Sabtu, 20 Oktober 2012

Hargai Pendidikan, Belajarlah dari Malala

Malala Yousufzai.

Kenalkah anda dengan nama di atas? Saya tidak akan heran jika anda belum mengenal nama tersebut. Saya pun mungkin tidak akan tahu siapa Malala dan bagaimana kisahnya jika tidak membaca twit dari seseorang yang saya follow di twitter beberapa waktu lalu. Saya lalu mencari tahu lebih banyak tentang Malala melalui mesin pencari di internet, dan menemukan banyak sekali informasi mengenai gadis ini.

Militan Pakistan Tembak Aktivis Remaja Putri Pakistan. Pada tanggal 9 Oktober kemarin, Malala ditembak oleh seseorang bertopeng pada saat pulang sekolah dengan menggunakan bus. Si penyerang menanyakan siapakah diantara para siswa yang bernama Malala dan mengancam akan menembak semua siswa jika tidak ada yang mengaku. Akhirnya Malala mendapat tembakan di kepala dan di leher, sementara dua siswa lain ikut terluka akibat penembakan tersebut. Mengapa Malala ditembak?

Ternyata Malala bukan gadis biasa. Sejak tahun 2009 ia telah memulai pergerakan untuk menuntut haknya yang paling dasar: pendidikan. Pada saat itu, milisi Taliban mengeluarkan peraturan yang melarang televisi, musik, pendidikan bagi anak perempuan, dan berbelanja bagi wanita. Akibat perintah tersebut, banyak sekolah khusus perempuan yang ditutup. Beberapa sekolah yang ditutup bahkan kemudian dihancurkan. Malala mempertanyakan hal ini. Dengan bantuan reporter BBC untuk Pakistan, Malala mulai menulis tentang hidup dibawah tekanan Taliban dengan menggunakan nama samaran "Gul Makai". Tulisan Malala inilah yang pertama kali membuatnya banyak dikenal.

Ia tidak berhenti hanya pada tulisan. Ia kemudian mulai muncul di televisi untuk memperjuangkan pendidikan bagi perempuan. Selain itu, ia juga aktif berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan yang mendukung pendidikan di negaranya. Pada puncaknya, ia dinominasikan sebagai penerima International Children's Peace Prize pada Oktober 2011.

Taliban secara terbuka mengklaim serangan tersebut merupakan perbuatan mereka. Malala dicap sebagai pro-Barat, yang maka dari itu harus dibunuh.

Aktivis Remaja Putri Pakistan yang Terluka Dikirim ke Inggris. Saat ini Malala sedang memperoleh perawatan di Inggris, dan dikabarkan kondisinya semakin membaik. Sedangkan di Pakistan sendiri, dukungan bagi remaja pakistan terus mengalir, namun Taliban masih ditakuti. Masyarakat turun ke jalan memprotes penembakan Malala, tapi para politikus tidak berani mengambil langkah lebih jauh karena takut menjadi sasaran Taliban yang berikutnya.



Terlepas dari kondisi politik dan kebijakan nasional Pakistan yang menjadi negara tempat Malala tumbuh, kisah Malala seharusnya dapat mengingatkan kita pada satu hal: Pendidikan itu harganya "mahal".

Bagi sebagian kita yang dapat mengakses pendidikan dengan mudahnya tidak pernah menyadari bahwa pendidikan itu mahal. Dan "mahal" bukanlah semata-mata tentang angka. Mahal dapat berarti sulitnya mencapai sekolah jauh dari rumah. Mahal dapat berarti jembatan yang hampir putus yang harus diseberangi saat ke sekolah. Mahal dapat berarti seragam yang tidak dapat dibeli oleh orang tua. Mahal dapat berarti tidak ada guru datang ke sekolah. Mahal dapat berarti tidak ada pendidikan sama sekali untuk perempuan. Mahal dapat berarti hak mu untuk mendapatkan pendidikan tidak bisa kau miliki. Pendidikan itu mahal.

Maka bersyukurlah saat perjalananmu ke sekolah mudah dan tanpa hambatan. Bersyukurlah jika satu-satunya yang harus kau khawatirkan saat ke sekolah adalah mungkin kau akan akan terlambat. Bersyukurlah saat gurumu masih mau berbagi ilmunya walaupun ia galak. Bersyukurlah kau bisa ke sekolah tidak peduli gender mu apa. Karena di belahan bumi yang lain, ada yang benar-benar memperjuangkan hak mereka untuk memperoleh pendidikan. Malala Yousufzai memperjuangkan hak untuk memperoleh pendidikan dan ia ditembak karena perjuangannya tersebut.

Pendidikan adalah salah satu hak dasar yang wajib dijamin terpenuhinya oleh pemerintah. Rights to a Free Education adalah salah satu hak dasar yang merupakan turunan dari HAM generasi kedua yang diperkuat dengan International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights. Sudah sepantasnya lah negara menjamin hak untuk memperoleh pendidikan diperoleh oleh warganya.

Jika dibandingkan dengan Indonesia, sudah sewajarnya jika kita bersyukur bahwa negara membuka pintu bagi masyarakat untuk memperoleh pendidikan. Tapi bukan berarti kita tidak memiliki pekerjaan rumah di bidang pendidikan. Hal yang menjadi perhatian besar pada pendidikan Indonesia saat ini adalah tawuran antar pelajar. Sungguh memalukan jika pelajar kita masih melakukan tawuran yang pada akhirnya memakan korban.

 Bukankah ini sebuah ironi? Di saat seorang Malala hampir saja terbunuh karena berani menyuarakan tuntutannya untuk memperoleh pendidikan, pelajar Indonesia malah menyerang sesamanya hanya karena berbeda sekolah. Mungkin sebaiknya kisah tentang Malala ini disebarluaskan di kalangan pelajar, agar menjadi pelajaran bahwa bagi sebagian orang, pendidikan itu tidak murah. Maka berhentilah memerangi sesama dan bersyukurlah kita tidak memperoleh dua butir peluru hanya karena ingin sekolah.

2 komentar:

  1. informasi mengenai malala seorang gadis yang luar biasa dan begitu memperjuangkan pendidikan untuk kaum hawa

    baca berita ini sekilas jadi mundur kebelakang dan ingat pahlawan wanita dinegeri sendiri yaitu Raden Ajeng Kartini

    tragis
    dan ini adalah tugas dari semua, berbagai pihak serta berbagai instansi untuk sama-sama memperjuangkan pendidikan untuk segala kalangan :)

    BalasHapus
  2. Thanks ya sob udah share .......................



    bisnistiket.co.id

    BalasHapus