, rasanya sungai Bengawan Solo pada saat itu adalah sungai yang jauh dari keadaan sungai tersebut saat ini. Jauh lebih bersih, jauh lebih asri.

Tapi yang ingin saya tekankan dalam tulisan ini adalah keikutsertaan anggota TNI dalam kegiatan-kegiatan menjaga kebersihan lingkungan. Kita harus bersyukur bahwa dalam hal kebersihan lingkungan kita masih dibantu oeh anggota TNI. Hal tersebut tentu saja telah saya, dan masyarakat sekitar rumah saya, rasakan manfaatnya. Tapi yang di luar hal tersebut, seharusnya hal ini menjadi evaluasi bagi diri kita masing-masing. Seharusnya kita bisa jauh lebih peduli terhadap lingkungan sekitar rumah kita masing-masing. Tanpa perlu bantuan oleh anggota TNI seharusnya lingkungan kita masing-masing bisa lebih bersih dan terawat jika kita peduli. Tidak perlu menunggu banjir, tidak perlu bergantung pada bantuan anggota TNI.

Memang jika dirujuk lebih jauh, pemerintah daerah memegang peranan penting dalam menciptakan sistem yang lebih ramah lingkungan. Jika dikaitkan dengan kondisi sekitar rumah saya, maka seharusnya pemerintah dapat menyediakan truk sampah agar masyarakat tidak membuang sampah di selokan. Tapi, pertama-tama kesadaran masyarakatlah yang penting untuk ditumbuhkan. Karena pada dasarnya, kebiasaan buruk tersebut pada akhirnya akan merugikan masyarakat kembali.

Salah satu solusi atas permasalahan sampah ini adalah pengoperasian gerobak-gerobak sampah yang dapat mengangkut sampah ke kontainer sampah yang letaknya sedikit jauh dari pemukiman. Keluarga saya telah menjadi langganan gerobak sampah yang dioperasikan oleh anak-anak muda sekitar pemukiman. Dengan memungut biaya 2000 rupiah, sampah rumah tangga akan dijemput oleh mereka untuk dibawa ke kontainer. Sayangnya, masih banyak masyarakat yang merasa berat untuk membayar dan menganggap akan jauh lebih praktis membuang sampah di selokan. Gratis pula.

Bertahun-tahun sebelumnya, pemerintah mencanangkan program kebersihan, dimana setiap minggu dilakukan gotong-royong membersihkan lingkungan kami. Program ini mengutamakan keikutsertaan masyarakat kalangan menengah kebawah karena pada akhir kegiatan, dibagikanlah bahan-bahan pokok macam gula pasir, beras, minyak goreng, secara gratis. Program ini pada akhirnya menunjang tercapainya 2 hal, bantuan sosial kepada masyarakat miskin dan kebersihan lingkungan. Sayang sekali program ini terhenti tanpa sebab yang jelas.

Bantuan anggota Tentara Nasional Indonesia dalam menjaga kebersihan lingkungan tentu saja sangat bermanfaat bagi masyarakat. Namun, pekerjaan rumah dalam hal kebersihan lingkungan tidak berhenti sampai di situ. Pemerintah memiliki tanggung jawab yang besar untuk membuat program-program peduli lingkungan. Masyarakat tak kalah bertanggungjawabnya dalam hal ini. Program apapun yang nantinya akan dilaksanakan tidak akan berhasil tanpa peran aktif masyarakat yang didukung dengan kesadarn penuh. Pada akhirnya, lingkungan harus dipandang sebagai aset bersama agar tidak ada saling lempar tanggung jawab dalam pemeliharaannya.

Namun, satu hal yang pasti, kita harus memberi apresiasi tinggi terhadap anggota TNI kita yang telah dengan susah payah membantu masyarakat kita mewujudkan lingkungan yang bersih, sehat, dan bersahabat. :)
Anggota TNI ikut membersihkan kanal di Makassar (1)
gambar ini diambil di sini


Kondisi kanal yang dibersihkan sekitar bulan September 2011.
gambar ini diambil di sini  

Minggu, 25 Maret 2012

Buku dan Film

Halo, postingan kali ini saya lagi mau membahas tentang buku yang sedang saya baca saat ini dan Film yang saya tonton baru-baru ini.

Dimulai dengan Buku. Setelah sekitar satu setengah bulan berhenti baca buku fiksi biar bisa fokus nulis proposal skripsi, akhirnya saya luluh juga *apa coba*. Mumpung proposal saya masih ada di pembimbing 2, saya ngisi waktu dengan baca buku yang saya rental di Snoopy seperti biasa.

Sebelum memilih buku saya biasanya sudah menentukan kali ini saya mau baca buku apa. Fiksi, Non-fiksi, science-fiction, komik, chicklit, biografi, dll. Kali ini saya memutuskan untuk membaca buku fiksi yang ringan-ringan saja. Dan jatuhlah pilihan saya pada sebuah buku fiksi berjudul Wedding Officer yang diIndonesiakan menjadi Pejabat Pernikahan. Kenapa saya memilih buku ini karena saya pernah baca buku lain yang ditulis oleh pengarangnya. Pengarang buku ini namanya Anthony Capella, sebelumnya dia udah pernah nulis buku yang judulnya The Food of Love.

Berhubung saya belum menamatkan buku Wedding Officer, jadi lebih baik saya cerita tentang buku The Food of Love saja. Kalo saya ga salah buku ini bersetting di Italia, tepatnya kota apa saya lupa *maaf* hehe. Intinya buku ini penuh dengan cerita tentang si tokoh utama pria yang jago masak makanan italia. Lengkap dengan segala intrik percintaan yang lumayan "panas" hehe. Tapi yang benar-benar menawan hati saya adalah penggambaran tentang masakan italia beserta bahan-bahan dan cara memasaknya. Tentang pasta dan antipasto, bumbu-bumbu khas italia, dan ciri-ciri masakan italia yang walaupun berjenis sama tapi tiap-tiap daerah punya khas masing masing. Apakah itu bumbu masakan, cara memasak, atau cara menyajikan. Memang sejak dulu saya sudah jatuh hati dengan negara itu. Saya jatuh hati tepat pada pertandingan sepakbola  italia pertama yang saya tonton di TV, waktu iu Fiorentina lawan entahsiapa. Saya fokus ke Fiorentina karena pemainnya cakep-cakep. Mudah ditebak. Berawal dari sepak bola. Semenjak itu saya selalu ngiler pengen ke itali.

Ini dia cover buku The Food of Love


Nah, buku the Wedding Officer masih bersetting di Itali, dan masih banyak menceritakan tentang masakan italia. tapi bedanya, kali ini settingan waktunya sekitar tahun 1944, di tengah-tengah perang dunia kedua. Cerita awalnya tentang kota Naapoli yang porak-poranda karena perang. Akhirnya pelacuran meraja lela. Pemerintah Inggris, yang merupakan bagian dari tentara sekutu, resah dengan banyaknya perkawinan yang dilakukan antara tentaranya dengan pelacur Itali yang ceritanya cantiknya nggak manusiawi. Untuk menekan angka pernikahan, dibuatlah pejabat pernikahan yang tugasnya menyurvei para wanita yang berniat menikah dengan tentara Inggris. Kalo terbukti pelacur, ya nggak boleh nikah. Saya ingat di buku ini ada kalimat "tidak akan ada laki-laki yang fokus berperang jika 60 mil di belakangnya ada istri cantik menunggu di rumah." hahaha.

Oh iya, gara-gara baca buku ini, saya sampe kebawa mimpi. Ada bagian di buku ini yang menceritakan saat ada seorang gadis kecil yang datang meminta selimut sebagai imbalan karena telah melayani prajuri Inggris. Ya, ceritnya saat itu, wanita-wanita menjual diri untuk apa saja. Selimut, sabun, makanan, penisilin (buat ngobatin penyakit kelamin) dll. Saya jadi kebawa mimpi. Saya mimpi beli mi ayam di langganan saya pake baju 5 potong. Benar-benar absurd.

Ini dia cover buku Wedding Officer

Selesai membahas buku, tadi saya habis nonton The Raid bareng teman-teman kampus. Sebenarnya saya tidak begitu suka dengan film-film action yang berdarah-darah. Saya sukanya science-fiction tau kalo action paling banter yang militer-militeran lah. Tapi berhubung kayaknya The Raid ini mengebohkan jagad perfilman dalam egeri, akhirnya saya nonton juga. Bagus loh ternyata. Saya yang nonton bareng teman-teman cewek harus terkagum-kagum ria dengan kekerenan para pemain film itu. Apalagi Firda yang secara tidak manusiawi  ngefans dengan Iko Umais. Hahaha. Berikut teman-teman saya dan lelaki idoanya masing-masing:

Ini dia yang bikin Firda hampir dibantu oksigen selama nonton film The Raid:

Kalo yang ini, resmi bikin saya mendefinisikan ulang masa depan saya *absurd* dan sabrina tiba-tiba rabies dan menyerang saya habis-habisan karena gemes. Hahaha


Kalo yang ini si Sersan Jaka (yang mirip Daniel Mananta) yang bikin Bon lupa utang #eh?
Yang pegang pisau loh ya bukan yang pegang pistol!

Nah, selain tiga pria tadi, masih ada lagi 2 lelaki yang resmii membuat Sabrina, Bon dan Firda (kecuali saya) Klepek-klepek. Ini dia:
Pria ini kami curigai terinspirasi dari gangster asal maluku yang barusan ditangkap polisi. yaah.. you know who. Pria-pria yang berasal dari pulau berinisial Kei #eh


Nah, the last but not least! jeng jeng jeng jeeeeeeeng!! Mad Dog a.k.a. Mas Joko (kata Sabrina) a.k.a Ki Joko Bodo KW 2 (kata Bon)

Pria inii adalah manusia super yang secara mencengangkang tidak mati-mati walopun sudah dihujani pukulan, tendangan, bantingan, tamparan, pitingan, dan injakan. Mungkin dia akan mati kalo dihujani CIUMAN. hahaha. Entah apa resep bertahan hidup dari pria ini. Mungkin tiap pagi dia sarapan barbel. Kata Bon pasti dia rajin minum ginseng, macam Bon hidup serumah saja dengan dia. Teori Sabrina adalah dia rajin makan Sari Roti. Saya makin bingung, apakah Bon atau Sabrina yang serumah dengan pria ini. Teori saya adalah, dia rajin minum Extra Joss. Hahaha.

Intinya film The Raid ini wajib ditonton. Bagus!!!!!

Sabtu, 17 Maret 2012

Toleransi Selera

Sudah beberapa hari ini saya mikir tentang toleransi. Kalau toleransi umat beragama mungkin sudah jadi pembicaraan umum. Tapi saya nggak mau bahas tentang itu. Bukan karena tidak penting, tapi lebih karena memang bukan itu yang ada di pikiran saya.

Akhir-akhir ini rasanya kita (yang berarti saya juga) sangat sulit bertoleransi dengan orang lain masalah "selera". Ya selera berpakaian, musik, film, bacaan, semua yang didasari dengan "selera". Susah juga mendefinisikan kata ini. Tapi saya yakin kalian bisa mengukur sendiri apa yang dinamakan dengan selera. Mungkin seperti kesukaan. Saya suka dengar lagu pop, mungkin dia lebih suka lagu rock.

Belakangan ini kalo ada yang ngaku suka boyband atau girlband Indonesia kita langsung men-judge habis-habisan. Dikatain kampungan, nggak punya selera musik, norak, atau kadang-kadang malah dianggap bodoh. Padahal itu selera. Sama jika beberapa orang (atau mayoritas orang) lebih suka boyband atau girlband korea. Tapi kenapa kalau suka boyband-girlband korea boleh-boleh saja sah-sah saja? Lantas apa bedanya. Ada yang bilang karena boyband-girlband Indonesia cuman nyontek Korea, suara pas-pasan, maksa, sering Lipsync, dll. Tapi kalo misalnya si A emang suka yang seperti itu, apa si A salah?  Menurut saya tidak. Rasanya setiap orang punya hak untuk menyukai apapun selama itu tidak merugikan orang lain.

Saya pada dasarnya tidak begitu tertarik dengan boyband-girlband baik korea maupun inonesia. Bahkan kalo saya ingat-ingat, selama ini saya tidak pernah nge-fans sampe fanatik ke penyanyi atau artis. Dulu aja saya sempat suka westlife jaman SD, tapi tidak pernah sampai mengelurkan uang buat beli pernak-pernik, majalah, atau apapun yang berbau westlife. kayaknya saya lebih sayang uang daripada artis idola.

Saya terkadang sering mikir kenapa kita (yang berarti juga saya) sering kurang toleransi terhadap selera orang lain. Apa karena kita merasa superior dengan diri kita? Atau karena kita merasa jika ada yang memiliki selera berbeda dari selera orang banyak itu salah? Apakah mayoritas berarti benar?

Beberapa waktu yang lalu saya sempat mikir-mikir dan menyimpulkan kalo kita (yang berarti juga saya) takut menjadi berbeda. Saat mayoritas orang mencela SM*SH tiba-tiba menyukai SM*SH menjadi tindakan tercela yang boleh dicela beramai-ramai. Karena apa? Karena berbeda?

Apa sulitnya mengerti dan mulai bertoleransi? Saat kita tidak se-selera dengan orang lain, mungkin kita harus kembali mengingat bahwa pada dasarnya kita setara. Sama-sama menyukai sesuatu. Mungkin anda bisa menebak-nebak pribadi seseorang dari seleranya, tapi menurut saya tidak untuk dicela.  Seseorang yang menyukai jazz rasanya tidak lebih tinggi derajatnya daripada orang yang menyukai lagu dangdut. Dan menyukai hal yang disukai mayoritas masyarakat rasanya tidak memberi hak dan superioritas untuk mencela orang-orang dengan selera berbed. Itu menurut saya, anda boleh saja berpikiran berbeda. Toh kita sedang belajar bertoleransi :)

Rabu, 14 Maret 2012

Tak (dapat) Berjudul

Hola!!
Akhirnya saya nulis lagi, tidak terasa saya melewatkan bulan February. Huu... Tanpa tulisan apapun. Huuuu... Tanpa komentar terhadap Valentine saya yang biasa-biassa aja. Huuuu...Curhat...

Nah, mau cerita apa sebenarnya saya juga ga tau. Sebenarnya postingan kali ini lebih ke euforia karen saya udah berhasil mengalahkan sifat penunda-nunda saya (setelah sebulan menunda) mengganti kartu modem saya yang habis masa berlaku tanpa peringatan. Heheh

Oh iya, tadi saya pulang kampus naik angkot yang biasanya cukup 30 menit menjadi 1 jam. Tadi di pintu 1 Unhas rupanya banyak teman-teman mahasiswa yang sedang turun aksi. Memprotes rencana kenaikan BBM yang akan dicanangkan pemerintah. Sambil ngelamun karena ga bawa buku bacaan akhirnya saya nguping pembicaraan ibu-ibu yang duduk di samping saya. Seperti biasa, pembicaraan berputar pada aksi mahasiswa yang menurut ibu tersebut tidak ada gunanya. Mau demo atau ga demo, BBM tetap akan naik. Lagi kata si Ibu, demo seperti itu buang-buang waktu, merugikan diri sendiri karena bolos kuliah, dan menzalimi orang tua karena sudah menyalahgunakan kepercayaan orang tua (bilangnya kuliah padahal demo, gitu).

Saya tidak bermaksud menanggapi kata-kata si ibu, karena semua orang bebas berpendapat. Saat itu saya, yang belum pernah ikut aksi, bertanya tanya. Apa yang ingin dicapai dari menutup badan jalan? Apa esensi dari tindakan membakar ban? Setelah aksi selesai kita terus lantas akan ke mana? Ke rumah masing-masing lalu mandi, makan, dan tidur atau kemana? Saat kita tahu orasi-orasi akhirnya dibalas caci maki dan doa yang mengutuk, salahkah kita?

Saya mahasiswa biasa saja, belum pernah ikut aksi dan tidak pernah diajak aksi. Tidak pedulikah saya kepada bangsa ini?

Selasa, 17 Januari 2012

Indonesia dalam ChickLit Learning Curves :B

Akhirnya ngepost lagi. Beberapa hari belakangan saya sedang menjalani aliran hidup baru berbasis ajaran Zen, yaitu hidup sederhana. Bukan karena ajaran Zen nya sih, tapi lebih karena saya emang kere ga punya duit. Heheh. Pulsa modem habis, dan saya belum punya uang buat ngisi lagi. Jadi hari ini saya ngepost dengan modal minjem laptop Bon a.k.a Sri Rahayu dan dengan mengandalkan jaringan internet kampus.

Hari ini saya cuma mau bercerita tentang buku yang saya baca tadi malam nonstop. Lagi-lagi karena saya kere se kere-kerenya, saya hanya bisa nyewa buku, tidak sanggup untuk beli baru. Dan pilihan saya jatuh pada ChickLit serial The Single Happy yang judulnya Learning Curves karangan Gemma Townley. Learning Curves ini diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Misi Rahasia.

Setelah saya baca, jeng jeeeeengg.... ternyata buku ini bercerita tentang penyelidikan seorang cewek yang bernama Jenifer Bell di sebuah perusahaan konsultan milik ayahnya sendiri. Si Jen menyelidiki apa? Dugaan keterlibatan perusahaan konsultan ayahnya pada korupsi di Indonesia. Ya, di Indonesia. Ceritanya, setelah 2 tahun tsunami menerjang Aceh, kembali terjadi gempa bumi. Rumah-rumah yang dibangun dengan uang donasi bagi para korban tahun 2004 secara mengejutkan kembali hancur karena gempa. Dicurigai bahwa perusahaan yang memenangkan tender untuk membangun rumah-rumah tersebut, membangun tidak sesuai standard. Dikhawatirkan terjadi penyuapan antar perusahaan tersebut dengan pemerintah Indonesia terkait proses tender tersebut.

Pada dasarnya buku ini bercerita tentang ke-galau-an Jen yang harus menyelidiki ayahnya sendiri yang telah meninggalkannya sejak usia 13 tahun. Ditambah munculnya seorang cowok tampan dan ibunya yang ternyata pernah berselingkuh yang membuat hidup si Jen ini makin ruwet. Tapi, fakta bahwa negara yang dipilih penulis sebagai lokasi kasus yang mendasari penyidikan adalah Indonesia. Yang notabene memang sendang carut marut dengan korupsi. Ada hubungannya dengan kondisi Indonesia saat ini? Wallahualam.

Lumayan banyak juga buku karangan luar yang pernah saya baca yang mencatut nama Indonesia walaupun tidak bersifat konstektual. Lebih bersifat anekdot. Di sebuah buku yang berjudul Planet Janet, ibu si Janet lagi marah karena Janet memasukkan pakaian berwarna yang melunturi pakaian lain di dalam mesin cuci tersebut. *kalo saya ga salah* Dalam redaksi marah-marahnya ibu si Janet, dia mengancam akan mengirim Janet ke Indonesia. Kata si ibu, kalo di Indonesia, Janet harus bekerja 2 tahun baru bisa beli mesin cuci. Waktu membaca itu saya lumayan tersinggung. Di pikiran saya emang sih negara saya miskin, tapi ga gitu-gitu juga miskinnya. Tapi hari ini saya mikir lagi, yah... mungkin bagi beberapa orang di negara ini, memang butuh 2 tahun bahkan lebih untuk membeli mesin cuci. Setelah beli pun belum tentu daya listik di rumah bakalan cukup. Agak-agak ironis memang, tapi ada benarnya. Hehe.

ini dia cover depan buku Learning Curves

Selasa, 10 Januari 2012

Lomba Review Berita :)

Dear friends, hari ini saya mau membagi info lomba menulis, tapi bukan karya tulis atau essay. Lomba ini merupakan lomba review berita yang diadakan oleh Tempo Institute. Lebih jelasnya, simak yang dibawah ini:


Lomba Review Berita Tempo.co



Berhadiah Satu Bulan Magang di Tempo Institute

...


Demi meningkatkan mutu jurnalistik dan pemberitaan, Tempo Institute mengajak teman-teman (pelajar, mahasiswa, umum) untuk bersama memberi komentar atau review atas berita-berita yang dimuat di Tempo.co, selama bulan Januari 2012.

Silakan meneropong, mengritik, dan mereview berita apa saja. Bisa tentang kasus Mesuji, Bima, ironi keadilan sandal buat Aal, kematian tragis Adesagi, olah raga, resolusi kalangan selebritas, atau sepak-terjang pemberantasan korupsi yang maju-mundur.

Komentar dan review ini akan menjadi masukan berharga buat tim redaksi dan juga TempoInstitute Indonesia.


Review yang diminta adalah : apakah berita tersebut penting bagi publik, menarik, seberapa kuat nilai layak berita di dalamnya, dan apa kekurangan atau kelebihan berita tersebut.


Caranya:


1. Daftarkan diri Anda di Forum Tempo.com di Tempo.co atau

2. Pilih satu berita di Tempo.co, lalu tulislah review berita itu di Thread "Lomba Review Berita Bersama Tempo Institute)

3. Masukkan tulisan Anda ke dalam New Thread di Kanal itu.

4. Tulisan singkat saja, maksimum 200 kata

5. Tenggat : 5 Februari 2012

6. Pengumuman disampaikan pada 10 Februari 2012

7. Lomba ini berlaku bagi siapa saja, diutamakan mahasiswa dan pelajar.


Hadiah

1 (satu) penulis review terbaik dari kalangan mahasiswa diberi kesempatan magang selama 1 (satu) bulan di Tempo Institute (transportasi dan akomodasi ditanggung).

10 review yang pilihan akan diberi bingkisan masing-masing berupa : 1 buku "Kecap Dapur TEMPO" (buku baru terbitan KPG Gramedia), 1 flash disk Tempo.co, dan 1 kaos Tempo.co.



Ayo, mari meneropong berita Tempo.co

Salam, Panitia


Pertanyaan bisa diemail ke institut@tempo.co.id

Selamat berkompetisi.. ;)

Minggu, 08 Januari 2012

Happy Holiday!!

Hallo...senang sekali bisa menulis lagi. Ayo tebak saya sekarang lagi ada di mana... Yep saya sedang berada di kota kelahiran saya, yang saya ceritakan dalam postingan Saya dan Kota Itu. Dulu... Senang sekali rasanya berada di kota ini lagi. Bangun pagi disambut udara yang sejuk, angin yang sepoi-sepoi, dan suara air danau yang berderai memanggil. Walhasil dengan segala godaan dari danau saya renang hampir tiap hari. Saya lebih senang berenang di sore hari, air danau lebih hangat, dan matahari berangsur-angsur terbenam. Harapan saya kulit saya tidak akan begitu terbakar matahari. Tapi...kenyataannya, Watch out Farah Quinn, now I am way tanned than you! Hahaha... *bangga*

Di pagi hari saya biasanya jalan-jalan pagi dengan ponakan saya masih TK. Lumayan, bisa sedikit olahraga sambil ngecengin bule-bule menikmati udara pagi yang jarang-jarang ditemukan di Makassar. Kalo lagi malas renang, saya dan 2 ponakan saya wara wiri naik sepeda. Jangan pikir di sini gowesnya macam gowes keren-kerenan naik fixie bike sambil pake jeans dan kacamata hitam. Di sini, sejauh yang saya perhatikan, tidak ada yang naik fixie. Kenapa? Ga sanggup! Tanjakannya tinggi tinggi giliran turunan, wuss.. sepeda bisa super kencang. Ga mau pake rem? Silahkan siapkan nyali buat nyungsep di danau. Hehehe.

Resiko renang sore adalah harus gaul bareng bule. Karena pantai tempat saya renang adalah pantai depan rumah yang sedikit privat, jadi tidak banyak orang yang renang di pantai itu. Paling banter yang renang ya keluarga-keluarga bule tetangga yang anaknya sebaya ponakan saya. Penduduk lokal lebih senang berenang di pantai lain yang lebih ramai.

Sudah beberapa hari ini saya tiap renang pasti bertemu dengan keluarga New Zealand yang ramah sekali. Nah, kalo renang bareng mereka, jadinya saya ga bisa renang sama sekali. Hanya bisa berendam. Soalnya, si ibu yang namanya Shirley, selalu ngajak ngobrol. Saya pikir saya yang paling kepo, eh ternyata Shirley jauh lebih kepo. Hihihi. Dia nanya macam-macam, mulai dari bunga yang tumbuh di danau yang dia pikir ubur-ubur sampai kalo orang Indonesia nikah pilih suami sendiri atau dipilihkan orang tua. Tapi lumayan asyik juga ngobrol dengan Shirley, karena selain kepo, dia juga lumayan informatif, sering bercerita tentang negaranya, budayanya, macam-macam.

Siang-siang begini, kalo lagi ga ada kegiatan atau lagi malas ngapa-ngapain saya dan ponakan saya yang TK akhirnya main game online. Bukan games macam PB atau games-games heboh, tapi games online buat anak-anak. Dress up games, make over games, game-game kecil untuk anak TK macam itu. Tadi malam saya main game dress up yang harus mendandani Justin Bieber dan Selena Gomez dengan pakaian dan asesoris natal. Dan inilah JB dan Selena versi saya:


Bosan mendandani Justin Bieber jadi wanita, akhirnya saya dan ponakan saya beralih ke games make over. Kali ini yang dimake over adalah Brad Pitt. Huuu...idola hampir semua wanita normal. Dan..inilah Brad Pitt dengan make up on hasil kreasi saya.


Games-games seperti ini lumayan asyik buat mengisi waktu kalo lagi suntuk. Ato lagi malas ngapa-ngapain.

Tapi lama-lama liburan di sini juga lumayan membosankan. Bagi yang suka belanja, bakal setres karena di sini tidak ada Mall. Bagi yang suka nongkrong, di sini juga tidak ada kafe-kafe yang hip buat nongkrong. Bagi yang suka nonton apalagi, disini tidak ada bioskop. Jadi kalo liburan di Sorowako aktivitas kita apa dong? Nah, bagi yang suka aktivitas outdoor, kota ini akan sangat menarik. Banyak olahraga yang bisa dikerjakan di sini. Berenang di danau, naik sepeda berkelilig kota atau downhill di bukit, olah raga dayung dengan kayak di danau, jogging, futsal, tenis, sepak bola, basket, dan hiking. Semuanya cuma-cuma alias gratis. Seluruh fasilitas olah raga dapat digunakan secara cuma-cuma, kecuali kayak yang harus nyewa. Itupun tergolong murah, sekitar 25.000 per kayak, sepuasnya. Asyik kan.

Sayang sekali teman-teman kuliah saya tidak bisa ikut berlibur di sini. Padahal jauh-jauh hari saya udah ngundang mereka kesini. Sejauh ini liburan saya menyenangkan mengingat saya senang bersepeda dan berenang. Selain itu di sini juga ada perpustakaan umum kecil yang bisa dikunjungi pada jam-jam kerja, jadi bahan bacaana selalu tersedia untuk saya yang gemar baca. Walaupun saya tidak berlibur ke pulau lain, atau negara lain, liburan ke Sorowako sudah cukup buat saya untuk refreshing sejenak sebelum kembali ke kampus dan berurusan dengan tugas akhir. Sebelum bertemu kembali dengan pertanyaan: "kapan proposal?" "kapan skripsi?" dan "kapan lulus?". Hehehe. Happy Holiday all!! B)

Nb: satu-satunya yang kurang dari liburan ini adalah: saya lupa bawa kacamata hitam. Huuuu....