Kamis, 18 Juli 2013

melantur tentang kebalikan dan teman hidup

Pada akhirnya saya menulis ini dibawah selimut yang dipakai terbalik. Bagian luar menjadi dalam, dalam menjadi luar. Seperti pikiran. Saya sedang ingin membalik pikiran.

Kau tau setiap kali melihat orang "gila" saya menghindar. Banyak yang berkata itu fobia. Tidak, saya tidak setakut itu dengan mereka. Saya hanya memperkecil kemungkinan mengganggu atau diganggu mereka dengan mereduksi tanda-tabda kehadiran saya. Misalnya dengan mengambil jalan memutar. Baiklah, saya memang takut. Tapi yang selalu ada di pikiran saya, apa yang mereka, orang yang kita labeli "gila" ini, pikirkan? Pasti ada hal-hal yang sangat besar di pikiranmu hingga kau merasa melindungi kakimu dari aspal panas adalah perkara nomor sekian. Apa perkara nomor satu? Politik kah? Ilmu pengetahuan? Tuhan? Atau cinta? Pasti si "perkara nomor satu" ini benar-benar pelik. Sampai-sampai berpakaian atau tidak, seperti alas kaki tadi, jadi perkara nomor sekian. Si "perkara nomor satu" pastilah benar-benar menyita pikiran. Lalu datanglah kita memasang label "gila". Ada pula saya yang takut dengan orang-orang yang terlalu pemikir itu. Bukankah masing-masing kita "gila" dalam standar-standar tertentu?

Oh iya. Kemarin saya berpikir membuat tulisan tentang apa saja yang ingin saya lakukan bersama dengan pasangan saya nanti. Akhirnya urung saya tulis. Kenapa? Karena sepertinya bagian itu masih terselimuti kabut. Saya sudah sempat menulis "menikmati hujan bersama, saya dengan buku yang tak kunjung ditamatkan, kau dengan tugas dari kantor yang kau bawa pulang". Sampai di situ saya berfikir, bagaimana kalau ternyata nantinya "dia" tidak bekerja di kantor. Bisa saja ia bekerja di lapangan, sebagai pilot misalnya. Tugas apa yang harus buru-buru ia kerjakan sampai harus dibawa pulang ke rumah? Ah, romansa tanpa detail memang menyulitkan.

Padahal daftar saya sudah lumayan banyak. Seperti "nonton pertandingan Chelsea bersama di hari Sabtu". Bagaimana kalau dia tidak suka nonton sepak bola? Lebih senang menonton tinju seperti bapak saya. Akhirnya saya menyerah. Lebih baik memikirkan partner in crime nya dahulu sebelum tindak kriminalnya.

Ah iya, berbicara tentang bapak saya. Akhir-akhir ini saya sering teringat dengan sebuah hipotesa yang menyatakan bahwa parempuan biasanya akan mencari pasangan yang sedikit-banyak memiliki kesamaan sifat dengan bapaknya. Benarkah? Mungkin itu bagian dari keinginan untuk merasa "aman". Seperti saat kau tidur dengan rasa aman karena mengetahui bapakmu ada di rumah. Mungkin dengan mencari pasangan pemilik  kualitas mirip bapak rasa aman itu terpenuhi. Ada bagian-bagian dari bapak yang benar melekat denganmu dan membuatmu mencari pasangan yang mengingatkanmu tentang hal-hal itu. Kau melihat bagian-bagian itu di orang lain. Lalu jatuhlah dirimu. Dan saya rupanya sudah melantur jauh dengan hipotesa cengeng.

Tapi sepertinya begitu. Lelaki di rumah saya tak ada yang merokok. Bapak saya tak tahan dengan asap dan bau rokok. Tak ada kakak ipar saya yang merokok. Oke, pembuktian hipotesa saya memang tak meyakinkan. :D

Sekali lagi itu hanya hipotesa. Tak perlu lah diributkan lebih jauh.

Nah, cukuplah igauan saya malam ini. Di luar hujan. Saya sedang mendengarkan lagu-lagu Mr Sonjaya. Kurang apa lagi? Hehe. Selamat malam! :)

1 komentar: