Rabu, 14 November 2012

Friend for Life :)

I sometimes feel lonely. But not today. Today, I thank to God for giving me such a fantastic friends. Here's the tale...


Kemarin, 13 November 2012, adalah salah satu hari ter-hectic di hidup saya. Bukan hanya sibuk secara fisik, tapi juga mental dan emosi. Sudah beberapa hari saya diantar tidur oleh hapalan dasar-dasar hukum pidana dan dibangunkan oleh contoh kasus perbankan. Hampir seminggu belakangan ini pikiran saya tidak pernah istirahat untuk berpikir, menghapal, mengira-ngira kemungkinan terburuk, merancang pertanyaan dan menjawabnya sendiri, semua karena ujian skripsi. Seumur hidup rasanya saya tidak pernah khawatir dengan segala macam bentuk ujian. Saya bukan tipe orang yang rajin belajar, dengan malu saya akui itu. Ujian selama ini saya jalani biasa-biasa saja. Saat ada soal yang tidak bisa saya jawab, saya cukup mengosongkan lembar jawaban saya. Bagi saya ujian sesimpel itu. Tapi ujian skripsi beda, di ujian ini ada potensi seseorang bisa dipermalukan di depan umum, dicap bodoh, dianggap memalsukan penelitian, plagiat, dan berbagai hal lain yang menjadi mimpi buruk saya.

Ternyata ujian yang saya pikir akan meluluh-lantakkan harga diri malah berbalik 180 derajat. hehehe. Semua pertanyaan penguji untungnya dapat saya jawab. Daaaaan... tidak ada yang bertanya tentang dasar-dasar hukum pidana. Huuuu~ Padahal saya sudah menghapal alat bukti, dasar eksekusi putusan, metode interpretasi undang undang, daaan seabrek dasar-dasar yang lain. hahaha. Inilah akibat dari paranoid tingkat tinggi saya.

Satu hal yang membuat ujian saya berkesan adalah dukungan teman-teman saya :). Saya tidak pernah menyangka bahkan dalam mimpi tergila saya bahwa ujian saya akan berjalan seperti kemarin. Bisa dibilang cukup santai walaupun Pembimbing I saya terus menerus menanyakan kenapa saya tegang sekali. I dont know... Seingat saya, saya tidak tegang, saya hanya... salah tingkah. Umm.. agak sulit dijelaskan sebenarnya. Intinya adalah saya sangat ingin ketawa. hahahahah. Tapi berhubung suasananya adalah ujian, saya berusaha keras untuk tidak tertawa. Daaaaaan...itu susah tenyata. Belum lagi ruang ujian yang lumayan penuh. Anggaplah saya umayan demam panggung. hahahahah.

Kembali ke masalah teman-teman, seingat saya hampir semua teman terdekat saya berada di dalam ruangan ujian. Ini sebenarnya cukup menghawatirkan saya, saya takut kalau saja saya dipermalukan di depan mereka. Saya tidak keberatan terpeleset masuk ke got di depan H1-01 yang dipenuhi mahasiswa yang tidak saya kenal daripada tidak bisa menjawab pertanyaan di depan teman-teman terdekat saya. Serius! hehe.

Saya tidak menyangka mereka akan meluangkan waktu untuk menonton ujian saya. Walaupun saya cukup curiga mereka nonton hanya untuk membuktikan kalau saya sebenarnya bisa bersikap formal dan serius. hehehe. Yang lucu adalah beberapa teman saya membuat poster yang bertujuan untuk mendukung sekaligus mungkin mempermalukan saya. Saya paling suka poster yang ada gambar John Terry nya. hahahaha. sekarang salah satu salinan poster aneh nan norak itu sudah bertengger manis di dinding kamar saya. hahhaha. That poster almost tearing me down. Bukan karena terharu, tapi karena lucu. hahahaha XD. Moment termengharukan bagi saya adalah saat saya harus menjawab pertanyaan penguji dan tiba-tiba poster jahanam tersebut melambai-lambai di belakang penguji saya. Hahahaha. Ini pertama kali saya melihat ada ujian skripsi yang penontonnya rese serese-resenya. Sampai sekarang saya masih ketawa jika mengingat moment itu.

Ini dia penampakan poster favorit saya. hehehe

Oh ia, seumur-umur baru kali ini saya melihat yudisium yang dipenuhi tepuk tangan oleh penonton ujian. Bukannya yudisium harus hening dan serius ya? Intinya akan ada pesan-pesan moral yang membuat si sarjana baru berurai air mata. Di yudisium saya yang ada saya lagi-lagi ingin tertawa. hehehe. Saya hampir menangis saat diingatkan bahwa "mulai detik ini hubungan administratif saya dengan Fakultas Hukum sudah berakhir". Seperti film lawas tiba-tiba pikiran saya terflashback ke masa-masa maba saat saya pertama kuliah di fakultas ini. That's sooooo touching. Tapi lagi-lagi saya tidak berhasil menitikkan air mata karena ingat John Terry dan kalimat "ini bibir buat qta bunda". Shit. Hahahaha

Intinya saya selesai ujian dengan harga diri yang masih terselamatkan. Beribu terima kasih untuk seluruh teman-teman saya yang telah membantu di hari ujian saya dan hari-hari lain saat saya membutuhkan bantuan. It means a lot for me guys :')

Madong yang ikut bersusah-susah bersama saya mencari pembimbing.
Okky yang menemani saya mengurus segala sesuatunya setiap hari.
Nia dan Shawir yang sudah meluangkan waktu untuk ikut menonton ujian saya. dan meyakinkan saya untuk tidak khawatir berlebihan.
Bon yang sudah membuat saya tertawa pagi-pagi sekali karena postingan gambar jahanamnya di twitter.
Firda yang mengantar saya ke rumah penguji dan mengantar saya pulang di banyak kesempatan.
Sabrina yang memantaukan dosen di ruang ujian saat saya harus menunggui Pembimbing I.
Ika yang memberi saya teh pucuk daun saat saya disuruh minum.
Rafika yang rela menempelkan nama saya di kipas Paul Frank palsu nya.
Ulfa yang menyemangati saya di depan tangga. dan membuat saya melupakan kecemasan ujian dgn gamenya.
Mumu yang selalu dibully di dunia maya dan dunia nyata.
Flo yang sudah lama tidak terlihat tapi menyempatkan diri menonton ujian saya.
Upi yang menyemangati saya dengan lemah lembut ala muslimah. hehe
Asma yang selalu rela jadi objek bully saya.
Icha yang menjadi teman ujian saya kemarin.
Opu yang seingat saya berdiri di pintu memberi saya selamat.
Cua yang dengan semangatnya mengangkat poster John Terry jahanam di belakang dosen Pembimbing saya.
Tizar yang menemani saya berlatih tanya jawab.
Afif yang setiap kali saya bertemu terus mengingatkan saya untuk semangat.
Arif yang selalu menyapa saya sambil tertawa. dan akhirnya membuat saya ikut tertawa.
Indra yang menjadi partner cerita horor yang seru.
Mule yang selalu menjadi teman bertengkar lucu-lucuan saya.

Saya selalu menikmati hari-hari absurd bersama kalian. Di kampus, di museum, di manapun itu. Main game, nonton bola, nonton film, cerita hantu-hantuan, calla-callai band gaje, main kuartet, cerita-cerita tidak jelas, dan semua hal absurd lain yang pernah kita lakukan. That's priceless. Terima kasih banyak :)

Like the old quotes said, "You need old friend to remind you how far you've been through, and you need new friend to makes you feel young."

Friends for life :)

Jumat, 26 Oktober 2012

Read and Writing, Books and Author

Halo temans,
Selamat Idul Adha :)

Tiap kali mengucapkan selamat Idul Adha saya jadi ngeblank selanjutnya mau tulis apa. Hahaha. Ummm, mungkin bagusnya saya mengutip tweet Mas Goenawan Mohamad:
"Yang dirayakan hari ini adalah keikhlasan yang tak minta dirayakan."
Jadi begitulah kira-kira. hehe

Postingan kali ini sy maksudkan untuk menuliskan tentang buku-buku terakhir yang saya baca dan penulis mana yang sedang saya kagumi. Saya bermaksud menjadikan hal ini kebiasaan rutin. Menulis tentang beberapa buku atau penulis di blog ini. Maksudnya untuk berbagi bahan bacaan dengan orang lain, plus untuk menjadi feedback dari kegiatan membaca saya. Here we go!

-Buku-
Hari kamis kemarin saya baru meminjam 2 buah buku di tempat rental. Yang pertama judulnya Truly, Madly karangan Heater Webber, dan yang kedua judulnya The Espressologist karangan Kristina Springer.


Tidak tahu kenapa di mesin pencari Google sy sulit menemukan cover versi Indonesia dari kedua buku tersebut. Cover Truly, Madly hampir identik dengan versi Indonesia nya, tapi cover The Espressologist beda jauuuuuuh sekali dari versi yg terbit di Indonesia. 

Untuk yang suka buku dengan genre roman kedua buku ini lumayan menghibur. Bonusnya adalah, tidak ada adegan percintaan yg belebihan, dan banyak pengetahuan baru yg bisa didapatkan. Di buku The Espressologist sy belajar tentang kopi yang ternyata bisa diracik menjadi ratusan, ya ratusan, jenis minuman. Setelah membaca buku ini saya langsung terkagum-kagum dengan profesi barista. Oh iya, di akhir buku ada resep racikan beberapa jenis kopi. Asyik!

Saya tidak bermaksud membuat review terhadap kedua buku ini. Yang ingin sy ceritakan adalah saya memilih kedua buku ini dengan sambil lalu di tempat rental, setelah membaca keduanya, saya terkejut karena kedua buku ini secara umum bercerita tentang hal yang sama. Matchmaking a.k.a Makcomblang. Aduh. Kedua buku ini bercerita tentang usaha menjodohkan orang-orang. Kalau buku Truly, Madly bercerita tentang perjodohan melalui aura, The Espressologist menjodohkan orang-orang berdasarkan kopi yg mereka minum. hahahaha. Ajaib sekali dua buku ini jatuh di  tangan saya dalam minggu yg sama.

-Penulis-
 Nah, kali ini tentang penulis. Penulis yang belakangan ini sedang saya kagumi adalah Rick Riordan dan Mario Puzo.

Rick Riordan



Mario Puzo

Buku Rick Riordan pertama yang saya baca adalah The Throne of Fire dari Seri The Kane Chronicles yang ceritanya disesuaikan dengan legenda Masir Kuno lengkap dengan dewa-dewa dan karakteristik mereka. Awalnya saya ingin membaca seri Percy Jackson yang berdasarkan legenda Yunani Kuno, tapi karena kebiasaan buruk saya adalah malas membaca buku yang sudah kepalang difilmkan, akhirnya saya meninggalkan Percy Jackson. Buku yang terakhir saya baca adalah The Lost Hero dari seri Heroes of Olympus yang memunculkan Legenda Romawi Kuno. Rick Riordan memang jenius. Sejak dulu saya tertarik dengan semua legenda-legenda kuno tersebut, tapi malas membaca literatur yang sifatnya terlalu formal. Maka buku-buku Rick Riordan semacam solusi bagi otak saya yang lebih suka cerita fantasi. Oh iya, kalau disuruh memilih diantara kedua seri yang pernah saya baca, sy lebih memiih seri Kane Chronicles yang menurut saya humornya lebih lucu dengan sarkasma ala British. Hehe.

Mario Puzo. salah satu lelaki Itali favorit saya. Dari semua buku Mario Puzo saya baru membaca The Godfather dan Omerta. Saya bermaksud membaca The Last Don tapi belum berhasil menguatkan diri untuk menyewa. Masalahnya buku The Last Don yang ada di tempat rental langganan saya sudah lumayan tua, sementara saya alergi debu buku tua. Mungkin minggu depan. Yah, pada dasarnya saya suka semua buku yang bersetting Italia atau bercerita tentang Italia atau apapun itu yang menyinggung tentang Italia. Maafkan saya, tapi sepertinya saya memang terobsesi. heheh. Saya tidak pernah menonton film The Godfather yang fenomenal itu. Tidak. Saya memilih membaca bukunya terlebih dahulu sebelum menonton film nya. Saya tidak mau merusak kebahagiaan membaca buku tersebut karena harus terbayang-bayangi oleh para pemeran filmnya. Hal yang akhirnya saya sadari setelah Harry Potter dan Twilight Saga. Saya tidak keberatan dengan Hary Potter sebenarnya, yang jadi masalah besar saya adalah para pemeran Twilight Saga. Hehehe. Tapi setelah membaca The Godfather saya malah semakin malas saja mencari filmnya. hehe. Saya suka cara Mario Puzo menggambarkan hal-hal dalam kehidupan mafioso dengan ringan. Misalnya tentang pengampunan dalam buku Omerta. Saat Don Aprile berdebat dengan Nicole anaknya mengenai hukuman mati. Don Aprile berpendapat dengan ia mengampuni seseorang yang telah bersalah ia telah mengambil tugas Tuhan. Maka menurutnya, manusia seharusnya tidak mengampuni manusia lain karena itu menghina Tuhan. Bukan berarti saya setuju, tapi tetap saja, argumen tersebut menarik. Hehe. Masih banyak buku Mario Puzo lain yang belum saya baca, mudah-mudahan kapan hari saya bisa menemukan buku-buku tersebut.

That's all for today. Kapan-kapan kita cerita tentang buku-buku yang lain lagi. :)

Sabtu, 20 Oktober 2012

Hargai Pendidikan, Belajarlah dari Malala

Malala Yousufzai.

Kenalkah anda dengan nama di atas? Saya tidak akan heran jika anda belum mengenal nama tersebut. Saya pun mungkin tidak akan tahu siapa Malala dan bagaimana kisahnya jika tidak membaca twit dari seseorang yang saya follow di twitter beberapa waktu lalu. Saya lalu mencari tahu lebih banyak tentang Malala melalui mesin pencari di internet, dan menemukan banyak sekali informasi mengenai gadis ini.

Militan Pakistan Tembak Aktivis Remaja Putri Pakistan. Pada tanggal 9 Oktober kemarin, Malala ditembak oleh seseorang bertopeng pada saat pulang sekolah dengan menggunakan bus. Si penyerang menanyakan siapakah diantara para siswa yang bernama Malala dan mengancam akan menembak semua siswa jika tidak ada yang mengaku. Akhirnya Malala mendapat tembakan di kepala dan di leher, sementara dua siswa lain ikut terluka akibat penembakan tersebut. Mengapa Malala ditembak?

Ternyata Malala bukan gadis biasa. Sejak tahun 2009 ia telah memulai pergerakan untuk menuntut haknya yang paling dasar: pendidikan. Pada saat itu, milisi Taliban mengeluarkan peraturan yang melarang televisi, musik, pendidikan bagi anak perempuan, dan berbelanja bagi wanita. Akibat perintah tersebut, banyak sekolah khusus perempuan yang ditutup. Beberapa sekolah yang ditutup bahkan kemudian dihancurkan. Malala mempertanyakan hal ini. Dengan bantuan reporter BBC untuk Pakistan, Malala mulai menulis tentang hidup dibawah tekanan Taliban dengan menggunakan nama samaran "Gul Makai". Tulisan Malala inilah yang pertama kali membuatnya banyak dikenal.

Ia tidak berhenti hanya pada tulisan. Ia kemudian mulai muncul di televisi untuk memperjuangkan pendidikan bagi perempuan. Selain itu, ia juga aktif berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan yang mendukung pendidikan di negaranya. Pada puncaknya, ia dinominasikan sebagai penerima International Children's Peace Prize pada Oktober 2011.

Taliban secara terbuka mengklaim serangan tersebut merupakan perbuatan mereka. Malala dicap sebagai pro-Barat, yang maka dari itu harus dibunuh.

Aktivis Remaja Putri Pakistan yang Terluka Dikirim ke Inggris. Saat ini Malala sedang memperoleh perawatan di Inggris, dan dikabarkan kondisinya semakin membaik. Sedangkan di Pakistan sendiri, dukungan bagi remaja pakistan terus mengalir, namun Taliban masih ditakuti. Masyarakat turun ke jalan memprotes penembakan Malala, tapi para politikus tidak berani mengambil langkah lebih jauh karena takut menjadi sasaran Taliban yang berikutnya.



Terlepas dari kondisi politik dan kebijakan nasional Pakistan yang menjadi negara tempat Malala tumbuh, kisah Malala seharusnya dapat mengingatkan kita pada satu hal: Pendidikan itu harganya "mahal".

Bagi sebagian kita yang dapat mengakses pendidikan dengan mudahnya tidak pernah menyadari bahwa pendidikan itu mahal. Dan "mahal" bukanlah semata-mata tentang angka. Mahal dapat berarti sulitnya mencapai sekolah jauh dari rumah. Mahal dapat berarti jembatan yang hampir putus yang harus diseberangi saat ke sekolah. Mahal dapat berarti seragam yang tidak dapat dibeli oleh orang tua. Mahal dapat berarti tidak ada guru datang ke sekolah. Mahal dapat berarti tidak ada pendidikan sama sekali untuk perempuan. Mahal dapat berarti hak mu untuk mendapatkan pendidikan tidak bisa kau miliki. Pendidikan itu mahal.

Maka bersyukurlah saat perjalananmu ke sekolah mudah dan tanpa hambatan. Bersyukurlah jika satu-satunya yang harus kau khawatirkan saat ke sekolah adalah mungkin kau akan akan terlambat. Bersyukurlah saat gurumu masih mau berbagi ilmunya walaupun ia galak. Bersyukurlah kau bisa ke sekolah tidak peduli gender mu apa. Karena di belahan bumi yang lain, ada yang benar-benar memperjuangkan hak mereka untuk memperoleh pendidikan. Malala Yousufzai memperjuangkan hak untuk memperoleh pendidikan dan ia ditembak karena perjuangannya tersebut.

Pendidikan adalah salah satu hak dasar yang wajib dijamin terpenuhinya oleh pemerintah. Rights to a Free Education adalah salah satu hak dasar yang merupakan turunan dari HAM generasi kedua yang diperkuat dengan International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights. Sudah sepantasnya lah negara menjamin hak untuk memperoleh pendidikan diperoleh oleh warganya.

Jika dibandingkan dengan Indonesia, sudah sewajarnya jika kita bersyukur bahwa negara membuka pintu bagi masyarakat untuk memperoleh pendidikan. Tapi bukan berarti kita tidak memiliki pekerjaan rumah di bidang pendidikan. Hal yang menjadi perhatian besar pada pendidikan Indonesia saat ini adalah tawuran antar pelajar. Sungguh memalukan jika pelajar kita masih melakukan tawuran yang pada akhirnya memakan korban.

 Bukankah ini sebuah ironi? Di saat seorang Malala hampir saja terbunuh karena berani menyuarakan tuntutannya untuk memperoleh pendidikan, pelajar Indonesia malah menyerang sesamanya hanya karena berbeda sekolah. Mungkin sebaiknya kisah tentang Malala ini disebarluaskan di kalangan pelajar, agar menjadi pelajaran bahwa bagi sebagian orang, pendidikan itu tidak murah. Maka berhentilah memerangi sesama dan bersyukurlah kita tidak memperoleh dua butir peluru hanya karena ingin sekolah.

Kamis, 04 Oktober 2012

When Life Gives You Lemon! ;)

When life gives you lemon, make lemonade.
Inti dari quotes ini adalah saat kau merasakan hal-hal yang tidak menyenangkan dalam hidupmu, buatlah itu jadi menyenangkan. Seperti dari lemon yang asam menjadi lemonade yang manis dan menyegarkan. Itu kata quote.

Beberapa orang memodifikasi quote ini menjadi
When life gives you lemon, make lemonade. 
Or squeeze it in people's eyes. 
Kalimat tambahannya, or squeeze it in people's eyes, kurang lebih berarti "peraslah di mata orang-orang". Sisi jahat diri saya menafsirkan kalimat tersebut sebagai ajakan untuk mengajak orang lain merasakan yang saya rasa, seperti membuat mereka merasakan apa yang saya rasa.

Hidup memang tidak selamanya manis, selalu ada hal yang mengingatkan kita bahwa hidup itu "nyata" bukan mimpi. Beberapa dari kita mungkin tengah bingung menentukan masa depan. Beberapa malah bingung memandang masa lalu. Ada komplikasi yang terus menerus meneror. Judul tugas akhir yang belum bersedia bertamu ke kepala, atau skripsi yang belum bersedia pula berpindah dari kepala ke ujung jari yang lincah. Selalu ada hal merisaukan kita.

Tapi hidup memang tetap berjalan, tidak peduli kau begitu lelah bekerja atau begitu lelah memposkan hal-hal yang tidak penting pada akun twittermu. Hidup masih dengan semangatnya memperlakukanmu sesuai caranya. Kau ditempa dengan kuat, agar kau terbentuk menjadi pribadi yang kuat pula. Masalah datang menamparmu dengan keras, agar berikutnya saat ia datang, pipimu sudah tidak selemah sebelumnya. Saya selalu memotifasi diri saya agar melihat masalah sebagai hal yang akan menguatkan saya.

Tapi kadang memotifasi diri tidak semudah biasanya. Setiap orang punya batas mereka masing-masing, jadi saat lemonmu tidak dapat kau racik menjadi lemonade yang manis, cukup peraskan ia ke mata orang-orang. Beberapa masalah memang tidak untuk ditangani sendiri, mungkin harus ada orang yang ikut merasakannya. Agar kita dapat dewasa bersama. Mata mereka akan pedih karena asam dari lemon, maka menangislah bersama. Beberapa hal terlalu berat untuk ditangisi sendiri.

Ah, akhirnya saya jadi meracau tidak jelas :)

Here, some other advice:
You know, you can always run.

In case lemonade didn't help you much. Hehe


Good advice, the cat's unhappy and full of desire to scratch your face.


The Best One! Sometimes, you just have to get mad and throw all the lemons to your enemies ;)

Jumat, 28 September 2012

Absurditas Jumat Malam

Saya pernah membaca, entah dimana, kalau semakin tua manusia akan merasakan waktu terasa berjalan lebih cepat. Salah satu alasannya adalah, karena kita banyak mengulang rutinitas sehari hari. Cara agar waktu terasa tidak berlalu terlalu cepat adalah dengan berusaha mempelajari hal-hal baru setiap harinya Katanya seperti itu. Saya pribadi juga berpendapat demikian.

Sebagai pengangguran berstatus mahasiswa yang sedang menunggu skripsi diperiksa oleh pembimbing yang sedang ke luar negeri *eh jadi curhat*, hari-hari saya jadi cukup monoton. Sesuai dengan teori di atas, rasanya waktu berjalan cepat. Tanpa terasa sudah weekend lagi, weekdays nya tidak terasa. Inginnya sih tiap hari ada hal tertentu yang bisa jadi pengingat tentang hari itu. Misalnya, saya ingat senin saya habiskan dengan ke kampus lalu rental buku. Kamis, saya ke rental buku dan pegawainya telat datang dan akhirnya saya pulang tanpa bawa buku baru, lalu Jumat, hari ini. Ini dia..

Hari jumat ini biasa-biasa saja rasanya. Rutinitas saya masih seperti hari-hari yang lain. Bangun, bersih-bersih rumah, main sama ponakan, mandi, makan lalu menulis, tidur siang, main sama ponakan lagi, lalu malamnya menulis lagi. Tapi hari ini berbeda. Entah bisikan syaiton darimana, saya tiba-tiba gila mau online pake laptop. Padahal sudah beberapa minggu saya berhasil bertahan tanpa internet, tanpa 9gag, tanpa main-main ke blog orang. Lumayan puas dengan buku dan menulis. Tapi, begitulah penyakit saya jika sedang punya uang, bawaannya mau foya-foya. *istigfar*

Akhirnya dengan semangat 45 saya naik motor ke konter pulsa. Niatnya mau beli perdana smartfren, karena setelah mencoba modem smartfren kakak saya, jaringannya lumayan oke di daerah rumah saya. Tapi saya tidak mau terus-terusan pinjam modem, maunya saya punya smartfren sendiri. Sip lah. Ternyata, kebodohan saya yang pertama adalah tidak tahu kalo smartfren adalah provider CDMA, sementara modem saya GSM. Tapi karena saya sudah capek-capek minjam motor dan sudah kepalang keluar rumah, saya lalu berpikiran untuk beli perdana GSM lain. Saya sudah pernah pake Telkomsel, daaan.. pulsa saya sering ketilep. Lalu saya juga pernah pake IM2, daaaan... isi pulsanya agak ribet. Mau pake XL tapi jaringannya kurang baik di rumah saya. Akhirnya saya beli perdana 3 yang harga 35ribu. Kata kakak penjaga konter, bisa dipake buat setahun, dan seterusnya... dan seterusnya... Termakan bujukan penjaga konter, akhirnya saya beli. Sampai di rumah, ternyata saya syok membaca petunjuk registrasi yang katanya harus didaftarkan oleh penjual resmi. Berhubung saya bukan penjual resmi, kartunya tidak bisa diaktifkan. Atau saya yang terlalu bodoh untuk mengaktifkannya.

Karena malu mau pinjam motor lagi, saya akhirnya memutuskan balik ke konter pulsa naik... SELI alias Sepeda Lipat. Sepeda lipat punya kakak saya yang sudah dihibahkan, dan seringnya dipake ke pasar sama mamak saya. Dan terjadilah gowes tidak jelas saya demi berburu sesuatu yang bisa digunakan untuk mengakses internet.

Untungnya kakak penjaga konter mau-mau saja menerima perdana 3 nya saya kembalikan. Saya awalnya hanya bilang,
"Mbak, ini kartunya ndak bisa." Terus, dia menjawab: "Oh, Ndak bisa Connet?"
Tidak, saya tidak sedang salah tulis. Kakak penjaga konter memang tidak melafalkan Connect dengan "konek" melainkan "konet". Sudahlah, mari kita tinggalkan urusan okkots kakak penjaga konter. Intinya dia baik, karena membolehkan saya mengembalikan perdana 3 yang tidak bisa konet. *aduh*

Karena tidak enak hati, saya membeli kartu perdana smartfren yang seharga 7000, siapa tau tiba tiba modem saya bisa membaca kartu CDMA. Uang saya dikembaikan 28.000. Saya lalu lanjut naik sepeda lagi. Mencari voucher Smartfren 50.000 untuk isi ulang.

Sayangnya, malam ini, cari voucher Smartfren 50.000 seperti mencari jarum di tumpukan jerami yang ditumpuk di kutub utara. SUSAH! Sepanjang Ablam hampir semua toko yang menjual pulsa saya datangi. Hasilnya, HABIS. Sepertinya telah terjadi penimbunan voucher Smartfren 50.000 untuk mengantisipasi kelangkaan voucher menjelang Idul Adha. Saya sudah sampai di ujung Ablam, menimbang-nimbang haruskah saya lanjut ke Pettarani atau balik pulang. Tapi saya tidak mau pulang tanpa voucher. Akhirnya saya lanjut bersepeda di Pettarani. Tetap tidak ada voucher. Saya lalu berbelok ke Maccini sambil berdoa mudah-mudahan preman daerah situ lagi insaf malam ini.

Malihat Alfamart, saya ragu. Mau beli voucher di dalam, tapi takut markir sepeda. Takut hilang. Tapi petugas toko yang lagi istirahat bilang kalo di dalam ada Voucher yang saya cari. Untungnya anak-anak yang  juru parkir depan situ kayaknya baik. Malah rebutan mau menjagakan sepeda saya. Masuklah saya, menunggu di antrian sambil lirik-lirik sepeda saya di parkiran. Sempat lirik cermin dan malu sendiri karena saya dengan santainya belanja dengan baju rumah yang lebih pantas jadi kain lap. Daaaan... ternyata vouchernya tidak ada. Aaaaarghh! Mana pegawai yang tadi bilang ada!

Keluar Alfamart, anak-anak yang jaga sepeda saya secara mengejutkan tidak memita uang parkir krena katanya saya tidak beli apa-apa. Tapi akhirnya saya kasih juga karena terharu.. Atau jangan-jangan mereka sengaja ya? Hehehe.

Akhirnya saya memutuskan pulang. Pencarian voucher nya bisa dilanjutkan besok saja mungkin. Lumayan dingin juga naik sepeda pake baju kaos tua. Sebelum masuk jalan rumah saya, eh ada konter hape. Iseng-iseng saya singgah dan bertanya. Daaaan.... Vouhernya ada! Ah, sialan. tau begitu dari awal saya singgah ke sini dulu. Tidak perlu naik sepeda mutar jauh-jauh. Tapi ya... kalau tidak begitu, Jumat saya jadi tidak berkesan. Jadi, ya alhamduliah saya masih bisa nemu voucher itu. Jadi bisa online dan menulis kegiatan tidak penting seorang pengangguran berstatus mahasiswa yang lagi menunggu skripsinya diperiksa pembimbing yang lagi ke luar negeri.

Oh, iya. jadinya saya tetap pinjam modem smastfren kakak saya. Hehe.

Jumat, 07 September 2012

Menyelamatkan Bahasa yang Terancam Punah

Halo! Nah, akhirnya saya ada kemauan untuk menulis lagi setelah disibukkan dengan urusan ini itu. Heheh. Hari ini saya mau bercerita tentang bahasa-bahasa yang terancam punah. Silahkan menyimak! :)

Pulang kampung pada Idul Fitri kemarin berhasil bikin saya berpikir betapa saya tidak fasih berbahasa asli kampung bapak saya. Selama berada di kampung bapak saya semuanya menggunakan bahasa Duri. Saat ada yang ngajak saya ngobrol, saya hanya bisa mengerti sedikit-sedikit tapi tidak bisa menggunakannya dengan fasih. Istilahnya, saya hanya menguasai bahasa Duri secara pasif. Padahal baik bapak maupun mamak saya fasih berbahasa Duri.

Hal yang sama saya yakini juga terjadi pada sebagian besar kaum urban. Hidup di kota yang berpenduduk heterogen sedikit demi sedikit menjauhkan bahasa daerah dari lidah. Yang digunakan kemudian adalah bahasa Indonesia berdialek kota setempat. Seperti di kota saya, Makassar, yang digunakan adalah bahasa Indonesia dengan dialek Makassar yang menurut kuping teman saya yang berasal dari Jawa, bernada tinggi. Bagi masyarakat kota yang merupakan generasi awal urbanisasi, seperti orang tua saya, berbahasa daerah bukan masalah. Bahasa daerah merupakan bahasa sehari-hari mereka, sedangkan Bahasa Indonesia dipelajari kemudian di bangku sekolah. Bagi kami yang dibesarkan di kota, Bahasa Indonesia digunakan sehari-hari, sedangkan bahasa daerah dipelajari kemudian di sekolah (-sekolah tertentu).

Berkurangnya pengguna bahasa daerah tentu akan berdampak bagi kelangsungan bahasa tersebut. Eksistensi dari berbagai bahasa inilah yang kemudian menjadi problem di seluruh dunia. Banyak bahasa di seluruh dunia yang terancam punah. Penyebabnya? Bisa bermacam-macam. Berikut beberapa di antaranya:

1. Urbanisasi

Peningkatan angka perpindahan penduduk dari desa ke kota berdampak pada penurunan angka pengguna bahasa daerah. Mengapa? Karena dalam interaksi masyarakat urban yang heterogen, bahasa yang digunakan adalah Bahasa Indonesia. Lambat laun bahasa daerah semakin jarang digunakan. Rumah seharusnya dapat menjadi tempat dimana interaksi digunakan dalam bahasa daerah, tapi perkawinan antar etnis kemudian menjadi penghalang. Karena akan timbul dua bahasa daerah yang berbeda. Selain itu banyak orang tua yang memilih mengajarkan anak mereka berbahasa Inggris daripada berbahasa daerah. Alasannya? Untuk mempersiapkan si anak menghadapi era globalisasi.

Dalam data yang dikeluarkan oleh PBB sesuai grafik di atas, dapat dilihat bahwa pertumbuhan populasi urban berlangsung sangat cepat. Populasi masyarakat urban yang meningkat diikuti dengan populasi masyarakat desa yang mengalami penurunan. Menurut data PBB ini pula, proporsi masyarakat urban Indonesia ternyata lebih tinggi dari proporsi masyarakat urban di benua Asia dan Asia Tenggara. 

Tingginya angka urbanisasi yang berdampak pada terancamnya eksistensi bahasa daerah inilah yang membuat Kepala Bidang Peningkatan dan Pengendalian Bahasa Badan Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional, Sugiyono menyatakan bahwa di penghujung abad 21, hanya tinggal 10% bahasa daerah yang akan bertahan. Hal ini dijelaskan pada artikel VOA yang berjudul Jarang Digunakan Ratusan Bahasa Daerah di Indonesia Terancam Punah. Dari 746 bahasa daerah di Indonesia, diperkirakan dalam 100 tahun mendatang akan tersisa hanya 75 bahasa. 

2. Televisi



Televisi mau tidak mau menjadi salah satu faktor yang menyebabkan punahnya bahasa daerah. Program televisi yang merupakan produk nasional tentu saja menggunakan bahasa Indonesia. Banyak tayangan yang menjadi tontonan favorit keluarga bahkan dibawakan dengan bahasa yang lazimnya digunakan di Ibukota Jakarta. Bayangkan anak di desa Baraka yang sehari hari berbahasa Duri menonton tayangan sinetron yang menyapa "saya-kamu" dengan "lu-gue". Televisi telah mengajarkan bahwa ada alternatif lain dari "aku'-iko" yaitu "lu-gue" yang jika dilihat dari penggunanya, jauh lebih menarik dari mereka yang hidup di desa.

Menurut Komisi Penyiaran Indonesia, waktu yang dihabiskan oleh anak untuk menonton TV lebih besar dari waktu yang ia gunakan untuk sekolah. Dalam sehari, seorang anak dapat menghabiskan 4 hingga 5 jam di depan TV, yang berarti sekitar 30 hingga 35 jam sehari atau 1600 jam setahun. Dua kali lipat dari waktu yang dihabiskan di sekolah yaitu sekitar 740 jam setahun.

Besarnya waktu yang dihabiskan anak di depan televisi dianggap turut berdampak pada rendahnya penggunaan bahasa daerah oleh anak. Bahasa yang kemudian menjadi familiar di telinga anak-anak adalah bahasa yang mereka dengar di TV.

3. Kebijakan Pemerintah

Pada sebuah Seminar Nasional bertopik "Pengembangan dan Perlindungan Bahasa, Kebudayaan Etnik Minoritas untuk Penguatan Bangsa" yang diadakan oleh LIPI pada Desember 2011, dikatakan bahwa salah satu yang menjadi penyebab percepatan kepunahan bahasa daerah adalah kebijakan pemerintah. Mengapa kebijakan pemerintah?

Berbagai kebijakan pemerintah dianggap mengancam eksistensi bahasa daerah. Contohnya, kebijakan pendidikan agar sekolah-sekolah beralih dari pelajaran bahasa daerah menjadi bahasa asing semisal bahasa Jerman atau Mandarin. Selain di bidang pendidikan, kebijakan pemerintah berupa pemekaran wilayah juga dianggap sebagai salah satu penyebab punahnya bahasa. Seperti bahasa Tandia di Papua Barat. Bahasa ini dinyatakan punah setelah melalui penelitian di awal tahun 2011 ditemukan bahwa tidak ditemukan lagi penutur bahasa ini. Salah satu faktor penyebabnya adalah lebih dominannya bahasa Wandamen dari suku Wamesa sebagai bahasa sehari-hari. Hal ini disebabkan setelah pemekaran Papua Barat, Teluk Wondama menjadi pusat keramaian daerah tersebut. Mau tidak mau, suku Mbakwar harus menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut dan sedikit demi sedikit meninggalkan bahasa Tandia. 

Menyelamatkan Bahasa yang Terancam Punah

Ancaman punahnya bahasa bukan hanya milik Indonesia. Secara global hal ini telah menjadi perhatian. Gerakan melestarikan bahasa bermunculan dari berbagai pihak. Di dalam negeri, terdapat kamusiana.com yang bersemboyan Kamus Bahasa (di) Indonesia. Situs ini memuat kurang lebih 19 kamus bahasa daerah yang tersebar di seluruh Indonesia.

Di Amerika Serikat,  para pakar bahasa juga menggunakan media internet sebagai sarana pelestarian bahasa yang terancam punah. Hal ini diungkapkan pada artikel VOA yang berjudul Pakar Bahasa AS Lestarikan yang Hampir Punah dengan Kamus Online. Para pakar bahasa di Amerika Serikat tidak hanya berusaha melestarikan bahasa yang hampir punah, tetapi juga bahasa yang telah benar-benar mati seperti bahasa Indian Algonquian Virginia. Bahasa ini direkonstruksi pada film "The New World" pada tahun 2005. Usaha linguis AS ini diceritakan pada artikel Linguis AS Hidupkan Lagi Bahasa-Bahasa yang Telah Mati. Para linguis sedang berusaha berusaha untuk melestarikan berbagai bahasa tidak hanya untuk tujuan akademis.


Sebagai masyarakat dunia kita juga diajak untuk melestarikan bahasa kita. Melalui situs www.endangeredlanguages.com kita dapat memberi kontribusi dengan menyumbangkan pengetahuan kita mengenai bahasa yang dikategorikan sebagai bahasa yang terancam punah. Situs ini membuka kesempatan bagi siapa saja untuk memasukkan contoh bahasa daerah tersebut atau hal-hal lain yang berhubungan dengan bahasa tersebut. Situs ini bertujuan untuk menginventarisir bahasa-bahasa yang digunakan kaum minoritas di seluruh dunia. Berikut adalah peta persebaran bahasa yang terancam punah di Indonesia menurut www.endangeredlanguages.com.



Kesadaran warga dunia akan pentingnya bahasa membuka mata kita semua bahwa punahnya bahasa dapat membawa kerugian yang besar. Hilangnya bahasa berarti hilangnya potongan sejarah dan budaya yang berharga dari suatu daerah. Jadi, mari melestarikan bahasa daerah kita :).

Jumat, 17 Agustus 2012

Indonesia

Halo! Dirgahayu Republik Indonesia yang Ke-67!!

Postingan saya hari ini pastilah tidak jauh-jauh dari peringatan hari ini. Tapi mau berkata-kata putis manis pembangkit nasionalisme kok rasanya aneh yah. Sedang tidak sesuai dengan mood. Heheh. Saya mau cerita dikit aja deh.

Saya ingat pernah memposting sebuah kalimat di twitter: "Kalo Uni Soviet saja bisa bubar, bagaimana dengan Indonesia?" Kalau tidak salah seperti itu redaksinya. Twit itu didasari perasaan kesal karena sering sekali melihat berita tentang kerusuhan di televisi. Mulai dari penyerangan ke masjid Ahmadiyah, jemaat gereja GKI Yasmin, kerusuhan antar kampung, suku, dll. Salah seorang teman menegur saya, jangan menyebarkan pesimisme kata dia. Beberapa teman menanggapi dengan bercanda.

Sebenarnya tujuan saya memposting kalimat itu adalah agar kita sedikit berpikir mengenai kesatuan bangsa ini. Terkadang kita (yang berarti juga saya) lalai menyadari bahwa republik ini tidak menyatu dengan sendirinya. Bahwa kesatuan dari ribuan pulau dari Sabang sampai Merauke tidak datang begitu saja. Berpuluh tahun yang lalu ada yang mati memperjuangkannya. Banyak yang mati. Banyak perundingan yang sengit. Berpuluh tahun perjuangan hingga akhirnya merdeka. Dan tahun-tahun lagi perjuangan mempertahankannya. Menuanya republik ini dapat mengikis rasa kesatuan dari rakyatnya. Padahal seharusnya menuanya republik ini harus mengentalkan rasa cinta untuk bersatu. Rasa mencintai republik ini. Nasionalisme.

Maka harus disadari bahwa kesatuan Republik ini harus diusahakan. Kesatuan republik tidak datang dari sikap-sikap diam nan pasif. Harus ada sikap, harus ada perbuatan. Tidak perlu perbuatan besar, cukup toleransi. Entah mengapa rasanya yang benar kita butuhkan saat ini adalah toleransi. Bersikap toleran menghadapi perbedaan. Karena masyarakat kita masyarakat yang heterogen. Perbedaan sudah menjadi bagian dari kita sejak lama. Maka bukankah seharusnya kita belajar? Belajar dari sejarah yang berdarah bahwa republik ini dibangun dari perbedaan. Jangan sampai ia bubar kembali dikarenakan oleh perbedaan. "Jas Merah" kata Bung Karno. Jangan sekali-kali melupakan sejarah.

Kesatuan terbukti tidak boleh dipaksakan. Unity by force is a slavery, kata spanduk-spanduk pro kemerdekaan kaum belligerent. Maka, kesatuan itu harus berasal dari dalam diri masyarakat, harus dimiliki secara sadar. Susah juga menuntut rakyat yang diperlakukan sebagai anak tiri untuk terus mencintai negara ini. Karena itu, jika negara menganaktirikan rakyatnya, rakyat tidak boleh memusuhi dan memunggungi sesamanya.

Saya tidak ahli dalam menggugah patriotisme atau menggugah nasionalisme. Bahasa saya berantakan, tulisan saya tidak terstruktur. Saya hanya menyampaikan apa yang ada di pikiran saya. Bahwa Indonesia perlu diusahakan untuk tetap menjadi Indonesia. Kita tidak bisa dengan santainya hari ini berpangku tangan dan kaki lalu berharap besok negara ini masih utuh dengan damainya. Selalu ada alasan memerdekakan diri, maka kita harus mencari dan membuat lebih banyak alasan untuk tetap bersatu seperti saat ini.

Hari ini, sesuai dengan Proklamasi, usia Indonesia genap 67 tahun. Jika usia Indonesia dihitung berdasarkan masa kita benar-benar mengusahakan keberlangsungannya, sudah berapa tahun usia Indonesia di diri kita?

Gambar dipinjam dari fsquarefashion.com