Kamis, 18 Juli 2013

melantur tentang kebalikan dan teman hidup

Pada akhirnya saya menulis ini dibawah selimut yang dipakai terbalik. Bagian luar menjadi dalam, dalam menjadi luar. Seperti pikiran. Saya sedang ingin membalik pikiran.

Kau tau setiap kali melihat orang "gila" saya menghindar. Banyak yang berkata itu fobia. Tidak, saya tidak setakut itu dengan mereka. Saya hanya memperkecil kemungkinan mengganggu atau diganggu mereka dengan mereduksi tanda-tabda kehadiran saya. Misalnya dengan mengambil jalan memutar. Baiklah, saya memang takut. Tapi yang selalu ada di pikiran saya, apa yang mereka, orang yang kita labeli "gila" ini, pikirkan? Pasti ada hal-hal yang sangat besar di pikiranmu hingga kau merasa melindungi kakimu dari aspal panas adalah perkara nomor sekian. Apa perkara nomor satu? Politik kah? Ilmu pengetahuan? Tuhan? Atau cinta? Pasti si "perkara nomor satu" ini benar-benar pelik. Sampai-sampai berpakaian atau tidak, seperti alas kaki tadi, jadi perkara nomor sekian. Si "perkara nomor satu" pastilah benar-benar menyita pikiran. Lalu datanglah kita memasang label "gila". Ada pula saya yang takut dengan orang-orang yang terlalu pemikir itu. Bukankah masing-masing kita "gila" dalam standar-standar tertentu?

Oh iya. Kemarin saya berpikir membuat tulisan tentang apa saja yang ingin saya lakukan bersama dengan pasangan saya nanti. Akhirnya urung saya tulis. Kenapa? Karena sepertinya bagian itu masih terselimuti kabut. Saya sudah sempat menulis "menikmati hujan bersama, saya dengan buku yang tak kunjung ditamatkan, kau dengan tugas dari kantor yang kau bawa pulang". Sampai di situ saya berfikir, bagaimana kalau ternyata nantinya "dia" tidak bekerja di kantor. Bisa saja ia bekerja di lapangan, sebagai pilot misalnya. Tugas apa yang harus buru-buru ia kerjakan sampai harus dibawa pulang ke rumah? Ah, romansa tanpa detail memang menyulitkan.

Padahal daftar saya sudah lumayan banyak. Seperti "nonton pertandingan Chelsea bersama di hari Sabtu". Bagaimana kalau dia tidak suka nonton sepak bola? Lebih senang menonton tinju seperti bapak saya. Akhirnya saya menyerah. Lebih baik memikirkan partner in crime nya dahulu sebelum tindak kriminalnya.

Ah iya, berbicara tentang bapak saya. Akhir-akhir ini saya sering teringat dengan sebuah hipotesa yang menyatakan bahwa parempuan biasanya akan mencari pasangan yang sedikit-banyak memiliki kesamaan sifat dengan bapaknya. Benarkah? Mungkin itu bagian dari keinginan untuk merasa "aman". Seperti saat kau tidur dengan rasa aman karena mengetahui bapakmu ada di rumah. Mungkin dengan mencari pasangan pemilik  kualitas mirip bapak rasa aman itu terpenuhi. Ada bagian-bagian dari bapak yang benar melekat denganmu dan membuatmu mencari pasangan yang mengingatkanmu tentang hal-hal itu. Kau melihat bagian-bagian itu di orang lain. Lalu jatuhlah dirimu. Dan saya rupanya sudah melantur jauh dengan hipotesa cengeng.

Tapi sepertinya begitu. Lelaki di rumah saya tak ada yang merokok. Bapak saya tak tahan dengan asap dan bau rokok. Tak ada kakak ipar saya yang merokok. Oke, pembuktian hipotesa saya memang tak meyakinkan. :D

Sekali lagi itu hanya hipotesa. Tak perlu lah diributkan lebih jauh.

Nah, cukuplah igauan saya malam ini. Di luar hujan. Saya sedang mendengarkan lagu-lagu Mr Sonjaya. Kurang apa lagi? Hehe. Selamat malam! :)

Sabtu, 06 Juli 2013

Weird Saturday

Hey la!
Beberapa hari belakangan ini hidup monoton saya rasanya sedikit berubah karena beberapa kejadian yg katakanlah menarik. Biasanya, di saat-saat seperti ini saya akan sulit berkonsentrasi karena terus memutar ulang, menganalisa, dan berspekulasi. Saya teringat kebuasaan lama, menulis. Seperti saat-saat kau merasa benar-benar kewalahan dengan pikiranmu sendiri, lalu kau mulai menceritakan ke orang lain. Bagi saya, menulis sama membantunya.

Hari ini cukup tidak biasa. Sejak dua bulan lalu, Sabtu adalah hari berenang saya. Biasanya pagi-pagi sekali saya akan mulai memasak. Saya dan keponakan saya lalu berenang di danau depan rumah dan makan masakan yang saya buat. Terkadang, ikan-ikan danau juga kebagian.

Hari ini Sabtu yang berbeda, tapi sama menariknya. Saya berenang sendiri, mengejar target 500 meter. Sayang hanya tercapai 400 meter karena tiba-tiba gelombang air danau membawa banyak serangga ke lintasan renang saya. Tapi renang pagi saya tetap menyenangkan. Sepertinya Tuhan mengabulkan doa saya pagi ini. Tak perlu lah saya ceritakan ada apa. :)

Hari ini berlanjut dengan hujan sepanjang hari. Tidak punya buku bacaan yang menarik akhirnya saya memilih tidur. Aneh sekali rasanya bisa tidur siang lagi. Semakin aneh ketika saya menyadari tidur saya tidak nyenyak. Padahal hari sedang hujan dan saya di balik selimut yang hangat. Scumbag mood. Sepertinya siang ini saya sedang tidak mood bermalas-malasan.

Sore menjadi lebih menarik. Atau aneh. Diawali dengan sahabat saya yang datang menjemput dengan motornya. Langit mendung, dan kami berdua berkendara dalam gerimis demi... entahlah demi apa. Kami hanya berpikir untuk mencari makan seperti kebiasaan kami saat masih di Makassar. Kami sedang menertawakan diri kami sendiri yg naik motor dengan pakaian lengkap jins, lengan panjang, dan jaket sedangkan anak-anak smp atau sma di samping kami dengan santainya berbaju tipis dan bercelana pendek. Are we that old? Atau mereka saja yang memang kebal dengan udara dingin. Dan kesialan kami pun dimulai.

Tiga remaja tanggung, laki laki, sepertinya masih SMP, berboncengan menggunakan 1 motor berkendara di samping kami. Saya yakin sekali setidaknya satu dari mereka pasti sedang mabuk. Ya, ini kota kecil. Tapi peredaran miras sepertinya gila-gilaan. Teman saya dulu banyak yang mulai minum saat kami masih SMP. Kembali ke ketiga remaja tadi, entah kenapa sepertinya mereka mulai mengganggu kami. Menyalip motor kami, lalu menunggu kami lewat, lalu menyalip kembali. Dengan jarak yang sangat dekat. Awalnya saya dan teman saya hanya tertawa. Tapi setelah dua kali, saya mulai naik darah dan sedikit takut. Jalanan basah dan banyak kerikil lepas, saya takut mereka lepas kendali dan menyenggol kami. Sialan sekali. Yang menjengkelkan adalah setelah saya tegur mereka malah tertawa-tawa. Gosh! Sepertinya saya menghabiskan jatah mengumpat harian saya dalam 2 menit. Di usia belasan, kejadian seperti itu mungkin akan terasa sedikit menyenangkan. Tapi saat ini, bukan berarti saya sudah tua dan membosankan, hal-hal seperti itu rasanya menjengkelkan sekali. Why they don't do their silly maneuver to those teenage girls with hotpants? Why us? Kami baru terbebas dari tiga testosteron berjalan itu setelah sampai di bagian kota yang lalu lintasnya sedikit ramai. Fiuh!

Tapi keanehan hari itu belum selesai. Saya dan teman saya lalu berhenti untuk makan bakso. Di warung bakso biasa. Lumayan sepi pelanggan karena di luar sedang hujan. Setelah makan, saya berniat membayar. Hari ini giliran saya yang membayar. Daaaan...ternyata makanan kami sudah ada yang membayarkan. Saya awalnya tidak percaya waktu mas dan mbak tukang bakso nya bilang kalau makanan saya sudah dibayar sama "mas" yang duduk di belakang kami. Seingat saya, tidak ada yang duduk di belakang saya. Teman saya juga tidak melihat ada pelanggan yang makan di belakang kami. Atau mungkin kami terlalu sibuk ngobrol sampai tidak memperhatikan pelanggan lain. Lagipula, mana ada orang yang mau membayarkan makanan orang yang tidak ia kenal. Kata mas yang jualan bakso, si lelaki misterius itu sempat bertanya kami berdua makan apa. Ia lalu membayar makanan kami. Saya dan teman saya kaget setengah mati. Ini pengalaman pertama bagi kami berdua. Makan dan dibayari oleh orang lain diam-diam. Teman saya berpikir kemungkinan kami dibayari oleh teman kantor saya, tapi saya tidak yakin. Siapapun dia, sudah seharusnya saya berterima kasih karena sudah ditraktir secara diam-diam. Lumayan lah.. Hehe

Sabtu malam, atau malam minggu, akhirnya saya habiskan dengan menatap televisi. Tidak benar-benar menonton karena saya masih mencerna kejadian-kejadian hari ini. Sampai akhirnya saya memutuskan untuk menulis lagi di blog ini. Jadi, bagaimana Sabtu kalian?

Happy weekend!! :D

Kamis, 09 Mei 2013

Belanda, Negara Ramah Seni dan Budaya.


Saya ingat seseorang pernah berkata, “Kalau kau mau mengerti romantis itu apa, coba kamu pandangi lukisan Starry Night karya Van Gogh.” Benar saja, tak perlu jiwa seni yang tinggi untuk “merasakan” lukisan itu. Bagi si pemberi saran, yang terasa adalah keromantisan. Bagi saya, lukisan itu memberi rasa magis.

Belanda bagi saya adalah Negara yang membuat seni dan budaya menjadi friendly. Bukan, bukan karena jumlah museum dan galeri di Belanda berjumlah ratusan. Jika dihitung jumlah museum kita dari sabang sampai merauke juga akan mencapai ratusan, tapi apakah kita ramah seni dan budaya? Belum tentu. Juga bukan karena seniman-seniman Belanda yang terkenal di seluruh dunia. Sebut saja Van Gogh, Rembrandt, dan Johannes Vermeer yang lukisannya dihargai jutaan dollar. Tetapi terkenalnya para seniman suatu Negara tidak lantas menjadikan Negara tersebut ramah seni dan budaya. Hal yang Belanda lakukan adalah, memberi penghargaan yang tinggi pada seni dan budaya nasionalnya.

Pada beberapa program Belanda secara aktif mengajak masyarakatnya untuk lebih dekat dengan seni dan budaya. National Museum Weekend misalnya. Mengratiskan atau memberi potongan harga untuk kunjungan ke museum-museum di seluruh penjuru Belanda pada akhir pekan pertama di bulan April. Kegiatan ini sukses menarik jutaan pengunjung untuk berakhir pekan di museum yang berjumlah ratusan. Seharusnya memang museum menjadi alternatif liburan bagi masyarakat, bukan semata-mata tujuan karya wisata siswa sekolah. Melalui National Museum Weekend, Belanda mengajak masyarakatnya untuk menikmati akhir pekan mereka di museum.

Selain itu ada pula Holland Art Cities. Di tahun 2009 dan 2010 museum-museum di empat kota besar di Belanda, yaitu Amsterdam, The Hague, Rotterdam, dan Utrecht melakukan pameran besar-besaran. Kagiatan ini diklaim sebagai the highest concentration of art per square in the world. Mengingat keempat kota tersebut yang letaknya berdekatan dn jumlah karya seni yang dipamerkan, rasanya klaim tersebut tidak dilebih-lebihkan. Dalam kegiatan ini penyelenggara memamerkan lukisan Starry Night karya Van Gogh yang dipinjam dari Museum of Modern Art di New York, yang menjadi rumah lukisan ini. “Kepulangan” sementara lukisan ini, selain dalam meramaikan kegiatan Holland Art Cities, dimaksudkan agar warga Belanda dapat melihat karya asli seniman mereka.

Menurut saya, kedua kegiatan ini adalah bentuk penghargaan Belanda terhadap seni dan budaya. Negara ini tidak hanya memamerkan seni dan budaya nasionalnya, tapi juga menjadikannya bagian dari masyarakat. Sehingga kesenian dan budaya lokal tidak hanya menjadi konsumsi turis.

Menulis artikel ini sambil mengingat museum di kota saya rasanya miris. Museum La Galigo yang terletak di kompleks Benteng Rotterdam di Makassar adalah salah satu tempat favorit saya. Sayang, bagi sebagian orang museum ini hanya jadi bagian landmark kota tanpa perlu dikunjungi. Belum lagi Museum Kota, yang jika kau melintas di depannya pukul sepuluh pagi maka kau hanya akan menemukan pintu yang masih terkunci rapat. Bercermin pada dua museum tersebut, jika ada hal yang saya sangat ingin Indonesia contoh dari Belanda, saya akan memilih keramahan belanda pada seni dan budaya.

Minggu, 31 Maret 2013

Hello March, Hello You!

Sudah berapa lama blog ini saya abaikan? Rasanya sudah berbulan bulan. Apa sebab? Sepertinya banyak faktor. Mulai dari rasa malas yang selalu jadi kambing hitam, kesibukan yang sebenarnya tak seberapa, hingga twitter yang menawarkan komunikasi yang lebih aktif. Lalu blog ini terlupakan. Tapi sepanjang bulan ini saya bertekad untuk tidak melewatkan Maret tanpa menulis sesuatu. Apapun itu, sedangkal apapun itu.

Akhirnya sampai pada tulisan ini yang, bahkan hingga ketikan kalimat ini, belum punya gambaran apa yang akan menjadi isinya. Apa kabar saya 5 bulan ini? Kalaupun itu penting, yang bisa saya kabarkan sejauh ini adalah: saya sudah menyelesaikan studi saya yang berarti nama saya sudah bertambah 2 huruf kapital di belakang walaupun sejauh ini dua huruf tersebut belum mengubah apa-apa selain penurunan drastis pada kegiatan sehari hari saya. Apa lagi? Rasanya tidak ada lagi. Kalaupun ada sepertinya tidak akan menarik untuk dibicarakan.

Sampai sini saya mulai pusing mau menulis apa lagi.

Oh iya. Akhir-akhir ini kalimat yang sering ditanyakan pada kami, para pengangguran pemula nan muda, adalah "apa rencana kamu ke depan"? Beberapa menjawab, melanjutkan sekolah, ada yang dengan mantap menjawab ingin bekerja, ada yang dengan malu-malu menjawab akan menikah, dan ada pula yang menjawab dengan berputar-putar berusaha untuk mengalihkan topik pembicaraan. Nah, saya adalah golongan yang terakhir ini.

Tiap kali ditanyai apa rencana saya ke depan, rasanya sulit bagi saya untuk menjawab. Bukan karena saya tidak punya rencana, bukan. Secuek-cueknya saya, saya juga punya rencana di hidup saya. Masalahnya adalah, tidak mudah menjelaskannya ke orang lain. Apa saya tidak ingin melanjutkan S2? Tentu saja mau, tapi tidak sekarang, tidak secepat ini. Apa saya tidak mau bekerja? Jelas mau, tapi saya ingin mengerjakan hal-hal yang memang saya senangi. Menikah? Umm... Untuk yang satu ini, aturan pertama dalam pernikahan adalah dilakukan oleh 2 orang. Well, jelas-jelas "orang kedua" itu masih sedang diusahakan. Selain itu mengenai pernikahan dan pasangan, saya punya catatan khusus. Siapapun nantinya pasangan saya, saya ingin kami sama-sama memandang pernikahan sebagai  hubungan yang setara antara laki-laki dan perempuan. Bukan hubungan subordinasi. Ck, akhirnya saya jadi membahas terlalu jauh tentang pernikahan ini.

Akhirnya saya menetapkan untuk saat ini sebaiknya saya magang dulu. Sedikit demi sedikit lepas dari keluarga. Yang berat bagi saya adalah lepas dari pertemanan. Pindah kota berarti saya harus rela berpisah dengan teman-teman dekat saya saat ini. Apalagi pindah ke kota tempat saya dibesarkan, rasanya sedikit mengkhawatirkan harus bertemu orang-orang yang seharusnya jadi bagian dari masa lalu. Tapi biasanya untuk melompat lebih jauh ke depan, dibutuhkan beberapa langkah ke belakang untuk mengambil ancang-ancang. Seharusnya inilah langkah ancang-ancang saya.

Jadi, sekian dulu untuk Maret yang sudah akan habis ini, sampai ketemu di bulan April! ;)

Rabu, 14 November 2012

Friend for Life :)

I sometimes feel lonely. But not today. Today, I thank to God for giving me such a fantastic friends. Here's the tale...


Kemarin, 13 November 2012, adalah salah satu hari ter-hectic di hidup saya. Bukan hanya sibuk secara fisik, tapi juga mental dan emosi. Sudah beberapa hari saya diantar tidur oleh hapalan dasar-dasar hukum pidana dan dibangunkan oleh contoh kasus perbankan. Hampir seminggu belakangan ini pikiran saya tidak pernah istirahat untuk berpikir, menghapal, mengira-ngira kemungkinan terburuk, merancang pertanyaan dan menjawabnya sendiri, semua karena ujian skripsi. Seumur hidup rasanya saya tidak pernah khawatir dengan segala macam bentuk ujian. Saya bukan tipe orang yang rajin belajar, dengan malu saya akui itu. Ujian selama ini saya jalani biasa-biasa saja. Saat ada soal yang tidak bisa saya jawab, saya cukup mengosongkan lembar jawaban saya. Bagi saya ujian sesimpel itu. Tapi ujian skripsi beda, di ujian ini ada potensi seseorang bisa dipermalukan di depan umum, dicap bodoh, dianggap memalsukan penelitian, plagiat, dan berbagai hal lain yang menjadi mimpi buruk saya.

Ternyata ujian yang saya pikir akan meluluh-lantakkan harga diri malah berbalik 180 derajat. hehehe. Semua pertanyaan penguji untungnya dapat saya jawab. Daaaaan... tidak ada yang bertanya tentang dasar-dasar hukum pidana. Huuuu~ Padahal saya sudah menghapal alat bukti, dasar eksekusi putusan, metode interpretasi undang undang, daaan seabrek dasar-dasar yang lain. hahaha. Inilah akibat dari paranoid tingkat tinggi saya.

Satu hal yang membuat ujian saya berkesan adalah dukungan teman-teman saya :). Saya tidak pernah menyangka bahkan dalam mimpi tergila saya bahwa ujian saya akan berjalan seperti kemarin. Bisa dibilang cukup santai walaupun Pembimbing I saya terus menerus menanyakan kenapa saya tegang sekali. I dont know... Seingat saya, saya tidak tegang, saya hanya... salah tingkah. Umm.. agak sulit dijelaskan sebenarnya. Intinya adalah saya sangat ingin ketawa. hahahahah. Tapi berhubung suasananya adalah ujian, saya berusaha keras untuk tidak tertawa. Daaaaaan...itu susah tenyata. Belum lagi ruang ujian yang lumayan penuh. Anggaplah saya umayan demam panggung. hahahahah.

Kembali ke masalah teman-teman, seingat saya hampir semua teman terdekat saya berada di dalam ruangan ujian. Ini sebenarnya cukup menghawatirkan saya, saya takut kalau saja saya dipermalukan di depan mereka. Saya tidak keberatan terpeleset masuk ke got di depan H1-01 yang dipenuhi mahasiswa yang tidak saya kenal daripada tidak bisa menjawab pertanyaan di depan teman-teman terdekat saya. Serius! hehe.

Saya tidak menyangka mereka akan meluangkan waktu untuk menonton ujian saya. Walaupun saya cukup curiga mereka nonton hanya untuk membuktikan kalau saya sebenarnya bisa bersikap formal dan serius. hehehe. Yang lucu adalah beberapa teman saya membuat poster yang bertujuan untuk mendukung sekaligus mungkin mempermalukan saya. Saya paling suka poster yang ada gambar John Terry nya. hahahaha. sekarang salah satu salinan poster aneh nan norak itu sudah bertengger manis di dinding kamar saya. hahhaha. That poster almost tearing me down. Bukan karena terharu, tapi karena lucu. hahahaha XD. Moment termengharukan bagi saya adalah saat saya harus menjawab pertanyaan penguji dan tiba-tiba poster jahanam tersebut melambai-lambai di belakang penguji saya. Hahahaha. Ini pertama kali saya melihat ada ujian skripsi yang penontonnya rese serese-resenya. Sampai sekarang saya masih ketawa jika mengingat moment itu.

Ini dia penampakan poster favorit saya. hehehe

Oh ia, seumur-umur baru kali ini saya melihat yudisium yang dipenuhi tepuk tangan oleh penonton ujian. Bukannya yudisium harus hening dan serius ya? Intinya akan ada pesan-pesan moral yang membuat si sarjana baru berurai air mata. Di yudisium saya yang ada saya lagi-lagi ingin tertawa. hehehe. Saya hampir menangis saat diingatkan bahwa "mulai detik ini hubungan administratif saya dengan Fakultas Hukum sudah berakhir". Seperti film lawas tiba-tiba pikiran saya terflashback ke masa-masa maba saat saya pertama kuliah di fakultas ini. That's sooooo touching. Tapi lagi-lagi saya tidak berhasil menitikkan air mata karena ingat John Terry dan kalimat "ini bibir buat qta bunda". Shit. Hahahaha

Intinya saya selesai ujian dengan harga diri yang masih terselamatkan. Beribu terima kasih untuk seluruh teman-teman saya yang telah membantu di hari ujian saya dan hari-hari lain saat saya membutuhkan bantuan. It means a lot for me guys :')

Madong yang ikut bersusah-susah bersama saya mencari pembimbing.
Okky yang menemani saya mengurus segala sesuatunya setiap hari.
Nia dan Shawir yang sudah meluangkan waktu untuk ikut menonton ujian saya. dan meyakinkan saya untuk tidak khawatir berlebihan.
Bon yang sudah membuat saya tertawa pagi-pagi sekali karena postingan gambar jahanamnya di twitter.
Firda yang mengantar saya ke rumah penguji dan mengantar saya pulang di banyak kesempatan.
Sabrina yang memantaukan dosen di ruang ujian saat saya harus menunggui Pembimbing I.
Ika yang memberi saya teh pucuk daun saat saya disuruh minum.
Rafika yang rela menempelkan nama saya di kipas Paul Frank palsu nya.
Ulfa yang menyemangati saya di depan tangga. dan membuat saya melupakan kecemasan ujian dgn gamenya.
Mumu yang selalu dibully di dunia maya dan dunia nyata.
Flo yang sudah lama tidak terlihat tapi menyempatkan diri menonton ujian saya.
Upi yang menyemangati saya dengan lemah lembut ala muslimah. hehe
Asma yang selalu rela jadi objek bully saya.
Icha yang menjadi teman ujian saya kemarin.
Opu yang seingat saya berdiri di pintu memberi saya selamat.
Cua yang dengan semangatnya mengangkat poster John Terry jahanam di belakang dosen Pembimbing saya.
Tizar yang menemani saya berlatih tanya jawab.
Afif yang setiap kali saya bertemu terus mengingatkan saya untuk semangat.
Arif yang selalu menyapa saya sambil tertawa. dan akhirnya membuat saya ikut tertawa.
Indra yang menjadi partner cerita horor yang seru.
Mule yang selalu menjadi teman bertengkar lucu-lucuan saya.

Saya selalu menikmati hari-hari absurd bersama kalian. Di kampus, di museum, di manapun itu. Main game, nonton bola, nonton film, cerita hantu-hantuan, calla-callai band gaje, main kuartet, cerita-cerita tidak jelas, dan semua hal absurd lain yang pernah kita lakukan. That's priceless. Terima kasih banyak :)

Like the old quotes said, "You need old friend to remind you how far you've been through, and you need new friend to makes you feel young."

Friends for life :)

Jumat, 26 Oktober 2012

Read and Writing, Books and Author

Halo temans,
Selamat Idul Adha :)

Tiap kali mengucapkan selamat Idul Adha saya jadi ngeblank selanjutnya mau tulis apa. Hahaha. Ummm, mungkin bagusnya saya mengutip tweet Mas Goenawan Mohamad:
"Yang dirayakan hari ini adalah keikhlasan yang tak minta dirayakan."
Jadi begitulah kira-kira. hehe

Postingan kali ini sy maksudkan untuk menuliskan tentang buku-buku terakhir yang saya baca dan penulis mana yang sedang saya kagumi. Saya bermaksud menjadikan hal ini kebiasaan rutin. Menulis tentang beberapa buku atau penulis di blog ini. Maksudnya untuk berbagi bahan bacaan dengan orang lain, plus untuk menjadi feedback dari kegiatan membaca saya. Here we go!

-Buku-
Hari kamis kemarin saya baru meminjam 2 buah buku di tempat rental. Yang pertama judulnya Truly, Madly karangan Heater Webber, dan yang kedua judulnya The Espressologist karangan Kristina Springer.


Tidak tahu kenapa di mesin pencari Google sy sulit menemukan cover versi Indonesia dari kedua buku tersebut. Cover Truly, Madly hampir identik dengan versi Indonesia nya, tapi cover The Espressologist beda jauuuuuuh sekali dari versi yg terbit di Indonesia. 

Untuk yang suka buku dengan genre roman kedua buku ini lumayan menghibur. Bonusnya adalah, tidak ada adegan percintaan yg belebihan, dan banyak pengetahuan baru yg bisa didapatkan. Di buku The Espressologist sy belajar tentang kopi yang ternyata bisa diracik menjadi ratusan, ya ratusan, jenis minuman. Setelah membaca buku ini saya langsung terkagum-kagum dengan profesi barista. Oh iya, di akhir buku ada resep racikan beberapa jenis kopi. Asyik!

Saya tidak bermaksud membuat review terhadap kedua buku ini. Yang ingin sy ceritakan adalah saya memilih kedua buku ini dengan sambil lalu di tempat rental, setelah membaca keduanya, saya terkejut karena kedua buku ini secara umum bercerita tentang hal yang sama. Matchmaking a.k.a Makcomblang. Aduh. Kedua buku ini bercerita tentang usaha menjodohkan orang-orang. Kalau buku Truly, Madly bercerita tentang perjodohan melalui aura, The Espressologist menjodohkan orang-orang berdasarkan kopi yg mereka minum. hahahaha. Ajaib sekali dua buku ini jatuh di  tangan saya dalam minggu yg sama.

-Penulis-
 Nah, kali ini tentang penulis. Penulis yang belakangan ini sedang saya kagumi adalah Rick Riordan dan Mario Puzo.

Rick Riordan



Mario Puzo

Buku Rick Riordan pertama yang saya baca adalah The Throne of Fire dari Seri The Kane Chronicles yang ceritanya disesuaikan dengan legenda Masir Kuno lengkap dengan dewa-dewa dan karakteristik mereka. Awalnya saya ingin membaca seri Percy Jackson yang berdasarkan legenda Yunani Kuno, tapi karena kebiasaan buruk saya adalah malas membaca buku yang sudah kepalang difilmkan, akhirnya saya meninggalkan Percy Jackson. Buku yang terakhir saya baca adalah The Lost Hero dari seri Heroes of Olympus yang memunculkan Legenda Romawi Kuno. Rick Riordan memang jenius. Sejak dulu saya tertarik dengan semua legenda-legenda kuno tersebut, tapi malas membaca literatur yang sifatnya terlalu formal. Maka buku-buku Rick Riordan semacam solusi bagi otak saya yang lebih suka cerita fantasi. Oh iya, kalau disuruh memilih diantara kedua seri yang pernah saya baca, sy lebih memiih seri Kane Chronicles yang menurut saya humornya lebih lucu dengan sarkasma ala British. Hehe.

Mario Puzo. salah satu lelaki Itali favorit saya. Dari semua buku Mario Puzo saya baru membaca The Godfather dan Omerta. Saya bermaksud membaca The Last Don tapi belum berhasil menguatkan diri untuk menyewa. Masalahnya buku The Last Don yang ada di tempat rental langganan saya sudah lumayan tua, sementara saya alergi debu buku tua. Mungkin minggu depan. Yah, pada dasarnya saya suka semua buku yang bersetting Italia atau bercerita tentang Italia atau apapun itu yang menyinggung tentang Italia. Maafkan saya, tapi sepertinya saya memang terobsesi. heheh. Saya tidak pernah menonton film The Godfather yang fenomenal itu. Tidak. Saya memilih membaca bukunya terlebih dahulu sebelum menonton film nya. Saya tidak mau merusak kebahagiaan membaca buku tersebut karena harus terbayang-bayangi oleh para pemeran filmnya. Hal yang akhirnya saya sadari setelah Harry Potter dan Twilight Saga. Saya tidak keberatan dengan Hary Potter sebenarnya, yang jadi masalah besar saya adalah para pemeran Twilight Saga. Hehehe. Tapi setelah membaca The Godfather saya malah semakin malas saja mencari filmnya. hehe. Saya suka cara Mario Puzo menggambarkan hal-hal dalam kehidupan mafioso dengan ringan. Misalnya tentang pengampunan dalam buku Omerta. Saat Don Aprile berdebat dengan Nicole anaknya mengenai hukuman mati. Don Aprile berpendapat dengan ia mengampuni seseorang yang telah bersalah ia telah mengambil tugas Tuhan. Maka menurutnya, manusia seharusnya tidak mengampuni manusia lain karena itu menghina Tuhan. Bukan berarti saya setuju, tapi tetap saja, argumen tersebut menarik. Hehe. Masih banyak buku Mario Puzo lain yang belum saya baca, mudah-mudahan kapan hari saya bisa menemukan buku-buku tersebut.

That's all for today. Kapan-kapan kita cerita tentang buku-buku yang lain lagi. :)

Sabtu, 20 Oktober 2012

Hargai Pendidikan, Belajarlah dari Malala

Malala Yousufzai.

Kenalkah anda dengan nama di atas? Saya tidak akan heran jika anda belum mengenal nama tersebut. Saya pun mungkin tidak akan tahu siapa Malala dan bagaimana kisahnya jika tidak membaca twit dari seseorang yang saya follow di twitter beberapa waktu lalu. Saya lalu mencari tahu lebih banyak tentang Malala melalui mesin pencari di internet, dan menemukan banyak sekali informasi mengenai gadis ini.

Militan Pakistan Tembak Aktivis Remaja Putri Pakistan. Pada tanggal 9 Oktober kemarin, Malala ditembak oleh seseorang bertopeng pada saat pulang sekolah dengan menggunakan bus. Si penyerang menanyakan siapakah diantara para siswa yang bernama Malala dan mengancam akan menembak semua siswa jika tidak ada yang mengaku. Akhirnya Malala mendapat tembakan di kepala dan di leher, sementara dua siswa lain ikut terluka akibat penembakan tersebut. Mengapa Malala ditembak?

Ternyata Malala bukan gadis biasa. Sejak tahun 2009 ia telah memulai pergerakan untuk menuntut haknya yang paling dasar: pendidikan. Pada saat itu, milisi Taliban mengeluarkan peraturan yang melarang televisi, musik, pendidikan bagi anak perempuan, dan berbelanja bagi wanita. Akibat perintah tersebut, banyak sekolah khusus perempuan yang ditutup. Beberapa sekolah yang ditutup bahkan kemudian dihancurkan. Malala mempertanyakan hal ini. Dengan bantuan reporter BBC untuk Pakistan, Malala mulai menulis tentang hidup dibawah tekanan Taliban dengan menggunakan nama samaran "Gul Makai". Tulisan Malala inilah yang pertama kali membuatnya banyak dikenal.

Ia tidak berhenti hanya pada tulisan. Ia kemudian mulai muncul di televisi untuk memperjuangkan pendidikan bagi perempuan. Selain itu, ia juga aktif berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan yang mendukung pendidikan di negaranya. Pada puncaknya, ia dinominasikan sebagai penerima International Children's Peace Prize pada Oktober 2011.

Taliban secara terbuka mengklaim serangan tersebut merupakan perbuatan mereka. Malala dicap sebagai pro-Barat, yang maka dari itu harus dibunuh.

Aktivis Remaja Putri Pakistan yang Terluka Dikirim ke Inggris. Saat ini Malala sedang memperoleh perawatan di Inggris, dan dikabarkan kondisinya semakin membaik. Sedangkan di Pakistan sendiri, dukungan bagi remaja pakistan terus mengalir, namun Taliban masih ditakuti. Masyarakat turun ke jalan memprotes penembakan Malala, tapi para politikus tidak berani mengambil langkah lebih jauh karena takut menjadi sasaran Taliban yang berikutnya.



Terlepas dari kondisi politik dan kebijakan nasional Pakistan yang menjadi negara tempat Malala tumbuh, kisah Malala seharusnya dapat mengingatkan kita pada satu hal: Pendidikan itu harganya "mahal".

Bagi sebagian kita yang dapat mengakses pendidikan dengan mudahnya tidak pernah menyadari bahwa pendidikan itu mahal. Dan "mahal" bukanlah semata-mata tentang angka. Mahal dapat berarti sulitnya mencapai sekolah jauh dari rumah. Mahal dapat berarti jembatan yang hampir putus yang harus diseberangi saat ke sekolah. Mahal dapat berarti seragam yang tidak dapat dibeli oleh orang tua. Mahal dapat berarti tidak ada guru datang ke sekolah. Mahal dapat berarti tidak ada pendidikan sama sekali untuk perempuan. Mahal dapat berarti hak mu untuk mendapatkan pendidikan tidak bisa kau miliki. Pendidikan itu mahal.

Maka bersyukurlah saat perjalananmu ke sekolah mudah dan tanpa hambatan. Bersyukurlah jika satu-satunya yang harus kau khawatirkan saat ke sekolah adalah mungkin kau akan akan terlambat. Bersyukurlah saat gurumu masih mau berbagi ilmunya walaupun ia galak. Bersyukurlah kau bisa ke sekolah tidak peduli gender mu apa. Karena di belahan bumi yang lain, ada yang benar-benar memperjuangkan hak mereka untuk memperoleh pendidikan. Malala Yousufzai memperjuangkan hak untuk memperoleh pendidikan dan ia ditembak karena perjuangannya tersebut.

Pendidikan adalah salah satu hak dasar yang wajib dijamin terpenuhinya oleh pemerintah. Rights to a Free Education adalah salah satu hak dasar yang merupakan turunan dari HAM generasi kedua yang diperkuat dengan International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights. Sudah sepantasnya lah negara menjamin hak untuk memperoleh pendidikan diperoleh oleh warganya.

Jika dibandingkan dengan Indonesia, sudah sewajarnya jika kita bersyukur bahwa negara membuka pintu bagi masyarakat untuk memperoleh pendidikan. Tapi bukan berarti kita tidak memiliki pekerjaan rumah di bidang pendidikan. Hal yang menjadi perhatian besar pada pendidikan Indonesia saat ini adalah tawuran antar pelajar. Sungguh memalukan jika pelajar kita masih melakukan tawuran yang pada akhirnya memakan korban.

 Bukankah ini sebuah ironi? Di saat seorang Malala hampir saja terbunuh karena berani menyuarakan tuntutannya untuk memperoleh pendidikan, pelajar Indonesia malah menyerang sesamanya hanya karena berbeda sekolah. Mungkin sebaiknya kisah tentang Malala ini disebarluaskan di kalangan pelajar, agar menjadi pelajaran bahwa bagi sebagian orang, pendidikan itu tidak murah. Maka berhentilah memerangi sesama dan bersyukurlah kita tidak memperoleh dua butir peluru hanya karena ingin sekolah.