Intinya, saya mendengar lagu sesuai dengan periode dalam hidup saya. Ada masanya, saya akan mendengar lagu indie dalam negeri macam Efek Rumah Kaca atau Monkey to Millionaire selama sebulan lebih. Tidak mendengar lagu lain. Mau lagi sedih atau lagi senang, saya tidak peduli. Bahkan saya bisa saja naik sepeda sambil dengar lagu melankolianya Efek Rumah Kaca. hahaha. Beberapa bulan berikutnya, saya akan mendengar lagu-lagu barat yang saya susun dalam playlist terus menerus. Biasanya terdiri dari lagu-lagu Bon Iver, Florence and The Machine, Thom Yorke, OK Go, Death Cab for Cutie, The Killers, dll. Mau dalam mood apapun, selama saya belum bosan, saya akan mendengar lagu-lagu mereka terus menerus.
Saat ini saya sedang keranjingan dengar lagu-lagu Frau, Float, dan Mocca. For no reason. Bukan karena saya baru dengar. Tahun lalu saya dibagi lagu-lagu Frau oleh teman saya, Opu. Tapi karena memang momennya belum pas, atau periode hidup saya sedang tidak sesuai, saya sama sekali ga suka sama lagu Frau. Baru sebulan lalu tiba-tiba saya ingin dengar lagu Frau, dan lagi-lagi saya meminta ke Opu, karena lagu-lagu yang dulu sudah terlanjur saya hapus. Dan akhirnya, isi playlist saya sekarang adalah lagu dari 3 musisi tersebut. Yang saya ulang ulang dan terus ulang ulang sampai saya bosan.
Begitu pula dengan membaca buku. Lagi-lagi sesuai periode hidup. Misalnya ada masa saya benar-benar malas menyentuh novel. Jadi kerjaan saya hanya baca komik setiap hari. Tiap hari saya ke tempat rental dan menyewa sekitar 7-10 komik. Tidak peduli kata teman saya novel ini atau novel itu ceritanya menarik sekali. Saya tidak terpengaruh. Lalu, datanglah masa-masa saya malas membaca komik. Saya berpindah ke novel-novel terjemahan dengan cerita spionase. Lalu berpindah ke novel-novel terjemahan dengan cerita romantis. dan saya akan membaca ber-buku-buku novel dengan cerita demikian.
Kata beberapa teman, kebiasaan saya itu bentuk inkonsistensi. Well, i dont know. Sejauh ini saya lumayan menikmati.
Tapi, ada hal yang baru saya sadari tentang kegiatan baca-mambaca saya. Sudah hampir setahun saya berhenti membeli buku. Kenapa? karena saya keranjingan menyewa di tempat rental. Menurut saya lebih menguntungkan menyewa buku daripada membeli. Mengingat uang jajan saya tidak banyak. Tapi, beberapa minggu belakangan tiba-tiba saya ingin sekali membeli buku. Dan berangkatlah saya membeli buku. Dan saya terkejut betapa saya merasa luar biasa senang. Ternyata setelah setahun belakangan tidak pernah membeli buku, saya hampir lupa raanya memiliki buku baru. Saya hampir wangi buku baru. Kalau menyewa buku, biasanya saya akan mendapatkan beragam aroma dari buku. Mulai dari bau buku tua, bau buku yang pernah basah, sampai bau parfum yang bikin kepala pusing. Tapi buku baru, selalu memberi aroma kertas yang khas. hehehe.
Saat ini saya baru saja menyelesaikan buku yang saya beli 2 malam lalu. Judulnya Saga no Gabai Baachan atau yang dalam bahasa Indonesia Nenek Hebat Dari Saga. Buku ini terjemahan dari buku berbahasa Jepang. Buku ini, terus terang, memiliki sampul yang jauh dari menarik. Hahaha. Tapi setelah membaca sinopsis di belakangnya, saya langsung jatuh hati. Tapi pada dasarnya saya senang membaca buku-buku yang diterjemahkan dari bahasa Jepang. Mulai dari Totto-chan, Botchan, hingga Saga no Gabai Baachan ini. Bagaimana dengan Musashi? Saya belum memiliki kemauan yang cukup kuat untuk membaca buku super tebal itu, padahal sudah bertahun-tahun mendekam di rak buku kakak saya. hahaha.
Kembali ke buku Saga no Gabai Baachan karangan Yosichi Shimada, selama membaca buku ini, hampir setiap cerita saya tercekat dan hampir nagis. Bukan karena sedi, tapi lebih karena terharu. Buku ini bercerita tentang seorang anak yang harus tinggal bersama neneknya pasca Perang Dunia ke II. Dengan kondisi yang sangat miskin, si nenek bisa hidup berbahagia mengurus cucunya. Banyak hal-hal ajaib yang dilakukan si nenek untuk bertahan hidup. Banyak juga hal-hal yang lebih ajaib yang dilakukan orang-orang sekitar si nenek untuk membantu.
Buku ini mengajarkan saya banyak hal dalam 245 halaman. Padahal, kata-kata dalam buku ini jauh dari kesan "berat" dan menggurui. Ada beberapa kutipan kata-kata si nenek yang sangat saya suka. Misalnya,
Tertawalah saat oang terjatuh
Tertawalah saat diri sendiri terjatuh
Bagaimanapun semua orang memang lucu
Sampai mati, manusia harus punya mimpi!
Kalaupun tidak terkabul,
Bagaimanapun, itu kan cuma mimpi.
Dari dua kutipan di atas saya manrik pelajaran bahwa, hidup itu untuk dinikmati. Kadang saya terlalu serius memandang hidup sampai-sampai saya lupa bahwa di hidup ini banyak sekali hal-hal menyenangkan. Kita selalu punya pilihan untuk menanggapi hal-hal yang terjadi di sekeliling kita. Seperti halnya saat kita terjatuh. Kita memiliki pilihan untuk marah atau merutuki diri. Tapi kita juga selalu punya pilihan untuk menertawai diri. Dan si nenek memilih untuk tertawa dan menjalani hidup dengan rasa bahagia dan penuh syukur.
Sungguh buku ini mengajarkan saya banyak hal, Bahwa bahagia bukan perkara berapa banyak uang di kantong saya, tapi bagaimana saya merasa tenang memiliki berapa-pun uang di kantong saya. Saya sedikit menyesal baru membaca buku ini sekarang, padahal saya sudah melihat buku ini dari beberapa bulan yang lalu. Sayangnya pada saat itu saya sedang dalam periode hidup pelit membeli buku baru. hahahaha. Saya merekomendasikan buku ini untuk siapa saja yang malas membaca buku-buku tebal dan "berat". Untuk semua umur.
ini dia gambar sampul depan buku Saga no Gabai Baachan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar